“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Galatia 6:7

Charles Millhuff, pengarang buku “Thunder Overhead: How a Little Boy Survived Chicago” menulis bahwa banyak situasi kehidupan manusia yang ditentukan oleh tiga pilihan dasar: disiplin yang dipilih untuk dijalani, orang-orang yang dipilih untuk berteman; dan, hukum yang dipilih untuk dipatuhi. Ini adalah kenyataan hidup karena banyak orang yang hidupnya morat-marit karena kurang adanya disiplin kehidupan, karena bergaul dengan orang-orang yang kurang baik, dan karena tidak mau menaati hukum.
Sekalipun catatan Charles Millhnuff di atas adalah pedoman untuk masyarakat umum, itu juga berlaku untuk umat Kristen. Pendeta Wyatt Graham pernah menulis: “Jika saya membuat daftar kebebasan orang-orang berdosa, saya akan berkata: Bebas untuk menyenangkan Tuhan? Tidak. Bebas untuk memilih di antara pilihan-pilihan? Ya. Bebas dalam arti umum, bukan robot? Ya.” Jelas bahwa selaku orang-orang pilihan Tuhan kita harus menggunakan kebebasan kita untuk mengabdi kepada Tuhan dengan cara yag sesuai dengan firman-Nya. Kita harus mempunyai disiplin untuk itu karena kita bukan robot-robot yang bisa secara otomatis dibuat menaati atau menolak firman Tuhan sejak kita dilahirkan.
Galatia 6 memuat petunjuk tentang bagaimana orang-orang yang bebas di dalam Kristus dan berjalan oleh Roh Allah, harus memperlakukan dengan baik satu sama lain. Orang Kristen harus memulihkan mereka yang terperangkap oleh dosa, dan kita harus menanggung beban satu sama lain. Hanya mereka yang menghasikan buah Roh Allah, melalui iman kepada Kristus, yang akan menuai hidup kekal. Orang percaya tidak boleh lelah berbuat baik bagi satu sama lain.
Galatia 6:1–10 berfokus pada bagaimana orang-orang di dalam Kristus harus berinteraksi satu sama lain melalui kuasa Roh Allah. Kita harus menolong mereka yang terperangkap dalam dosa dengan kelembutan dan kerendahan hati, dan kita harus saling membantu dalam menghadapi tantangan hidup. Karena itu, orang Kristen harus jujur kepada diri sendiri tentang apa yang Allah sudah lakukan melalui kita. Kita perlu bertanggung jawab atas apa yang telah Ia minta agar kita mau bertanggung jawab. Karena hidup kekal datang dari penanaman Roh Allah melalui iman kepada Kristus, dan bukan melalui perbuatan daging, kita harus terus berbuat baik. Hasil panen akan menunjukkan bahwa kita telah menanam dengan baik atau tidak.
Paulus telah mendorong orang Kristen untuk menjalani hidup yang ditandai oleh buah Roh (Galatia 5:19-25), dan untuk saling mendukung dalam pergumulan hidup (Galatia 6:1-5). Kekristenan adalah tentang kasih karunia Allah. Dia memberi kita hal-hal baik yang tidak akan pernah bisa kita peroleh dengan usaha kita sendiri. Dalam dosa kita, kita pantas menerima kematian dan penderitaan. Sebaliknya, dalam Kristus, Allah memberi kita hidup dan tujuan. Dalam hukum Kristus kita mengenal pentingnya kasih kepada Tuhan dan kepada sesama kita.
Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:37-40
Seperti yang dinyatakan Paulus dengan jelas dalam ayat di atas, kasih karunia Allah tidak menghilangkan prinsip-prinsip pilihan dan konsekuensi. Dalam hidup ini, keputusan kita akan membawa serta hasil yang wajar. Kita tidak boleh berbohong kepada diri kita sendiri, bahwa karena kasih karunia Allah dan pengampunan dosa-dosa kita, kita tidak akan menderita kerugian apa pun jika kita terus hidup dalam dosa dan mengabaikan hukum Kristus. Mempercayai hal seperti itu berarti mengejek Allah, meremehkan pengorbanan Yesus untuk dosa kita di kayu salib. Mengajarkan hal seperti itu kepada orang lain berarti menghujat Allah yang mahasuci dan merendahkan firman-Nya.
Sampai sekarang, “tanaman” yang kita hasilkan antara saat hidup dan saat kematian kita juga ditentukan oleh “benih” yang kita tanam di sepanjang jalan. Hukum sebab akibat (JIKA-MAKA) alamiah Allah masih berlaku, baik bagi orang percaya maupun orang yang tidak percaya. Apa yang kita lakukan dalam hidup ini penting, bahkan melampaui pertanyaan apakah kita akan melihat surga atau tidak. Dalam kekekalan, pilihan kita akan tercermin dalam pahala surgawi kita, bagi mereka yang diselamatkan (1 Korintus 3:12–15; 2 Korintus 5:10), atau hukuman kekal bagi mereka yang tidak diselamatkan (Wahyu 20:11–14).
“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.” Galatia 2:20-21