“Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.” Roma 1:7

Kata “orang kudus” berasal dari kata Yunani hagios, yang berarti “dibaktikan kepada Tuhan, suci, sakral, saleh.” Kata ini hampir selalu digunakan dalam bentuk jamak, “orang-orang kudus.” Dua contoh dalam Alkitab:
“…Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem.” Kisah Para Rasul 9:13.
“Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana. Dalam perjalanan itu ia singgah juga kepada orang-orang kudus yang di Lida.” Kisah Para Rasul 9:32.
Ide dari kata “orang kudus” adalah sekelompok orang yang dipisahkan bagi Tuhan dan kerajaan-Nya. Oleh karena itu, secara Alkitabiah, “orang-orang kudus” adalah tubuh Kristus, orang-orang Kristen, gereja. Semua orang Kristen dianggap orang-orang kudus, yaitu orang-orang yang dikuduskan oleh darah Kristus. Orang Kristen yang dulunya orang durhaka, dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus untuk semakin membiarkan kehidupan sehari-hari mereka lebih sesuai dengan posisi mereka di dalam Kristus. Ini adalah deskripsi dan panggilan Alkitab tentang orang-orang kudus yang hidup di dunia.
Harus dibedakan antara orang kudus yang hidup di dunia dengan orang-orang kudus berada di surga. Umat percaya yang sudah di surga, sudah sepenuhnya menjadi kudus. Walaupun demikian, dalam ajaran gereja tertentu, seseorang tidak dapat menjadi orang kudus kecuali sudah ditetapkan oleh pimpinan gereja melalui syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, ada orang Kristen yang berpendapat bahwa orang-orang kudus (saints, santo, santa) di surga patut dihormati, didoakan, dan dalam beberapa kasus, disembah. Tetapi dalam Alkitab, orang-orang kudus di dunia dipanggil untuk menghormati, menyembah, dan berdoa kepada Tuhan saja.
Pada pihak yang lain, ada gereja di mana khotbah-khotbahnya selalu memberikan penekanan berlebihan pada kedaulatan Tuhan. Gereja semacam ini kurang menekankan pentingnya kekudusan pribadi dan penginjilan, karena meminimalkan tanggung jawab moral individu dan adanya panggilan universal untuk bertobat dan beriman. Mereka menganggap bahwa Tuhan hanya memanggil orang-orang tertentu dan pilihan-Nya tidak ada hubungan dengan cara hidup mereka. Bagi mereka, tidak ada panggilan bagi umat Tuhan untuk mengejar kekudusan atau untuk menjadi orang kudus. Perlu ditekankan bahwa pandangan Alkitabiah selalu menekankan kedaulatan Tuhan tetapi juga menegaskan pentingnya tanggung jawab manusia dan panggilan universal untuk bertobat dan beriman.
Roma 1:1–7 memulai surat Paulus kepada orang-orang Kristen di Roma dengan memperkenalkan dirinya sebagai hamba dan rasul Yesus. Ia telah dikhususkan untuk memberitakan Injil, atau kabar baik, tentang Yesus. Paulus menyela pengantarnya sendiri dengan segera mulai mengajarkan Injil, bahwa Yesus Kristus Tuhan kita adalah Anak Allah yang telah bangkit dari antara orang mati. Ia mengalamatkan suratnya kepada orang-orang di Roma yang dikasihi oleh Allah dan dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus. Ini akan mencakup semua orang percaya kepada Yesus.
Kemudian, dalam ayat 7 ia melanjutkan untuk menjelaskan secara tepat kepada siapa surat ini ditujukan. Ia menulis kepada semua orang di Roma pada saat itu yang dikasihi oleh Allah dan dipanggil oleh Allah untuk menjadi orang-orang kudus. Lebih jauh, Paulus memahami bahwa Allah telah memanggil mereka yang membaca suratnya untuk menjadi “orang-orang kudus” atau “orang-orang saleh”. Dalam Perjanjian Baru, semua orang yang percaya kepada Yesus menyandang gelar “orang-orang kudus” (Efesus 2:19). Itu bukan sebutan yang hanya ditujukan bagi mereka yang dianggap sebagai orang Kristen yang sempuna. Karena orang-orang percaya “di dalam Kristus,” dan Kristus itu kudus, kita semua secara resmi juga adalah “orang-orang kudus.”
Dalam bacaan hari ini, Petrus memberi tahu kita bagaimana hidup dalam terang keselamatan yang kita nikmati. Asumsi tersirat di seluruh bagian ini adalah bahwa jika kita benar-benar memiliki harapan keselamatan, dan jika kita benar-benar telah mengarahkan hati dan pikiran kita pada harapan ini, maka kita akan hidup sesuai dengan harapan tersebut.
Salah satu bukti dalam Alkitab bahwa kita memiliki harapan ini terletak pada fakta sederhana bahwa kita sekarang memiliki kapasitas untuk menjadi anak-anak yang taat (1 Petrus 1: 14). Kita tidak dapat lagi hidup seperti yang kita lakukan sebelum kita mengenal hukum Allah. Sebaliknya, kita harus menaati-Nya dalam segala hal.
“14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, 15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, 16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1:14-16
Bukti kedua bahwa kita memiliki harapan keselamatan adalah kekudusan (ayat 15). Sama seperti Israel perjanjian lama dipanggil untuk menjadi kudus, demikian pula Israel perjanjian baru harus menjadi kudus (ayat 16). Tidak mengherankan, kekudusan dan ketaatan saling terkait. Bagaimanapun, Tuhan memerintahkan kita untuk menjadi kudus, dan hanya mereka yang dipisahkan sebagai orang kudus yang mau dan bisa menaati-Nya.
Ini tidak berarti bahwa kekudusan yang sempurna dapat dicapai saat kita hidup di dunia ini. Meskipun Allah memanggil kita untuk bekerja sama dengan-Nya dalam pengudusan, kita perhatikan bahwa bahkan sebelum kita mulai mematikan dosa, Allah telah terlebih dahulu memisahkan kita bagi diri-Nya (1 Korintus 6:11). Oleh karena itu, orang Kristen sejati dapat dan akan menjalani kehidupan yang kudus, meskipun tidak sempurna.
John Calvin menulis, “Karena yang paling sempurna pun di dunia selalu sangat jauh dari sempurna, kita harus berusaha lebih sempurna dan lebih lagi setiap hari. Dan kita harus ingat bahwa kita tidak hanya diberi tahu apa tugas kita, tetapi Allah juga menambahkan, ‘Akulah yang menguduskan kamu.’” Allahlah yang pertama-tama menandai kita sebagai orang kudus, dan kita menunjukkan bahwa Dia secara aktif dan terus-menerus menguduskan kita jika kita mau meninggalkan kejahatan dunia ini dan berusaha untuk hidup dalam kekudusan di hadapan-Nya. Bagaimana dengan hasrat Anda?