Hidup berarti berdoa dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendak Tuhan

Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: “Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.” Kisah Para Rasul 27:31

Baru-baru ini, 14 anggota kelompok agama di Toowoomba, Australia telah dihukum karena membunuh seorang anak perempuan penderita diabetes berusia delapan tahun yang tidak diberi insulin selama hampir seminggu. Elizabeth Struhs meninggal di rumah pada tahun 2022 karena ketoasidosis diabetik, yang menyebabkan penumpukan keton yang berbahaya – sejenis asam – dan lonjakan gula darah. Pengadilan mendengar bahwa perawatan Elizabeth dihentikan karena kelompok tersebut, yang dikenal sebagai kelompok Orang Suci (The Saints), menentang perawatan medis karena percaya Tuhan akan menyembuhkannya.

Ketika menjatuhkan putusannya yang hampir 500 halaman, Hakim Martin Burns mengatakan bahwa meskipun jelas orang tua Elizabeth dan setiap anggota kelompok menyayangi Elizabeth, tindakan mereka telah mengakibatkan kematiannya. “Tidak dapat diragukan lagi bahwa Elizabeth dirawat dengan penuh kasih sayang dalam hampir segala hal,” katanya. “Namun, karena keyakinan mereka yang kuat pada kekuatan ajaib dari penyembuhan Tuhan… Elizabeth kehilangan satu hal yang pasti akan membuatnya tetap hidup.”

Kisah nyata di atas sudah tentu adalah hal yang menyedihkan, yang untungnya tidak sering terjadi. JIka itu terjadi, biasanya disebabkan oleh ajaran sesat dari kaum bidat. Seperti kelompok di atas, orang Kristen yang tersesat bisa memiliki kepercayaan bahwa Tuhan yang mahakuasa menetapkan segala sesuatu yang terjadi di dunia, sedemikian rupa sehingga umat-Nya tidak perlu atau tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian percaya tentang adanya takdir, dan sebagian lagi percaya bahwa apa yang perlu dilakukan manusia dalam keadaan kritis hanyalan berdiam diri , berserah, dan berdoa. Ini sudah tentu bukanlah iman yang benar karena setiap orang Kristen tidak boleh melarikan diri dari kenyataan, tetapi harus berdoa dan berbuat sesuatu untuk mengatasi persoalan. Inilah yang dilakukan oleh Paulus dalam Kisah Para Rasul 27 tentang perjalanan laut yang terkenal.

Julius adalah seorang perwira dari kelompok Augustan. Ia dan para prajuritnya ditugaskan untuk membawa sekumpulan tahanan dari Kaisarea Maritima ke Roma. Setidaknya salah satu dari mereka, Paulus, akan pergi karena ia telah mengajukan banding atas kasusnya dan akan menghadapi pengadilan Kaisar. Meskipun Paulus berstatus tahanan, Julius menghormati Paulus; ketika mereka tiba di Sidon, Julius mengizinkan teman-teman Paulus di sana untuk mengurus kebutuhannya (Kisah Para Rasul 27:1–3).

Dalam kisah perjalanan itu, kapal yang ditumpangi Paulus diterpa badai. Selama empat belas hari angin dan ombak mengombang-ambingkan kapal, dan jarak pandang menjadi sangat minim. Paulus tampaknya telah berdoa karena Tuhan telah mengatakan kepadanya bahwa meskipun kapal dan muatannya akan hilang, semua orang akan selamat (Kisah Para Rasul 27:21–26).

Para awak kapal akhirnya menyadari bahwa mereka sudah mendekati daratan, tetapi saat itu malam. Mereka dapat memperkirakan di mana daratan itu, tetapi mereka tidak dapat mengetahui apakah ada batu atau terumbu karang di antara kapal dan pantai. Para awak kapal berpura-pura menurunkan jangkar di haluan agar ombak tidak memutar kapal. Tetapi, mereka sebenarnya menurunkan sekoci penyelamat untuk melarikan diri (Kisah Para Rasul 27:27–30). Paulus yang menyadari hal ini, kemudian memperingatkan Julius bahwa awak kapal harus tetap ada di kapal agar semua orang selamat. Julius kemudian memerintahkan prajuritnya untuk memotong tali sekoci itu agar hanyut sebelum bisa dipakai awak kapal.

Apa yang dikatakan Paulus adalah bertolak belakang. Ia bernubuat bahwa semua penumpang akan selamat. Tetapi, ia kemudian berkata bahwa jika awak kapal meninggalkan kapal, penumpang kapal akan binasa. Lalu, kepada siapa penumpang kapal harus berharap? Kepada Tuhan yang berkuasa dan berjanji untuk menyelamatkan atau kepada usaha manusia? Mengapa mereka tetap harus mengambil keputusan untuk berbuat sesuatu sekalipun Tuhan sudah menyatakan hasil akhirnya?

Jelas bahwa dalam kejadian di atas, keduanya penting dan bekerja sama untuk keselamatan semua penumpang. Tuhan sudah menyatakan kehendak-Nya, dan penumpang kapal harus mengambil keputusan yang sesuai dengan itu. Mereka yang dekat dengan Tuhan akan mengerti apa yang terbaik untuk dilakukan. Tuhan sudah menyatakan bahwa semua akan selamat dan karena itu Paulus kemudian mendorong awak kapal dan seluruh penumpang untuk makan untuk pertama kalinya dalam empat belas hari. Seperti yang kita dapat baca, kapal kemudian menabrak karang di Malta dan semua orang berenang untuk menyelamatkan diri. Kapal dan muatannya hancur total, tetapi tidak ada penumpang yang meninggal, seperti apa yang dinubuatkan Paulus sebelumnya.

Bagian ini menunjukkan beberapa pertanyaan menarik tentang hubungan antara janji-janji Allah dan tindakan manusia. Dua tahun sebelumnya, Allah telah berjanji kepada Paulus bahwa ia akan sampai di Roma (Kisah Para Rasul 23:11). Mengapa Paulus memperingatkan bahwa semua orang di atas kapal akan mati? Apakah peringatannya didasarkan pada wahyu Allah atau pengalaman perjalanannya yang luas—ia telah mengalami karam kapal tiga kali dan menghabiskan satu malam terombang-ambing (2 Korintus 11:25). Dan bagaimana peringatannya yang kedua—bahwa kapal dan muatannya akan hilang tetapi semua nyawa akan diselamatkan—sesuai dengan peringatannya di sini bahwa jika Julius tidak bertindak, ia dan para prajurit akan mati?

Pada contoh pertama, tampaknya Paulus memberikan peringatan umum berdasarkan pengalamannya. Tentunya, ia memercayai janji Allah bahwa ia akan sampai di Roma, entah karena tindakan awak kapal atau karena campur tangan supranatural Allah (Kisah Para Rasul 8:39). Dalam contoh kedua ini, Tuhan berjanji kepada Paulus bahwa semua orang akan hidup, tetapi penggenapan janji-Nya melibatkan tindakan para prajurit—yang telah ditetapkan Tuhan sebelumnya. Para penumpang akan mati jika awak kapal meninggalkan kapal, tetapi Tuhan memiliki cara untuk mencegahnya.

Saat ini, apakah Anda memiliki tujuan atau rencana tertentu untuk dilaksanakan? Percayakah Anda bahwa Tuhan yang mahakuasa bisa membuat semua terjadi jika Ia memang menghendaki? Jika Anda percaya, apakah yang harus Anda lakukan? Apakah Anda percaya bahwa ketekunan dalam doa adalah satu-satunya yang perlu untuk mencapai tujuan Anda? Ataukah Anda percaya bahwa usaha Anda juga menentukan apa yang akan terjadi? Paulus dalam kisah perjalanannya sudah menyatakan bahwa sekalipun apa yang terjadi harus sesuai dengan kehendak Tuhan, apa yang baik bisa tercapai jika Anda melakukan apa yang sesuai dengan kehendak-Nya karena Anda mengasihi Dia.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Roma 8:28

Tinggalkan komentar