Berdoa tanpa henti adalah bernapas untuk hidup

“Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” 1 Tesalonika 5:17.

Kitab 1 Tesalonika pasal 5 secara umum menegaskan kembali bahwa peristiwa “pengangkatan” akan terjadi dengan cepat, sehingga mereka yang tidak percaya tidak akan siap. Sebaliknya, Paulus menggambarkan orang-orang Kristen yang setia sebagai mereka yang sadar dan selalu siap untuk peristiwa ini. Bagian ini menggunakan kontras antara siang dan malam untuk menyoroti perbedaan-perbedaan tersebut. Paulus juga melengkapi suratnya dengan memberikan berbagai petunjuk praktis. Petunjuk-petunjuk ini mencakup perlunya bersikap damai, bekerja keras, dan saling memaafkan dalam menghadapi peristiwa ilahi yang sangat signifikan itu. Paulus juga menganjurkan doa yang terus-menerus dan sikap penuh sukacita dalam kehidupan orang percaya, sebelum menutup suratnya dengan perintah agar surat ini dibacakan dengan suara keras.

Pengangkatan adalah sebuah istilah dalam eskatologi Kristen, yaitu sebuah peristiwa akhir zaman di mana semua orang percaya yang hidup, bersama dengan orang percaya yang dibangkitkan, akan naik “ke awan-awan, untuk bertemu dengan Allah di udara”. Istilah ini berasal dari surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Tesalonika dalam Alkitab, dimana Paulus menggunakan kata Yunani harpazo (bahasa Yunani Kuno: ἁρπάζω), yang berarti “mengambil” atau “merebut”, dan menjelaskan bahwa orang yang percaya dalam Yesus Kristus akan diambil dari bumi ke atas.

Hal pengangkatan terutama dilukiskan dalam 1 Tesalonika 4:13–18 yang menggambarkan bagaimana Allah membangkitkan semua orang percaya yang telah meninggal, memberi mereka tubuh baru yaitu tubuh kemuliaan, dan kemudian meninggalkan dunia ini bersama dengan orang-orang percaya yang masih hidup, yang juga telah diberi tubuh kemuliaan. Sehubungan dengan itu, dalam 1 Tesalonika 5:12–22 Paulus memberikan serangkaian nasihat kepada jemaat di Tesalonika. Sebagai anak Tuhan yang menantikan kedatangan-Nya kembali, mereka yang mengaku percaya perlu hidup benar. Sebagai jemaat, mereka perlu berhubungan baik dengan para pemimpin mereka. Paulus juga meminta mereka untuk memperlakukan semua rekan seiman mereka dengan baik dan sabar serta berbuat baik satu sama lain. Ini berdeda dengan pendapat sebagian orang Kristen yang tidak mempedulikan cara hidup yang baik karena sudah yakin akan keselamatan mereka atau percaya bahwa karunia Tuhan akan makin besar kepada orang yang makin berdosa (Roma 6:15).

Paulus menasihati orang-orang percaya untuk selalu bersukacita dan terus berdoa. Ucapan syukur yang terus-menerus sekalipun mengalami hidup yang penuh tantangan harus menjadi penanda kehidupan mereka. Lebih jauh, Paulus memberi tahu para pembacanya untuk tidak memadamkan Roh Kudus atau bersikap negatif terhadap pelayanan kenabian. Akan tetapi, mereka diharapkan untuk tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang telah mereka uji dan mencari kebenarannya. Terakhir, Paulus mengarahkan para pembacanya untuk menghindari segala jenis kejahatan.

Dalam ayat 17 Paulus mendorong jemaat di Tesalonika untuk berdoa terus-menerus. Tentu saja, ini tidak berarti berdoa setiap saat, siang malam tanpa berhenti. Sebaliknya, ini berarti bahwa kita harus giat berdoa, dan sering berbicara kepada Tuhan dalam doa yang sungguh-sungguh dan penuh dedikasi. Bahkan di tengah-tengah pencobaan, orang percaya harus menyadari nilai yang tak terukur dalam memelihara persekutuan dengan Tuhan melalui doa yang sering dipanjatkan. Mereka percaya bahwa Tuhan ikut bekerja dalam keadaan apa pun untuk mendatangkan apa yang baik bagi umat-Nya.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Roma 8:28

Yesus adalah contoh utama tentang apa artinya berdoa terus-menerus. Ia mengajar murid-murid-Nya untuk berdoa (Matius 6:5-13). Ia berdoa sebelum memberi makan lima ribu orang (Matius 14:19-21). Ia berdoa ketika Ia memberkati anak-anak (Matius 19:13). Ia berdoa di pagi hari (Markus 1:35) dan di malam hari (Markus 6:45-47). Ia berdoa untuk murid-murid-Nya dan untuk semua orang percaya berikutnya (Yohanes 17). Ia berdoa di Taman Getsemani (Matius 26:36-42). Ia berdoa dari kayu salib (Lukas 23:34).

Rasul Paulus juga berdoa terus-menerus. Ia berdoa dari penjara pada tengah malam (Kisah Para Rasul 16:25). Ia berdoa setelah memberikan perintah kepada para penatua gereja di Efesus (Kisah Para Rasul 20:36). Ia berdoa di Malta (Kisah Para Rasul 28:8). Ia berdoa untuk Israel (Roma 10:1). Ia berdoa untuk gereja-gereja (Roma 1:9; Efesus 1:16; Filipi 1:4; Kolose 1:3–12).

Doa adalah percakapan berkelanjutan dengan Tuhan, tidak hanya terbatas pada waktu atau tempat tertentu. Doa merupakan cara untuk menumbuhkan kesadaran terus-menerus akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Mengapa ini penting? Nasihat Paulus merupakan nasihat praktis dan rohani, khususnya bagi orang Kristen awal yang menghadapi penganiayaan. Ini dapat membantu orang percaya menyelaraskan tindakan mereka dengan apa yang mereka dengar dari Tuhan, dan dapat membantu orang percaya untuk memiliki hati yang bersedia menaati Tuhan.

Ketika pikiran kita berubah menjadi kekhawatiran, ketakutan, keputusasaan, dan kemarahan, kita harus dengan sadar dan cepat mengubah setiap pikiran menjadi doa dan setiap doa menjadi ucapan syukur. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus memerintahkan kita untuk berhenti merasa cemas dan sebaliknya, menyampaikan segala hal keinginan kita kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Filipi 4:6

Ia mengajar jemaat di Kolose untuk bertekun dalam “berdoa, berjaga-jaga sambil mengucap syukur” (Kolose 4:2). Paulus menasihati jemaat di Efesus untuk melihat doa sebagai senjata yang digunakan dalam berperang dalam peperangan rohani (Efesus 6:18). Saat kita menjalani hari, doa seharusnya menjadi respons pertama kita dalam menghadapi setiap situasi yang menakutkan, setiap pikiran yang mencemaskan, dan setiap tugas yang tidak kita inginkan yang diperintahkan Tuhan. Kurangnya doa akan menyebabkan kita bergantung pada diri kita sendiri dan bukannya bergantung pada kasih karunia Tuhan.

Doa yang tak henti-hentinya, pada hakikatnya, adalah ketergantungan dan persekutuan yang terus-menerus dengan Bapa. Bagi orang Kristen, doa seharusnya seperti bernapas. Anda tidak perlu berpikir untuk bernapas karena atmosfer memberi tekanan pada paru-paru Anda dan pada dasarnya memaksa Anda untuk bernapas. Itulah sebabnya menahan napas lebih sulit daripada bernapas. Demikian pula, ketika kita dilahirkan dalam keluarga Allah, kita memasuki atmosfer rohani di mana kehadiran dan kasih karunia Allah memberi tekanan, atau pengaruh, pada kehidupan kita. Doa adalah respons normal terhadap tekanan itu. Sebagai orang percaya, kita semua telah memasuki atmosfer ilahi untuk menghirup udara doa yang menyegarkan.

Sayangnya, banyak orang percaya menahan “napas rohani” mereka untuk waktu yang lama, merasa bahwa saat-saat singkat bersama Allah sudah cukup untuk memungkinkan mereka bertahan hidup. Namun, pembatasan asupan rohani mereka tersebut selalu disebabkan oleh keinginan dosa yang mementingkan diri sendiri. Faktanya adalah bahwa setiap orang percaya harus terus-menerus berada di hadirat Allah, terus-menerus menghirup kebenaran-Nya, agar berfungsi sepenuhnya.

Lebih mudah bagi orang Kristen untuk merasa aman dengan berasumsi bahwa mereka adalah domba-domba yang baik. Terlalu banyak orang percaya yang merasa puas dengan berkat-berkat jasmani dan kurang menginginkan berkat-berkat rohani. Ketika program, metode, dan uang menghasilkan hasil yang mengesankan, ada kecenderungan untuk mengacaukan keberhasilan manusia dengan berkat ilahi. Bila hal itu terjadi, kerinduan yang mendalam kepada Tuhan dan kerinduan akan pertolongan-Nya akan hilang. Doa yang terus-menerus, tekun, dan tak henti-hentinya merupakan bagian penting dari kehidupan Kristen dan mengalir dari kerendahan hati dan ketergantungan kepada Tuhan.

Pagi ini, firman Tuhan mengingatkan kita bahwa bagaimana kita bisa menghadapi tantangan hidup bergantung pada kedekatan kita kepada Tuhan. Sekalipun kita mengakui bahwa Tuhan mahakuasa, tetapi kita tidak mau untuk dekat kepada-Nya, kita tidak akan merasakan kuasa-Nya. Sekalipun kita rajin berdoa, jika doa itu hanya merupakan kebiasaan rutin dan tidak disertai rasa syukur dan penyerahan, doa itu tidak akan memberi ketenteraman kepada kita.

Tinggalkan komentar