“datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” Matius 6: 10

Yesus mengajarkan para pengikut-Nya cara berdoa kepada Bapa dengan memberi contoh doa bagi mereka (Matius 6:9-13). Doa ini dikenal di seluruh dunia sebagai Doa Bapa Kami. Bahkan banyak orang yang tidak percaya pun familier dengan doa ini (setiap sidang parlemen Australia dimulai dengan doa ini walau mungkin hanya 10% dari anggota parlemen adalah orang Kristen). Meskipun tidak ada yang salah dengan doa ini, Yesus pada dasarnya memaksudkan kata-kata ini sebagai teladan atau pedoman. Bagian ini bukanlah mantra ajaib, atau nyanyian wajib: ini adalah sesuatu yang dapat ditiru atau dijadikan pedoman oleh orang Kristen dalam doa pribadi mereka sendiri (Matius 6:5-8).
Dalam Alkitab, Kristus selalu menekankan pentingnya ketundukan umat kepada kehendak Tuhan, agar mereka berbicara kepada-Nya dengan cara yang mengakuinya. Bahkan Ia sendiri tunduk kepada kehendak Allah Bapa di taman Getsemani. Berdoa agar apa yang Tuhan inginkan terjadi berarti menerima bahwa rencana-Nya benar dan baik bagi semua orang. Yesus menyiratkan bahwa ini mencakup segala waktu dan tempat. Ia berdoa agar kerajaan Tuhan datang dan penggenapan kehendak-Nya, di semua tempat dan sepanjang masa. Berdoa dengan tulus juga berarti meminta kepada Tuhan hal yang akan Yesus capai: mendatangkan kerajaan surga ke bumi di masa mendatang.
Doa adalah ekspresi iman yang benar dan alkitabiah, namun terkadang pengertian teologi kita dapat membengkokkan iman kita. Ini bukan karena kesalahan kebenaran Alkitab, tetapi merupakan kecenderungan manusia yang telah jatuh. Pikiran kita jahat (Kejadian 6:5) dan pengalaman hidup kita sering membuat kita salah memahami atau salah menerapkan kebenaran Allah. Jika sebagian orang Kristen merasa bahwa dengan “doa yang bersemangat” mereka dapat mengubah kehendak Tuhan, sebagian lagi merasa bahwa doa hanyalah formalitas yang diminta Tuhan. Dalam kelompok yang kedua, pertanyaan ini sering muncul: Jika Allah telah menetapkan dan mengendalikan segala sesuatu, mengapa saya harus berdoa untuk apa pun? Akankah Allah mengubah rencana-Nya untuk memenuhi kebutuhan saya? Mengapa saya harus memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan teman-teman dan tetangga saya jika mereka telah dipilih atau ditolak sejak kekekalan?
Di satu sisi, kehendak Allah tidak dapat diubah. Di sisi lain, Alkitab memerintahkan kita untuk berdoa. Di seluruh Kitab Suci, orang-orang saleh menyampaikan permohonan mereka di hadapan Tuhan. Sebagian berdoa untuk kesehatan (Kejadian 20:17; 2 Raja-raja 20:1-5). Paulus berdoa agar “atas kehendak Tuhan” ia dapat mengunjungi Roma (Roma 15:30-32). Mengapa menyampaikan permohonan seperti itu kepada Tuhan yang sudah menetapkan segala sesuatu?
Kita dapat membahas pertanyaan teologis ini dari tiga perspektif:
Pertama, Tuhan memerintahkan kita untuk berdoa. Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa Tuhan ingin kita berdoa. Bahkan, kita mengetahui beberapa bagian Kitab Suci yang memberi tahu kita untuk berdoa tanpa henti. Ini adalah masalah ketaatan ketika kita terlibat dalam praktik berdoa.
Kedua, sebagai orang Kristen, berdoa adalah napas kehidupan. Sudah menjadi hal yang otomatis jika ada kehidupan baru di dalam diri kita, kehidupan baru itu menemukan ungkapannya dalam doa. Kita tahu bahwa kehidupan fisik itu ada karena kita bernapas. Dengan cara yang sama, kita tahu bahwa kehidupan rohani itu ada karena kita berdoa.
Ketiga, kita berdoa karena Tuhan adalah Tuhan yang mahakuasa adalah Tuhan yang memiliki dan bisa memakai berbagai sarana. Tuhan mampu melakukan apa pun yang Dia inginkan, kapan pun Dia ingin melakukannya, dan dengan cara apa pun Dia ingin melakukannya. Dia dapat bekerja secara seketika, dan Dia dapat bekerja tanpa sarana, tetapi Tuhan hanya melakukan itu dalam keadaan yang luar biasa. Yang lebih umum, Tuhan bekerja di dalam dan melalui doa dan tindakan umat-Nya.
Jadi, kita berdoa karena Tuhan bisa mengubah kita, Dia bisa mengubah banyak hal, dan Dia bisa mengubah jalannya peristiwa dalam mencapai apa yang menjadi rencana akhir-Nya. Tuhan tidak perlu harus mempersiapkan segala sesuatu dari awalnya, karena Dia yang mahakuasa mengizinkan banyak hal untuk berubah di sepanjang zaman, untuk mana umat Kristen harus selalu berusaha untuk mencari kehendak-Nya.
Sungguh menakjubkan betapa banyak peristiwa besar dalam Alkitab bisa terjadi sebagai respons Tuhan terhadap doa manusia. Kita dapat memikirkan tentang tulah-tulah di Mesir dan berapa banyak dari tulah-tulah itu yang datang atau diangkat sebagai respons atas doa-doa Musa. Jika kita membaca Kitab Suci, kita akan melihat berulang kali bahwa Allah menggunakan doa dan tindakan umat-Nya untuk mewujudkan tujuan-Nya yang sempurna.
Kita semua sebagai orang Kristen dengan mudah mengakui pentingnya doa—terutama doa bagi mereka yang kita kasihi. Namun, sebagian besar, jika tidak semua, dari kita harus berjuang untuk benar-benar bisa mempraktikkan keyakinan ini. Kita tahu bahwa kita harus berdoa lebih sering daripada yang kita biasa lakukan, tetapi kita gagal melakukannya. Mungkin itu karena kita merasa bahwa Tuhan yang berdaulat tidak akan mendengarkan kita karena apa pun yang terjadi di alam semesta adalah tujuan akhir-Nya.
Martin Luther pernah mengeluh bahwa setiap kali ia mencoba berdoa, seolah-olah “seratus ribu rintangan sekaligus menghalangi” dan iblis sendiri berusaha memberikan segala macam alasan agar ia tidak berdoa. Terlalu sering, bahwa sekalipun saya berjuang untuk mengatasi banyak masalah yang muncul dalam hidup saya, dan saya membiarkan “alasan teologi” menghalangi saya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh. Saya harus mengakui bahwa saya sering bertindak seperti orang fatalis yang percaya kepada “takdir”. Dan saya kira banyak orang Kristen yang merasa seperti saya dalam hal ini.
Hal pertama yang perlu kita ingat adalah bahwa doa itu penting karena Tuhan berdaulat untuk menjawab doa kita menurut kebijaksanaan-Nya. Yesus Sendiri memberi tahu kita bahwa ini benar sekitar 9 kali dalam catatan Injil (lihat, misalnya, Matius 7:7-11; 18:19; 21:22; Markus 11:24; Lukas 11:1-13; Yohanes 14:13-14; 15:7; 15:16; dan 16:23); dan teladan-Nya sendiri dalam doa menunjukkannya berulang kali juga. Di luar Injil, kita melihat Yakobus dengan gamblang menyatakan bahwa alasan orang Kristen kekurangan secara langsung terkait dengan fakta bahwa mereka tidak berdoa (Yakobus 4:2); dan kita melihat Yohanes bersikeras bahwa “Tuhan mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” (1 Yohanes 5:14-15). Yang pasti, dalam setiap bagian ini, ada kualifikasi atau ketentuan yang diberikan: kita harus meminta “menurut kehendak-Nya” atau dalam nama Yesus, dan kita tidak boleh meminta “dengan cara yang salah, menghabiskannya untuk keegoisan kita.” Ketentuan ini seharusnya cukup untuk mencegah kita berasumsi bahwa doa kita akan selalu dijawab dengan “ya” terlepas dari apa yang kita minta.
Pada pihak yang lain, doa bukanlah lampu jin yang dapat kita gosok untuk memperoleh apa saja yang kita ingini. Namun, kita tidak boleh membiarkan pengertian ini membuat kita mati rasa dan mencegah kita untuk merasakan apa yang sebenarnya dikatakan Alkitab, yaitu bahwa Tuhan menjawab doa yang disampaikan dengan iman.
Hal kedua yang perlu kita ingat adalah bahwa doa itu penting karena kita semua menjalani kehidupan yang sibuk. Sering, karena kita sibuk, kita tidak berdoa sesering yang seharusnya. Kita mungkin merasa terlalu sibuk untuk berdoa. Namun, kita perlu diingatkan bahwa hidup kita sebenarnya terlalu sibuk, terlalu berat, untuk tidak berdoa. Hidup tanpa doa adalah hidup penuh risiko, semakin sibuk diri kita semakin perlu kita berdoa. Kita perlu mengingat bahwa Tuhan adalah Tuhan dan kita bukan. Dan kita perlu membawa kesibukan dan masalah kita—dan kesibukan serta masalah keluarga kita—kepada Tuhan dalam doa.
Hal ketiga yang perlu kita ingat adalah bahwa doa itu penting karena kita begitu mudah kehilangan fokus dalam hidup kita. Kita tidak dapat melihat puncak gunung karena melihat pepohonan di sekitarnya. Kita terjebak dalam kesibukan usaha dan kegiatan. Kita bahkan terjebak dalam pekerjaan yang nampaknya baik, seperti mempersiapkan khotbah. Mungkin kita terus-menerus berada dalam kesibukan, dan mungkin ketegangan, untuk merancang metode baru, rencana baru, organisasi baru untuk memajukan gereja dan mengamankan perluasan dan efisiensi kegiatan gereja.
Saat ini mungkin kita perlu diingatkan terus-menerus bahwa doa lebih penting daripada rencana, metode, program, dan kegiatan ini dan itu. Itu lebih penting karena Tuhan benar-benar menjawab doa, karena kita semua sibuk dan menderita selama hidup di dunia, dan karena Tuhan bekerja terutama di dalam dan melalui umat-Nya.