“Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.” 1 Petrus 3:13-14

Saya yakin Anda pernah membaca pengalaman Ayub (Ayub 1-4). Ayub, seorang yang saleh dan takut akan Tuhan, pernah mengalami cobaan dan penderitaan yang berat. Ayub kehilangan semua hartanya, anak-anaknya meninggal, dan ia menderita penderitaan fisik yang luar biasa.
Di tengah penderitaannya, Ayub dikunjungi oleh tiga orang sahabat. Meskipun sahabat-sahabat Ayub bermaksud menghiburnya, mereka menuduhnya melakukan dosa pelanggaran hukum Tuhan. Pada pihak yang lain, istri Ayub menganjurkan dia untuk menanggalkan imannya. Hal-hal ini ini bukannya meringankan penderitaan Ayub, tetapi justru membuat Ayub mengalami apa yang bisa membuat dia kuatir, marah, dan takut. Orang-orang yang seharusnya berpihak kepada dia, sekarang ternyata meninggalkan dia sendirian dalam penderitaannya.
“Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.” Ayub 3: 25-26,
Kita tidak dapat membayangkan betapa besarnya penderitaan Ayub. Bagi kebanyakan orang, pengalaman pahit dalam hidup yang tidak bisa dibandingkan dengan pengalaman Ayub bisa saja menghancurkan atau mengakhiri hidup mereka. Lalu, bagaimana Ayub bisa survive di tengah orang-orang yang tidak bisa dan tidak mau mendukungnya? Bagaimana kita bisa tetap berdiri teguh jika teman, saudara seiman atau sanak keluarga justru memusuhi kita?
Kita tahu bahwa hidup di dunia penuh dengan masalah dan penderitaan. Walaupun demikian, setiap orang tentunya tetap ingin dan berusaha untuk bisa hidup tenang dan damai sekalipun itu tidaklah mudah untuk dicapai. Dari banyak hal yang bisa membantu usaha kita untuk mencari kedamaian, ada tiga hal yang penting yang bisa kita tiru dari Ayub: tidak kuatir, tidak marah dan tidak takut dalam menjalani hidup sehari-hari.
Pesan 1 Petrus 3:8–22 ditujukan kepada semua orang percaya, memerintahkan orang Kristen untuk bersatu dan menolak membalas dendam ketika disakiti. Petrus mengutip dari Daud dan Yesaya untuk menunjukkan bahwa umat Tuhan selalu dipanggil untuk menolak kejahatan dan berbuat baik. Ini benar bahkan ketika kita menderita. Bahkan, seperti Ayub, mungkin kehendak Tuhan bagi umat-Nya untuk menderita, sebagian, untuk menunjukkan kuasa-Nya. Selain itu, teladan kita yang baik dapat meyakinkan orang lain agar bertobat. Allah bermaksud menggunakan tanggapan kita yang penuh harapan terhadap penderitaan, untuk memancing dunia agar melihat kuasa-Nya di dalam diri kita. Kristus juga menderita dan kemudian mati, dibangkitkan, dan naik ke surga.
Ayat 1 Petrus 3:13 melanjutkan ajaran Petrus kepada orang Kristen tentang hidup rukun dengan sesama (1 Petrus 3:8). Kita harus menolak untuk membalas dendam ketika disakiti, tetapi sebaliknya berbuat baik kepada mereka yang menyakiti atau menghina kita (1 Petrus 3:9). Ayat sebelumnya mengungkapkan bahwa Allah memperhatikan orang benar, bahkan di tengah penganiayaan mereka. Ia memperhatikan keadaan mereka. Ia mendengarkan doa-doa mereka. Dan wajah-Nya menentang mereka yang berbuat jahat kepada mereka.
Di sini, Petrus mengajukan pertanyaan yang tampaknya aneh: siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Pertanyaan ini dapat dibaca dalam dua cara. Pertama, mereka yang ingin bersabar dan berbuat baik, bahkan kepada mereka yang menyakiti mereka, cenderung tidak akan diperlakukan dengan buruk. Tentu saja, di sebagian besar waktu dan tempat, itu benar. Kesabaran dan perbuatan baik kita kepada orang lain jarang membangkitkan keinginan mereka untuk menyakiti kita. Sebaliknya, kemarahan dan keinginan kita untuk membalas dendam justru akan memperburuk suasana.
Namun, seperti yang akan dikatakan Petrus dalam ayat berikutnya, orang Kristen mungkin masih menderita bahkan ketika mereka ingin dan mau berbuat baik. Terkadang, kita dapat menderita karena kita berbuat baik dalam nama Yesus. Pernyataan ini kemungkinan besar berarti bahwa orang Kristen—umat yang diselamatkan dan dipisahkan dari orang dunia oleh Tuhan, yang dijamin oleh-Nya untuk selamanya—tidak dapat benar-benar disakiti oleh siapa pun. Dengan kata lain, orang Kristen mungkin terluka atau bahkan terbunuh demi Yesus dalam hidup ini, tetapi tidak seorang pun dapat mengambil apa pun dari kita yang benar-benar berarti. Semua itu aman di tangan Bapa kita selamanya.
Sebagai orang Kristen, kita mungkin mengalami penderitaan karena perlakuan orang lain,seperti Ayub. Orang yang lain, yang membaca perkataan Petrus hari ini, mungkin sedang menderita karena iman mereka dan semangat mereka untuk memertahankan kebenaran Kristus. Petrus sendiri dianiaya dan dibunuh demi Kristus. Orang Kristen mungkin saja menderita demi kebenaran. Orang Kristen yang ingin melakukan perbuatan baik atas nama Yesus, pada kenyataannya, mungkin saja dicelakai atau dimusuhi karena alasan itu. Ini bukan hanya terjadi dalam masyarakat umum, tetapi juga dalam lingkungan kelurga dan bahkan gereja.
Bagaimana perpektif kita dalam menghadapi penderitaan dalam hidup bermasyarakat? Sejauh ini dalam suratnya, Petrus telah menjelaskan beberapa hal dengan sangat jelas. Orang Kristen memiliki masa depan yang aman dan berlimpah bersama Bapa dalam kekekalan. Orang Kristen dipanggil untuk hidup berbeda dari dunia. Kita harus menjalani kehidupan yang baik, sekarang, demi Yesus. Yesus, teladan kita, menderita demi kebaikan kita, jadi kita tidak perlu heran untuk menderita demi Dia. Bahkan, dalam ayat ini, Petrus menulis bahwa menderita dengan cara seperti itu berarti diberkati. Itu adalah hak istimewa dari orang Kristen sejati untuk bisa merasakan apa yang dialami Kristus.
Pagi ini, sebagai orang Kristen kita dipanggil untuk menolak naluri alami kita untuk takut kepada mereka yang mungkin sering menyakiti kita karena iman kita kepada Kristus. Kita diperintahkan untuk menolak kecemasan kita akan masa depan kita. Selain itu, kita dipanggil untuk bersabar dalam penderitaan sambil memadamkan kemarahan kita kepada orang lain dan kepada Tuhan.