Memberkati untuk bisa diberkati?

“Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. ” 1 Petrus 3:8-9

1 Petrus 3:8–22 ditujukan kepada semua orang percaya, memerintahkan orang Kristen untuk bersatu dan menolak untuk membalas dendam ketika disakiti. Petrus mengutip dari Daud dan Yesaya untuk menunjukkan bahwa umat Allah selalu dipanggil untuk menolak kejahatan dan melakukan kebaikan. Ini benar bahkan ketika kita menderita karena perlakuan orang lain kepada kita. Kita harus sadar bahwa mungkin adalah kehendak Allah bagi umat-Nya untuk menderita, sebagian untuk menunjukkan kuasa-Nya. Teladan kita yang baik juga dapat membawa orang lain kepada Kristus agar bertobat.

Apa arti 1 Petrus 3:8? Ayat ini memulai bagian baru dari surat Petrus. Surat ini ditulis untuk orang Kristen secara umum. Bagian-bagian sebelumnya berfokus pada isu-isu yang unik bagi berbagai kelompok, seperti budak, istri, dan suami. Tetapi di sini, Petrus menulis kepada “kamu semua”, yaitu semua orang Kristen. Setiap orang Kristen dipanggil untuk menaati perintah ini saat kita hidup dalam hubungan satu sama lain. Ini menuntut kita untuk mengakui bahwa semua orang percaya mempunyai derajat yang sama di hadapan Tuhan dan karena itu tidak boleh menempatkan diri kitai di atas orang lain. Bagaimana kita bisa melaksanakan perintah ini?

Pertama, kita harus mau untuk “harmonis,” atau berpikiran sama. Allah menghendaki agar komunitas orang Kristen bersatu dalam satu cara berpikir: cara Yesus. Kemudian, orang Kristen harus mempunyai perasaan empati satu dengan yang lain. Kita harus tergerak secara emosional, dengan tulus hati mencoba untuk mengerti akan perasaan dan keadaan orang lain. Kita harus bisa menempatkan diri kita dalam posisi mereka.

Kemudian, Petrus memerintahkan kita untuk mengasihi, seperti saudara saling mengasihi. Dengan kata lain, kasih seperti “keluarga”. Tentu saja, saudara kandung tidak selalu menyukai satu sama lain. Namun, sebagian besar bisa berkomitmen satu sama lain di atas mereka yang berada di luar keluarga. Mereka tidak saling berhantam dalam keluarga atau suka mencari kesalahan orang lain. Mengapa demikian? Karena mereka berada dalam satu marga yang dipersatukan dalam Kristus. Orang Kristen harus memiliki komitmen terhadap orang Kristen lainnya.

Selanjutnya, kita harus menyayangi atau baik hati. Ini mirip dengan bersikap simpati, tetapi ini menyiratkan bahwa kita siap untuk saling menunjukkan kebaikan, dengan keinginan untuk berbuat sesuatu demi kebaikan orang lain.

Terakhir, orang Kristen harus rendah hati dalam roh atau memiliki “pikiran yang rendah hati.” Kita harus siap untuk mengesampingkan kepentingan diri atau ego kita sendiri. Kita harus berusaha menjadikan orang lain sebagai fokus perhatian kita. Orang Kristen harus saling mengangkat, tidak menonjolkan diri dalam upaya kita untuk saling mendukung demi kemuliaan Kristus.

Bagi orang Kristen, balas dendam dan usaha untuk menhukum saudara seiman bukanlah pilihan yang tepat. Petrus menggemakan ajaran Yesus, dan juga Paulus, dengan menjelaskan dengan sangat jelas bahwa mereka yang ada di dalam Kristus—mereka yang dipisahkan untuk tujuan yang baru—tidak diperbolehkan untuk “membalas dendam.” Bayangkan jika Allah berubah pikiran, menolak kita, dan kemudian ingin menghukum kita atas semua dosa-dosa kita!

Petrus menulis kepada orang-orang percaya yang mungkin mengalami baik kekerasan fisik maupun “cacian” (atau penghinaan). Cara dunia dan dorongan manusia normal kita adalah membalas dengan perlakuan menyakitkan yang sama dengan yang kita terima. Petrus memerintahkan kita untuk sepenuhnya menolak naluri duniawi itu. Itu seharusnya ada dalam kemampuan kita yang sudah menerima kasih Kristus yang luar biasa besarnya dan dianugerahi dengan Roh Kudus yang selalu siap menolong kita.

Alih-alih membalas kejahatan dengan kejahatan atau penghinaan dengan penghinaan, Petrus memerintahkan mereka yang ada di dalam Kristus untuk “memberkati,” atau memberikan berkat. Berkat adalah pernyataan positif atas kemauan kita untuk mengampuni mereka yang bersalah kepada kita.

“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Matius 6:14-15

Bagi orang Kristen, permintaan kita adalah agar Tuhan menolong orang lain untuk berhasil dalam hal yang baik, dan agar orang itu menerima pertolonganTuhan. Mengapa kita harus melakukan hal seperti itu untuk seseorang yang telah menyakiti atau menghina kita? Petrus menjawab pertanyaan itu dalam 1 Petrus 2:21–25. Kita menanggapi dengan berkat ketika diberi hal yang jahat karena itulah yang Yesus lakukan untuk kita, dan Dialah yang kita ikuti. Kita berjalan mengikuti jejak langkah-Nya.

“Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.” 1 Petrus 2:21-25

Petrus menambahkan dua gagasan dalam 1 Petrus 3:9. Pertama, sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk melakukan pekerjaan memberi berkat sebagai ganti kejahatan dan hinaan. Sebagai manusia dan bukan robot, kita bisa menolak untuk menjalankan perintah Tuhan ini. Tetapi, kita harus ingat bahwa itu adalah bagian dari tugas kita sebagai umat pilihan di bumi. Ini adalah alat yang ampuh untuk perubahan sosial, karena hanya pengampunan yang dapat memutus siklus kebencian dan balas dendam. Karena adanya damai dalam keluarga Tuhan, orang yang belum percaya bisa tertarik untuk beegabung.

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

Kedua dan yang lebih misterius, saat kita memberi berkat untuk orang yang memberi hinaan dan kejahatan kepada kita, kita akan memperoleh atau “mewarisi” berkat untuk diri kita sendiri. Berkat ini mungkin pernah ditafsirkan sebagai kehidupan kekal yang telah dijanjikan kepada kita di dalam Kristus tetapi, yang lebih tepat, berkat ini menunjuk pada pahala tambahan dari Allah dalam kehidupan ini dan/atau kehidupan yang akan datang.

Sebagian orang Kristen jarang memikirkan atau membicarakan hal pahala di surga. Mereka seolah berpikir bahwa mengharapkan pahala adalah dosa dan karena itu mereka tidak mau memikirkan pentingnya berbuat kebaikan. Berbuat baik bagi mereka bukanlah tugas orang percaya, tetapi anugerah Tuhan. Lagi pula, apa gunanya pahala? Bukankah tinggal di surga dengan Allah sudah cukup baik? Mengenal-Nya, melihat kemuliaan-Nya, menikmati surga – sulit dipahami mengapa pahala lainnya perlu diberikan sama sekali. Dan juga, karena iman kita mengandalkan kebenaran Kristus bukan kebenaran pribadi kita (Roma 3:21-26), rupanya agak aneh jika perbuatan pribadi kita diberi penghargaan. Alih-alih mengharapkan pahala surgawi, mereka seolah merasa bahwa semua orang adalah munafik dan sombong jika berusaha berbuat baik karena manusia tidak mampu untuk menyenangkan Allah. Pandangan negatif ini harus kita tolak berdasarkan ayat 1 Petrus 3:8-9 di atas.

Allah akan membagikan pahala di surga pada takhta penghakiman Kristus, berdasarkan kesetiaan kita dalam melayani-Nya (2 Korintus 5:10). Pahala ini mencerminkan realita bahwa kita telah diangkat sebagai anak (Galatia 4:7), serta keadilan Allah (Ibrani 6:10). Allah akan memberi pahala di surga guna memenuhi hukum tabur tuai (Galatia 6:7-9) dan memenuhi janji-Nya bahwa jerih payah kita bagi-Nya tidak sia-sia (1 Korintus 15:58).

Pahala yang kita peroleh di surga bukan seperti imbalan yang kita peroleh di bumi. Kita sering membandingkannya dengan hal-hal materi – istana, batu dan logam mulia, dsb. Namun semua hal ini hanya berupa bayangan terhadap pahala yang sejati yang akan kita peroleh di surga. Seorang anak yang memenangkan lomba senang memperoleh piagam bukan demi piagamnya melainkan makna di balik piagamnya. Sama-halnya, pahala dan kehormatan yang kita peroleh di surga begitu berharga karena mencerminkan hubungan kita dengan Allah – dan semuanya mengingatkan kita akan karya yang Ia lakukan melalui diri kita di bumi.

Pagi ini kita belajar bahwa untuk diberkati Tuhan kita harus mau memberkati orang lain. Dengan cara ini, pahala kita tidak saja akan kita terima di surga, tetapi juga akan memberi kita sukacita, damai, dan pengaharapan selama kita hidup, mengingat karya Allah yang terus bekerja dalam kehidupan kita dan melalui hidup kita. Semakin dekat kehidupan kita dengan Allah, semakin kita berpusat pada-Nya dan menyadari-Nya, semakin kita mengandalkan-Nya, semakin kita menginginkan rahmat-Nya, dan semakin banyak yang dapat kita syukuri.

Tinggalkan komentar