“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Filipi 4:4

Apakah gelas Anda setengah kosong atau setengah penuh? adalah ungkapan umum yang digunakan secara retoris untuk menunjukkan bahwa suatu situasi dapat menjadi penyebab munculnya optimisme (setengah penuh) atau pesimisme (setengah kosong); atau umumnya digunakan sebagai uji lakmus untuk menentukan pandangan seseorang tentang hidup di dunia. Tujuan pertanyaan ini adalah untuk mendemonstrasikan bahwa situasi yang Anda alami dapat dilihat dalam berbagai cara tergantung sudut pandang Anda tentang masih adanya kesempatan hidup tenang, atau masih adanya masalah dalam situasi tersebut.
Idiom ini digunakan untuk menjelaskan cara orang-orang memandang berbagai peristiwa dan objek dalam hidup sehari- hari. Setiap orang memiliki beragam persepsi dan persepsi adalah penafsiran kenyataan menurut pandangan seseorang. Bagi orang Kristen ini mungkin dikaitkan dengan iman, seseorang seperti yang banyak disampaikan dalam khotbah di gereja. Jika Anda memiliki iman yang besar, Anda akan selalu melihat situasi yang kurang baik bukan sebagai gelas yang setengah kosong, tetapi sebagai gelas yang setengah penuh. Tetapi, pandangan ini tidak sepenuhnya benar.
Sebagian dari pandangan Anda tentang apa yang terjadi dalam hidup Anda dipengaruhi oleh kebiasaan Anda dalam berpikir. Mereka yang sering memikirkan apa yang kurang baik, cenderung untuk merasa bahwa gelas kehidupan selalu setengah kosong.
Filipi adalah pembahasan Paulus tentang menjalani kehidupan Kristen. Dalam surat kepada jemaat Filipi ini, Paulus menyoroti tema-tema seperti sukacita dan kemuliaan. Ia juga memberi penekanan besar pada bagaimana pemikiran orang Kristen—sikap mereka—mempengaruhi cara mereka menjalani iman mereka. Paulus sangat bersyukur atas dukungan jemaat Filipi, tetapi juga prihatin dengan pengaruh berbagai guru palsu. Surat ini kurang bersifat teologis dibandingkan sebagian besar tulisannya yang lain, dan lebih bersifat praktis.
Orang Kristen yang beriman memang masih bisa merasa kuatir dan bahkan cenderung kuatir atas terjadinya sesuatu yang dirasa kurang baik. Karena itu, Paulus menulis suratnya kepada orang di Filipi. Pasal 4 berbicara tentang kekuatan Kristus di saat-saat penderitaan dan kekacauan. Ini termasuk doa dan dorongan (Filipi 4:1-9) dan fokus pada penyediaan Allah (Filipi 4:10-20), diikuti dengan kesimpulan singkat (Filipi 4:21-23). Ayat 1 sebenarnya menyimpulkan bagian Paulus sebelumnya, dalam akhir pasal 3, dengan dorongan untuk “berdiri teguh” di dalam Tuhan.
Paulus kemudian beralih ke fokus pada bersukacita di dalam Tuhan (Filipi 4:4). Orang Kristen tidak boleh merasa cemas tentang apa pun, tetapi sebaliknya harus memanjatkan segala macam doa kepada Tuhan (Filipi 4:6). Ini tidak berarti sama sekali tidak berpikir. Sebaliknya, ini berarti tidak ada rasa takut atau cemas yang berkelanjutan.
Damai sejahtera Allah melindungi umat-Nya (Filipi 4:7). Karena itu, Paulus juga mendorong para pembacanya untuk berfokus pada hal-hal yang baik (Filipi 4:8). Ini mencakup semua yang telah mereka pelajari, terima, dengar, dan lihat dalam diri Paulus (Filipi 4:9). Orang Kristen di Filipi diperintahkan untuk memikirkannya, dan menerapkannya, dengan mengetahui bahwa damai sejahtera Allah akan menyertai mereka (Filipi 4:9). Ini adalah sesuatu yang bergantung pada keputusan setiap orang Kristen untuk menerimanya.
Dalam Filipi 4:4, Paulus kembali lagi ke tema sukacita bagi umat percaya. Kali ini, ia sangat menekankan bahwa sikap seperti itu seharusnya permanen, bukan hanya untuk sementara. Ini berarti bukan buatan manusia. Paulus menggemakan kata-kata Filipi 3:1, untuk “bersukacita dalam Tuhan,” sebuah frasa yang juga digunakan Paulus dalam Filipi 4:10. Orang percaya menemukan sukacita dan harapan mereka di dalam Tuhan. Sukacita merupakan bagian dari buah Roh (Galatia 5:22–23) dan penting bagi setiap orang percaya.
Paulus tampaknya secara khusus berfokus pada gagasan bahwa bersukacita harus terjadi setiap saat. Kita sering lupa bahwa Paulus menulis kata-kata ini saat menjadi tahanan di Roma. Ia telah ditangkap oleh pemerintah secara tidak sah selama beberapa waktu, mengalami karam kapal dalam perjalanan ke sana, digigit ular, dan menjadi tahanan rumah selama dua tahun (Kisah Para Rasul 27:39–8:16).
Paulus memiliki banyak alasan untuk mengeluh dan membenci penguasa, tetapi justru memilih untuk berfokus pada bersukacita. Baik pengajaran maupun teladannya memberikan contoh yang luar biasa. Setiap orang percaya harus berusaha untuk bersukacita di dalam Tuhan meskipun dalam situasi yang sulit, seperti yang dilakukan Paulus. Hidup di dunia sudah pasti bukanlah sempurna seperti gelas yang terisi penuh. Tetapi, untuk kebaikan Anda sendiri, semoga Anda melihat hidup Anda sebagai gelas yang setengah penuh, dan bukannya setengah kosong!
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.” Efesus 4:31