“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” 1 Korintus 10:13

Ayat di atas agaknya cukup populer dan sering dikhotbahkan. Walaupun demikian, mungkin itu dikaikan dengan hal menghadapi kesulitan dan masalah dalam hidup. Ini kurang tepat, karena kesulitan dalam hidup sehari-hari adalah apa yang sudah ditetapkan Tuhan sebagai hukuman atas Adam dan Hawa (dan kita, keturunan mereka) akibat kejatuhan ke dalam dosa (Kejadian 3: 17-19). Kita tidak dapat menghindari hal ini karena sudah ditetapkan Tuhan. Walaupun demikian, ayat di atas berguna untuk mengingatkan bagaimana kita harus bertindak dan memilih apa yang baik selama hidup di dunia yang sudah rusak ini.
Surat Paulus dalam 1 Korintus 10:1–13 menggambarkan bagaimana generasi orang Israel yang lolos dari Mesir dibimbing dan diberkati oleh Allah tetapi berulang kali, karena kesalahan mereka, jatuh ke dalam penyembahan berhala. Tuhan menghukum banyak dari mereka dengan keras, termasuk keharusan bagi sebagian orang Israel untuk mengembara di padang gurun sampai mati. Jemaat Korintus harus membaca contoh mereka sebagai peringatan karena dalam hidup mereka juga jatuh dari jalan Tuhan karena berpartisipasi dengan berhala. Kedudukan mereka di dalam Kristus tidak berarti bahwa mereka akan bebas dari godaan atau merasa bahwaTuhan tidak akan bertindak terhadap ketidaksetiaan kepada-Nya. Namun, godaan seperti itu umum terjadi terutama jika mereka tidak berhati-hati. Dalm hal ini, Tuhan selalu menyediakan anak-anak-Nya jalan untuk membebaskan diri dari dosa. Ini bukan berarti bahwa Tuhan secara langsung akan membebaskan mereka dari dosa.
Penyembahan berhala adalah dosa yang sangat serius. Paulus mengingatkan orang-orang Kristen di Korintus yang dipenuhi berhala tentang hal itu dengan merujuk pada sejarah orang Israel yang mengembara di padang gurun. Meskipun diberkati oleh Tuhan, sebagian dari mereka masih menyembah berhala. Banyak di antara mereka yang meninggal karenanya. Paulus memerintahkan para pembacanya untuk menjauh dari penyembahan berhala. Berpartisipasi dalam dosa dengan cara apa pun berarti berpartisipasi dengan setan. Perlu dicatat, Tuhan selalu menyediakan cara untuk menghindari dosa. Tapi, mereka tidak boleh mengajarkan siapa pun bahwa mereka menyetujui penyembahan berhala, bahkan dengan sengaja memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala. Pertanyaan pertama bagi mereka sebelum melakukan sesuatu harus selalu, ”Apakah ini akan memuliakan Tuhan?”
Perkataan Paulus dalam ayat sebelumnya mungkin menimbulkan kekhawatiran yang dapat dimengerti, bahkan bagi orang Kristen: “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (1 Korintus 10:12). Konteks dari komentar itu adalah menghindari dosa, dan tidak berasumsi bahwa keselamatan memberi kita kekebalan dari konsekuensi duniawi dari perilaku kita sendiri. Jika dikaitkan dengan komentar lain yang dibuat oleh Paulus (2 Korintus 13:5; Galatia 6:3), hal itu juga berfungsi sebagai peringatan bagi mereka yang sombong atau ceroboh tentang kedudukan mereka di dalam Kristus. Kesombongan atau kecerobohan bukan “takdir” yang tidak dapat dihindari manusia, melainkan adalah akibat adanya penyalahgunaan kebebasan yang diberikan Tuhan.
Godaan untuk mengabaikan Tuhan dan firman-Nya adalah bagian rutin dari kehidupan. Ini bisa dialami oleh semua orang, baik tua atau muda, kaya atau miskin, sehat atau sakit, berpendidikan tingi atau tidak. Keinginan kita untuk berbuat dosa sering terasa jauh lebih kuat daripada keinginan kita untuk melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan. Bagaimana jika kita tidak dapat menolaknya? Bagaimana jika, seperti yang secara keliru dikatakan sebagian orang, bahwa Tuhan menempatkan atau “menakdirkan” kita dalam posisi di mana penolakan tidak mungkin dilakukan: skenario di mana kita tidak punya pilihan lain, selain berbuat dosa? Atau, setidaknya, tidak ada harapan untuk menolak godaan? Apakah dalam keadaan seperti ini Tuhan tetap menuntut tanggung jawab kita?
Sebagai tanggapan pertama terhadap ketakutan semacam itu, Alkitab memberikan jaminan: mengatasi godaan apa pun sepenuhnya mungkin. Itu berlaku bagi setiap orang Kristen. Pertama, Paulus menunjukkan bahwa tidak seorang pun dari kita yang secara unik tergoda oleh dosa—dalam arti bahwa keinginan kita untuk berbuat dosa, apa pun bentuknya yang unik bagi kita, adalah hal yang umum dan biasa. Hal itu telah dialami oleh banyak orang lain dari generasi ke generasi. Kita tidak lebih rentan atau kurang rentan terhadap godaan daripada mereka yang datang sebelum kita atau berjalan bersama kita saat ini. Pengalaman godaan manusia adalah bagian dari apa yang membuat hubungan Kristus dengan kita menjadi hubungan kepercayaan dan harapan (Ibrani 4:14–16). Itu harus dihadapi oleh semua orang di dunia, tapi bagi orang Kristen bisa membawa keuntungan.
Kedua, Allah kita masih dan selalu bersama kita. Dia mengasihi semua umat-Nya. Dia tidak menunggu kita gagal; Dia siap membantu kita. Salah satu cara Dia membantu orang percaya adalah dengan secara aktif bekerja dalam hidup kita untuk menjauhkan kita dari godaan yang lebih besar dari apa yang dapat kita tolak. Kita mungkin tidak selalu percaya bahwa kita dapat mengatasi godaan, terutama jika kita hidup mengalami masalah hidup. Setan mungkin mendorong kita untuk melihat beberapa godaan sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak. Allah berjanji bahwa kita dapat, dengan kuasa Roh Kudus, menanggapi godaan apa pun dengan melawannya. Ini memerlukan kita untuk memilih memakai seluruh perlengkapan senjata Allah, yaitu perlengkapan yang digunakan dalam peperangan rohani melawan Iblis, seperti yang tercantum dalam Efesus 6.
“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan.” Efesus 6: 10-18
Akhirnya, Paulus menambahkan janji ini bahwa Allah akan selalu memberikan jalan keluar dari godaan apa pun yang ada di hadapan kita. Jika kita mau mencari jalan untuk mengatakan “tidak” kepada dosa apa pun yang memaksa kita, Allah berjanji kita akan menemukannya. Dalam beberapa kasus, itu mungkin berarti secara harfiah kita harus “melarikan diri” dari suatu situasi, seperti Yusuf yang melarikan diri dari istri tuannya (Kejadian 39:7–12). Pada kesempatan lain, Allah secara aktif bekerja untuk membantu mereka yang ada di dalam Kristus, yang ingin melakukan apa yang benar, agar berhasil. Ini bisa muncul sebagai intervensi-Nya dalam bentuk yang ajaib, yang membawa kemuliaan bagi-Nya.
Tentu saja, dengan kehendak bebas kita, kita dapat menolak bantuan Allah. Dalam menghadapi godaan, kita mungkin merasa “terpaksa” memilih untuk menurutinya dengan sengaja. Atau kita merasa Tuhan sedang mencobai kita melalui takdir-Nya yang tidak bisa ditolak. Jika begitu, pada akhirnya apa yang mungkin terjadi adalah inti dari semua dosa: kita membuat pilihan yang disengaja untuk melakukan sesuatu yang lain daripada yang Allah kehendaki (Roma 3:10). Semoga kita tetap tabah dalam menghadapi tantangan hidup dan bisa, dengan pertolongan Tuhan, mengalahkan semua godaan yang ada!