Hidup orang Kristen bukan biasa-biasa saja

“Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang. Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.” Ibrani 6: 10-12

Sudah berapa lama Anda menjadi orang Kristen? Bagaimana kemajuan rohani yang Anda rasakan selama ini? Atau, apakah Anda kmasih mengharapkan sesuatu dari Tuhan di Tahun Baru yang mendatang? Seperti seorang anak yang mengharapkan hadiah Natal dari orang tuanya, mungkin kita mengharapkan adanya kemajuan rohani dari Tuhan. Tetapi, sebelum mengharapkan sesuatu, baiknya kita memahami apa arti harapan itu.

Kita bisa menggunakan kata harapan setidaknya dalam tiga cara berbeda:

  • Harapan adalah keinginan untuk sesuatu yang baik di masa depan. Anak-anak mungkin berkata, “Saya harap ayah pulang lebih awal malam ini sehingga kita bisa bermain bola setelah makan malam sebelum rapatnya.” Dengan kata lain, mereka menginginkannya pulang lebih awal sehingga mereka dapat mengalami hal yang baik ini, yaitu bermain bersama setelah makan malam.
  • Harapan adalah hal baik di masa depan yang kita dambakan. Kita berkata, “Harapan kita adalah Jim akan tiba dengan selamat.” Dengan kata lain, kedatangan Jim dengan selamat adalah tujuan dari harapan kita.
  • Harapan adalah alasan mengapa keinginan kita benar-benar dapat terwujud. Kita berkata, “Angin yang baik adalah satu-satunya harapan kita untuk tiba tepat waktu.” Dengan kata lain, angin yang baik adalah alasan kita dapat, pada kenyataannya, untuk mencapai kebaikan di masa depan yang kita dambakan. Itulah satu-satunya harapan kita.

Jadi harapan bisa digunakan dalam tiga pengertian:

  • Keinginan akan sesuatu yang baik di masa depan,
  • Hal di masa depan yang kita inginkan, dan
  • Dasar atau alasan untuk berpikir bahwa keinginan kita memang dapat terpenuhi.

Ketiga pengertian di atas bersangkutan dengan Ibrani 6:10-12.

Ibrani 6 menguraikan bahaya iman yang dangkal dan belum dewasa. Iman yang dangkal yang tidak mempunyai harapan yang kuat bisa memunculkan risiko keraguan, keputusasaan, dan ketidaktaatan dalam hidup orang Kristen. Hal ini mengarah pada situasi di mana satu-satunya harapan seseorang untuk pemulihan posisinya di hadapan Tuhan yang mahasuci adalah melalui penghakiman, seperti yang dialami Israel selama empat puluh tahun di padang gurun. Orang yang sedemikian hanya bisa berharap bahwa Tuhan akan berbelaskasihan kepadanya ketika ia menghadap Dia. Hidup tanpa harapan tentunya adalah hidup yang tidak berbahagia, dan karena itu banyak orang Kristen yang tidak mau memikirkan konsekuensi cara hidupnya. Hidup sekarang untuk dinikmati, hidup yang berikutnya terserah pada Tuhan.

Penulis Ibrani telah mengkritik orang Kristen Ibrani karena kurangnya kedewasaan rohani mereka, dan memperingatkan mereka tentang bahaya serius yang ditimbulkan oleh iman yang dangkal seperti itu. Hidup kerohanian mereka pada saat itu tidak boleh dianggap sudah maksimal atau optimal. Penulis di sini adalah untuk mendorong mereka agar terus bertumbuh—bukan untuk menakut-nakuti atau mengintimidasi mereka. Ayat-ayat berikutnya memang menyoroti alasan semua orang Kristen dapat memakai iman mereka dengan percaya diri. Karena harapan kita berlabuh pada sifat Allah yang terbukti, tidak berubah, sempurna, dan mutlak, kita seharusnya percaya diri dan tekun, daripada takut atau menjauhkan diri. Allah tidak akan melupakan mereka yang senantiasa berharap kepada-Nya.

Gagasan bahwa Allah benar-benar adil dalam sikap-Nya terhadap perbuatan baik orang Ibrani merupakan pratinjau dari bagian selanjutnya. Orang-orang yang dikritik karena tidak dewasa secara rohani, dan dalam bahaya “murtad,” pada saat yang sama menerima kasih yang sangat besar seperti kasih Kristus bagi orang lain. Ini adalah poin yang berguna untuk diingat ketika membahas kedewasaan rohani. Menurut bagian ini, seseorang dapat menjadi Kristen, melayani Allah, mengasihi orang lain dengan perbuatan baik, namun masih mengalami berbagai masalah kerohanian karena pendekatan yang tidak dewasa terhadap kebenaran Kristen. Maksud penulis di sini tentu saja bukan untuk mengabaikan kasih dan pelayanan, tetapi juga tidak dimaksudkan untuk meredakan ancaman “kemurtadan.” Pelayanan kepada Tuhan adalah hal yang baik, dan tanda ketulusan. Namun, penting untuk mengasihi kebenaran, dan bertumbuh dalam hikmat, sama pentingnya dengan menjalankan kasih kita kepada orang lain.

Seperti dalam semua contoh Perjanjian Baru lainnya, istilah “orang kudus” adalah referensi umum untuk semua orang Kristen yang diselamatkan. Ini bukan kategori khusus pahlawan agama. Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa kita tidak dapat memperoleh keselamatan melalui perbuatan baik (Titus 3:5; Roma 11:6), tetapi kita dipanggil untuk mengusahakannya (Matius 5:16; Ibrani 10:24; Yakobus 3:13). Demikian pula, kita tidak dapat kehilangan keselamatan kita (Yohanes 10:28–30), tetapi kita tetap diperingatkan terhadap bahaya “jatuh” ke dalam keraguan atau ketidaktaatan (Ibrani 6:1–8) yang bisa membawa penderitaan dan masalah bagi kita dan sesama.

Tujuan ayat-ayat di atas bukanlah agar kita membayar penebusan kita sendiri, atau berusaha menghindari kehilangan keselamatan. Sebaliknya, ayat-ayat seperti ini adalah tentang bagaimana kita, sebagai orang yang tidak sempurna, memahami iman kita sendiri. Bertumbuh dalam pelayanan, seperti bertumbuh dalam kebenaran, memberi kita bukti yang meyakinkan bahwa kita mengikuti kehendak Tuhan. Ayat 10 juga mengaitkan keyakinan ini dengan karakter Tuhan. Karena Tuhan benar-benar adil—atau “adil”—tidak diragukan lagi bahwa Dia akan mengakui perbuatan baik dan kerja keras umat-Nya. Pengingat ini menetapkan tema ayat-ayat terakhir dalam pasal 6: bahwa kepercayaan kita kepada Tuhan aman karena Dia tidak berubah dan tidak mungkin berdusta.

Ibrani 6:12 mengubah nada dari peringatan yang tidak menyenangkan di ayat 6-8 menjadi pandangan yang lebih meyakinkan. Perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang Kristen Yahudi yang dianiaya ini merupakan bukti yang baik bahwa mereka memiliki iman yang tulus dan hidup. Namun, bahkan dalam kepastian itu, masih ada ruang untuk perbaikan dan pengajaran. Secara khusus, para pembaca perlu mengejar pertumbuhan dalam rasa harapan mereka—kepercayaan, ketergantungan, dan keyakinan mereka—untuk sepenuhnya memenuhi panggilan mereka.

Hari ini kita mendapat peringatan tentang kemalasan dalam pendekatan kita terhadap kebenaran Kristen. Hari Natal dan Tahun Baru adalah kesempatan baik untuk mengingatkan kita akan adanya harapan masa depan. Kesempatan bagi kita untuk menjalani hidup dalam Kristus. Peringatan Kristus adalah tentang kemalasan dalam pendekatan kita terhadap harapan kita sendiri. Anda memang yakin mempunyai harapan? Jika betul, apakah yang selama ini sudah Anda usahakan untuk Tuhan, sesama dan diri Anda sendiri?

Kita perlu menjaga kepercayaan kita kepada Kristus, khususnya di dunia yang menyerangnya dan menganiaya orang percaya. Daripada menempatkan diri kita pada risiko “murtad,” dalam arti menjadi orang Kristen duniawi, kita perlu tekun berpegang pada man kita. Hidup kerohanian yang baik tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan kita, tetapi untuk mempertahankan keyakinan kita bahwa kita mengikuti kehendak Tuhan. Itulah kunci pengharapan kita akan masa depan yang akan kita lewatkan bersama Kristus dan orang-orang percaya lainnya di surga. Itulah kunci kebahagiaan selama hidup di dunia.

Tinggalkan komentar