Memasuki tahun baru, Allah tahu isi hati kita

Lalu Ia berkata kepada mereka: ”Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.” Lukas 16:15

Tahun 2025 adalah tahun baru yang mungkin memberi kita kesempatan untuk memperoleh apa yang lebih dari apa yang sudah kita capai pada tahun yang lalu. Jika itu berarti bahwa kita akan berusaha mencapai penghasilan, kesuksesan, kedudukan, keuangan, dan kesehatan yang lebih baik, kita termasuk sebagian dari kebanyakan orang yang mempunyai harapan dan rencana yang serupa setiap memasuki tahun baru. Walaupun demikian, banyak juga orang yang bertekad untuk menjadi orang yang lebih baik dalam hal kerohanian. Ini bukanlah hal yang mudah dicapai karena apa yang baik untuk manusia, belum tentu dipandang baik oleh Tuhan.

Saat mengajar murid-murid-Nya dan menegur orang-orang Farisi, Yesus memberikan beberapa pelajaran tentang kekayaan dan pengabdian kepada Tuhan. Lukas 16:14–18 menyingkapkan hubungan yang menyimpang antara hati manusia, hukum Taurat, dan kerajaan Allah yang dimiliki orang Farisi. Mereka begitu mencintai uang, sehingga menolak pernyataan Yesus tentang hubungan yang bertentangan antara mengejar kekayaan dan mengikuti Allah. Yesus menunjukkan bahwa ini adalah masalah yang bersumber dari hati mereka, bukan karena adanya Hukum Taurat.

Keadaan serupa terjadi pada zaman ini, dengan adanya perbedaan antara cara hidup Kristen kedagingan dan cara hidup orang Kristen sejati. Penyebab perbedaan ini bukan karena adanya Alkitab yang menuntut kita untuk hidup baik, tetapi karena apa yang ada dalam hati orang percaya, yaitu dosa. Lukas 16 adalah kumpulan ajaran tentang bagaimana orang-orang yang mengutamakan hal-hal duniawi, khususnya uang, menunjukkan bahwa mereka tidak mengasihi Tuhan. Orang-orang Farisi sangat mencintai uang tetapi mengaku mengasihi Tuhan. Yang dapat mereka lakukan hanyalah mengejek Yesus, mencoba mendiskreditkan-Nya di hadapan para murid-Nya (Lukas 16:14). Pada zaman ini, orang Kristen duniawi berbuat hal yang serupa dengan mengaku percaya kepada Tuhan tetapi mengabaikan perintah Tuhan untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, segenap jiwa dan dengan segenap akal budi kita (Matius 22:37-40).

Yesus menyatakan orang Farisi mencoba membenarkan diri mereka di hadapan manusia. Seperti orang Kristen yang rajin ke gereja setiap minggu tetapi menjalani hidup yang salah, mereka mencoba meyakinkan orang lain dan diri sendiri bahwa mereka adalah orang yang saleh, sekalipun mereka sebenarnya hanya berpura-pura. “Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.” (Matius 23:5–7).

Yesus juga menceritakan perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9–14). Seorang pemungut cukai yang dibenci masyarakat berdoa kepada Tuhan, meratapi dosanya dalam pertobatan yang rendah hati. Seorang Farisi di dekatnya berdoa agar semua orang mendengar, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Lukas 18:11–12). Menurut Yesus, pemungut cukai yang mencari nafkah dengan memeras uang dari orang lain justru dibenarkan oleh Tuhan – bukan orang Farisi. Ini mengherankan. Mengapa demikian?

Perlu kita sadari bahwa setiap manusia sudah berdosa dan tidak layak di hadapan Allah (Roma 3:23). Karena itu, setiap manusia tidak dapat memperbaiki diri mereka dengan usaha sendiri atau melalui keberhasilan yang mereka capai. Hanya Tuhan yang bisa menerima atau menolak manusia. “Pembenaran” Tuhan adalah keadaan manusia yang dinyatakan benar oleh Dia. Itu adalah keputusan dan pernyataan Tuhan yang sesuai dengan adanya iman dan pertobatan kita.

Ketika Yesus berkata, “Allah mengetahui hatimu” dalam Lukas 16:15, Ia berbicara kepada orang-orang Farisi yang menjalani kehidupan ganda. Secara lahiriah, mereka mencari persetujuan publik. Mereka nampaknya berusaha keras untuk mengikuti semua aturan agama dan berusaha keras untuk membuat orang lain terkesan sehingga mereka tampak saleh dan bijaksana. Namun, Allah mengetahui hati mereka. Ia melihat apa yang ada di dalam hati mereka melalui penampilan mereka yang palsu dan saleh.

Orang Farisi tidak dapat dinyatakan benar berdasarkan pekerjaan dan karakter mereka sendiri. Pekerjaan mereka justru membuktikan bahwa karakter mereka berasal dari iblis; mereka adalah pendusta dan kebenaran tidak ada di dalam mereka (Yohanes 8:44). Memang Yesus pernah mengemukakan dua dosa yang dianggap sebagai kekejian dalam Perjanjian Lama: ketidaksetiaan dengan uang (Ulangan 25:13–16; Lukas 16:10–13) dan ketidaksetiaan dalam pernikahan (Ulangan 24:4; Lukas 16:18).

Lukas menyebut orang-orang Farisi ini sebagai “pencinta uang” (Lukas 16:14), dan Yesus berkata kepada mereka, “Kamu suka tampil benar di depan umum, tetapi Allah mengetahui hatimu. Apa yang dihormati dunia ini adalah kekejian bagi Allah” (Lukas 16:15). Yesus baru saja selesai mengajar tentang kekayaan dan harta benda (Lukas 16:1–13). Ia menutupnya dengan peringatan tajam ini kepada orang-orang yang mencoba menjalani kehidupan ganda: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Sebab jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Lukas 16:13).

Allah tahu bahwa, di dalam hati orang-orang Farisi, mereka mengabdi kepada uang. Mereka hanya bermurah hati dengan uang mereka pada acara-acara umum ketika orang lain dapat melihat mereka memberi. Meskipun mereka sangat religius, mereka memupuk nilai-nilai yang tidak bertuhan seperti orang-orang duniawi yang tidak percaya. Mereka bahkan mengklaim bahwa kekayaan mereka adalah upah Allah atas kehidupan mereka yang benar (Lukas 18:9-11). Namun, Yesus dengan keras mengkritik kesalehan lahiriah mereka: “Hati-hatilah, supaya kamu jangan melakukan kebenaran di depan orang lain supaya dilihat mereka. Sebab jika kamu melakukannya, kamu tidak akan memperoleh upah dari Bapamu yang di sorga. Karena itu, apabila kamu memberi kepada orang yang membutuhkan, janganlah kamu memberitakannya dengan terompet, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di jalan-jalan, supaya kamu dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, mereka telah menerima upah mereka dengan penuh. Tetapi ketika kamu memberi kepada orang yang membutuhkan, jangan biarkan tangan kirimu mengetahui apa yang diperbuat tangan kananmu, supaya pemberianmu itu tersembunyi. Maka Bapamu, yang melihat perbuatan-perbuatan yang tersembunyi, akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:1–4).

Allah menegur para pemimpin agama ini karena keserakahan, pemanjaan diri, dan kemunafikan mereka: “Celakalah kamu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalamnya penuh dengan keserakahan dan kesenangan. Hai orang Farisi yang buta! Bersihkanlah dahulu bagian dalam dari cawan dan pinggan, maka bagian luarnya juga akan bersih. . . . Kamu seperti kuburan yang dicat putih, yang bagian luarnya tampak indah tetapi bagian dalamnya penuh dengan tulang-tulang orang mati dan segala sesuatu yang najis” (Matius 23:25–27).

Orang Farisi membuktikan bahwa penampilan yang baik bisa menipu mata orang lain. Tetapi, tindakan mereka tidak sesuai dengan siapa mereka sebenarnya di dalam hati mereka. Dalam Alkitab, “hati” mengacu pada kehidupan moral dan spiritual/rohani seseorang. Jika hati kita terisi hal yang baik, kita akan mempunyai kehidupan moral dan rohani yang diminta Tuhan kepada setiap pengikut-Nya.

Pagi ini, kita harus sadar bahwa tantangan Yesus kepada para pemimpin munafik ini sama halnya bagi para pengikut-Nya saat ini. Dalam tahun yang baru ini, kita harus berhati-hati untuk tidak hanya memuliakan Tuhan dengan bibir kita sementara kita hidup seperti orang Kristen duniawi karena hati kita jauh dari-Nya (Matius 15:8; Yesaya 29:13). Kita perlu berfokus untuk membersihkan bagian dalam rumah rohani kita, menangani sikap berdosa dan motif yang salah arah yang sudah kita lakukan pada tahun yang lalu.

“Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” Lukas 6:45

Tinggalkan komentar