“Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.” Roma 6:12

Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia pendidikan anak sudah mengalami perubahan besar selama 40 tahun terakhir. Jika dulu, seorang anak agaknya harus menaati semua perintah orang tua, di zaman ini banyak orang tua yang kewalahan dalam usaha mendidik anak-anak mereka. Mengapa? Dengan kemajuan teknologi zaman ini anak-anak sudah terbiasa melihat berbagai hal melalui TV dan media sosial. Mereka sering merasa bahwa perintah orang tua sebagai sesuatu yang tidak relevan. Pada pihak yang lain, banyak orang tua modern merasa bahwa kebebasan untuk memilih dan belajar untuk bertanggung jawab atas pilihan sendiri adalah perlu bagi anak-anak mereka.
Dalam kehidupan Kristen, peruahan serupa juga terjadi sekalipun sudah berlangsung sejak lama. Dengan kemajuan cara hidup individual dan hak azasi manusia, banyak orang Kristen yang merasa bahwa hukum Tuhan adalah “optional” atau “pilihan” bagi mereka dan bukannya keharusan. Para pemimpin gereja mengalami kesulitan untuk menegur jemaat yang melakukan hal yang tidak baik. Dalam khotbah, semakin jarang disampaikan pesah untuk tidak berbuat ini dan itu, atau agar jemaat melaksanakan firman Tuhan jika mereka mengaku orang Kristen. Apalagi, di gereja tertentu agaknya ditekankan bahwa karena kita sudah menerima “grace” atau karunia keselamatan dari Tuhan, Tuhan tidak lagi menuntut kita untuk melaksanakan semua perintah-Nya. Kata “hendaklah” dan “janganlah” dalam Alkitab kelihatannya sudah pudar artinya.
Dalam Roma 6, Paulus menjawab pertanyaan apakah orang Kristen harus terus berbuat dosa. Jawabannya tegas: kita sama sekali tidak boleh berbuat dosa. Pertama, ketika kita datang kepada Allah melalui iman kepada Yesus, kita mati terhadap dosa. Kita tidak lagi menjadi budak dosa. Kedua, apa yang pernah kita dapatkan dari hidup demi dosa? Itu menuntun kita kepada rasa malu dan kematian. Kebenaran yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma oleh Allah di dalam Kristus Yesus menuntun kita untuk menjadi seperti Yesus dan kepada hidup kekal. Kita harus melayani kebenaran dan bukan dosa.
Roma 6:1–14 membahas bagaimana orang Kristen seharusnya berpikir tentang dan menanggapi dosa sekarang setelah kita berada di dalam Kristus dan dosa-dosa kita diampuni. Dalam menjelaskan hal ini, Paulus mengungkapkan informasi baru tentang apa yang terjadi ketika kita menaruh iman kita kepada Kristus. Dalam arti rohani, kita mati bersama-Nya, dan terhadap dosa-dosa kita. Kita kemudian dibangkitkan ke dalam kehidupan rohani yang baru. Sekarang Paulus memerintahkan kita untuk terus mengingat bahwa kita tidak lagi menjadi budak dosa. Kita tidak boleh mempersembahkan tubuh kita untuk digunakan demi dosa, tetapi kita harus mempersembahkan diri kita sebagai alat kebenaran.
Dalam Roma 6:11, Paulus memberi tahu kita untuk menganggap diri kita mati terhadap dosa dan hidup bagi Allah sebagaimana Kristus mati terhadap dosa dan hidup bagi Allah. Sekarang dalam Roma 6:12, ia memberi tahu kita untuk tidak membiarkan dosa berkuasa atau berkuasa dalam tubuh kita yang fana saat ini. Kita tidak boleh membiarkan dosa membuat kita menaatinya. Dosa adalah musuh kita.
Perlu dicatat, bahwa kata “hendaklah dosa jangan berkuasa” dalam Roma 6:12 muncul sebagai “jangan lagi membiarkan dosa” dalam terjemahan Alkitab versi lain. Kata “jangan” bisa dianggap sebagai larangan tegas yang harus ditaati, dan ini sesuai dengan terjemahan dalam banyak Alkitab berbahasa Inggris. Tentunya ada orang yang mengangap bahwa kata “hendaklah” sebagai sebuah anjuran dan bukan perintah.
Perintah ini bisa membingungkan beberapa pembaca. Bukankah Paulus mengatakan bahwa kita telah mati terhadap dosa (Roma 6:1)? Bukankah ia telah memberi tahu kita bahwa “tubuh dosa” telah disingkirkan (Roma 6:6) dan bahwa kita telah dibebaskan dari dosa dengan mati bersama Kristus ketika kita percaya kepada-Nya (Roma 6:7)? Jadi, bagaimana mungkin dosa dapat berkuasa dalam diri kita atau membuat kita menaati hawa nafsunya? Mengapa kita tetap harus berjuang untuk melawan dosa? Jawaban sederhananya adalah ini: Kita telah dibebaskan dari belenggu dosa atas diri kita, tetapi kita belum kehilangan keinginan untuk berbuat dosa. Singkatnya, dosa masih menarik bagi kita. Mudah bagi kita untuk lupa, atau bahkan tidak percaya, bahwa kita tidak akan pernah lagi melakukan dosa (1 Korintus 10:13). Kita bukanlah budak dosa. Kita hanya bisa melakukan dosa dengan sukarela, alias dengan kehendak sendiri.
Paulus memerintahkan kita untuk terus-menerus melakukan percakapan dengan diri kita sendiri. Ia memerintahkan kita untuk terlibat dalam pertempuran melawan keinginan kita. Jangan biarkan dosa memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan, tulisnya. Bagi orang Kristen yang sudah diselamatkan, keinginan berdosa bukan lagi yang utama. Orang Kristen seharusnya tidak menyerahkan kendali kepada dorongan tersebut. Orang Kristen tidak seharusnya berpikir bahwa ia sudah ditakdirkan untuk mempunyai kelemahan atau berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan dalam menghadapi godaan dosa. Kita bertanggung jawab atas semua dosa kita.
Paulus telah menjelaskan dengan sangat jelas bahwa kita yang ada di dalam Kristus harus terlibat dalam semacam pertempuran dengan diri kita sendiri. Kita telah dibebaskan, melalui kematian rohani dan kebangkitan kita bersama Kristus, dari kuasa dosa. Diri lama kita telah disalibkan secara rohani dengan cara yang sama seperti Kristus disalibkan secara rohani. Hasilnya adalah bahwa dosa seharusnya tidak lagi memiliki otoritas atas kita. Kita telah dibebaskan.
Namun, kita belum kehilangan keinginan untuk berbuat dosa. Kita masih ingin berbuat dosa, kadang-kadang, bahkan sekalipun sadar betapa merusaknya dosa kita. Paulus telah memerintahkan kita untuk tidak secara sukarela berbuat dosa, tidak membiarkannya mengendalikan tubuh kita. Sekarang dia menekankan perintahnya dengan lebih rinci. Kita tidak boleh menyerahkan anggota tubuh kita, bagian mana pun dari tubuh kita, untuk digunakan dosa untuk melakukan hal-hal yang tidak benar.
Perhatikan sesuatu tentang perintah itu: Perintah itu menegaskan bahwa kita memiliki kendali atas apa yang kita lakukan dengan tubuh kita sendiri. Kematian Kristus dan kuasa roh Allah memberi kita kendali itu. Mereka yang sudah diselamatkan hanya dapat berdosa dengan memilih dengan kehendak bebas untuk melakukannya.
Pagi ini, Paulus menulis bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita kepada Allah untuk digunakan bagi kebenaran. Bahkan, kita harus melakukannya dengan sengaja seperti orang-orang yang telah dibawa dari kematian menuju kehidupan. Bagaimana kita melakukannya? Kita mulai dengan terus-menerus mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita benar-benar telah dibawa dari kematian menuju kehidupan. Itulah diri kita sekarang, dan itulah kehidupan yang ditakdirkan untuk kita jalani.