Mengapa banyak orang Kristen yang berani mati

“Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?” Roma 6:1

Dalam Roma 6, Paulus menjawab pertanyaan apakah orang Kristen harus terus berbuat dosa. Jawabannya tegas: kita sama sekali tidak boleh. Pertama, ketika kita datang kepada Allah melalui iman kepada Yesus, kita mati terhadap dosa. Kita tidak lagi menjadi budak dosa. Kedua, apa yang pernah kita dapatkan dari hidup demi dosa? Itu menuntun kita pada rasa malu dan kematian (berbagai masalah hidup). Kebenaran yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma oleh Allah di dalam Kristus Yesus seharusnya menuntun kita untuk menjadi seperti Yesus dan kepada hidup kekal. Kita seharusnya melayani kebenaran dan bukan dosa. Lalu mengapa ada orang Kristen yang berani mati – tetap hidup dalam dosa?

Roma 6:1–14 membahas bagaimana orang Kristen seharusnya berpikir tentang dan menanggapi dosa sekarang setelah kita berada di dalam Kristus dan dosa-dosa kita diampuni. Dalam menjelaskan hal ini, Paulus mengungkapkan informasi baru tentang apa yang terjadi ketika kita menaruh iman kita kepada Kristus. Dalam pengertian rohani, kita mati bersama-Nya, dan terhadap dosa-dosa kita. Kita kemudian dibangkitkan ke dalam kehidupan rohani yang baru. Sekarang Paulus memerintahkan kita untuk terus mengingat bahwa kita tidak lagi menjadi budak dosa. Kita tidak boleh mempersembahkan tubuh kita untuk digunakan bagi dosa, tetapi kita harus mempersembahkan diri kita sebagai alat kebenaran. Tetapi, apa yang bisa mendorong kita untuk menhindari dosa jika kita tidak takut kepada Tuhan? Apa yang bisa mengurangi hasrat kita untuk berbuat dosa jika kita yakin bahwa Tuhan mahakasih dan mahapengampun?

Paulus memulai bab ini dengan mengajukan pertanyaan tentang implikasi dari pernyataan yang mengakhiri Roma 5. Di sana, ia menulis bahwa di mana dosa bertambah, kasih karunia Allah “bertambah banyak.” Artinya, ketika dosa bertambah, kasih karunia Allah pun berlimpah untuk menutupi dosa semua orang yang percaya pada kematian Kristus untuk menutupi dosa mereka. Dosa manusia benar-benar tidak dapat mengalahkan kasih karunia Allah.

Namun, apa artinya itu bagi mereka yang telah didamaikan dengan Allah melalui iman kepada Kristus? Apa yang seharusnya dilakukan orang Kristen terhadap dosa sekarang setelah kita menjadi orang Kristen? Seperti yang ditanyakan Paulus di sini, haruskah kita terus berbuat dosa sehingga kasih karunia Allah dapat terus bertambah? Ini tampaknya menjadi kritik umum terhadap ajaran Paulus, karena ajaran itu sering ia bantah dalam tulisan-tulisannya di bagian Alkitab yang lain (Roma 3:8; 2 Korintus 5:17; Galatia 5:19–24).

Ini adalah tuduhan yang sering ditujukan kepada Kekristenan, bahkan hingga saat ini. Orang menuduh bahwa agama Kristen membuka kesempatan bagi manusia untuk berbuat lebih banyak dosa karena Tuhan memilih umat-Nya tidak berdasarkan perbuatan baik mereka. Mereka menyatakan bahwa agama Kristen adalan izin untuk berbuat dosa karena perbuatan baik tidak dperlukan untuk menjamin keselamatan. Karena itu banyak orang Kristen yang “berani mati”, berani berbuat dosa sekalipun Tuhan membenci dosa.

Dalam ayat-ayat berikut, Paulus akan menjelaskan bahwa tuduhan fitnah tidak benar. Orang Kristen makin banyak berbuat dosa bukan karena mereka percaya bahwa Tuhan tidak peduli akan dosa mereka, tetapi karena mereka tidak lagi takut akan Allah.

“Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.” Roma 3:12-18

Roma 3:9–20 memuat serangkaian kutipan dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Paulus menggunakan kutipan-kutipan ini untuk menunjukkan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani sama-sama berada di bawah dosa. Apakah itu termasuk diri kita? Tentu! Setelah menetapkan bahwa ”tidak ada seorang pun yang berbuat baik” dari Mazmur 14:1, Paulus menggunakan kutipan dari Mazmur dan Yesaya untuk menunjukkan bagaimana kita dengan sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar, selalu menggunakan tubuh kita—tenggorokan, lidah, bibir, kaki, dan mata—untuk mengekspresikan keberdosaan kita.

Dengan demikian,semua orang Kristen seharusnya tahu bahwa tidak ada orang, tidak seorang pun di dunia ini, yang layak disebut orang benar. Paulus menyatakan dengan tegas bahwa tidak seorang pun akan dibenarkan dengan mengikuti hukum Taurat. Namun, akhirnya, ia sampai pada kabar baik: kebenaran di hadapan Allah ada tersedia terlepas dari hukum Taurat melalui iman dalam kematian Kristus untuk dosa kita di kayu salib. Tetapi ini bukanlah semacam “surat izin” untuk berbuat dosa.

Paulus mengingatkan bagaimana kita menggunakan tubuh kita untuk mengekspresikan sifat hakiki kita. Ketika kita berbicara, dosa keluar. Ke mana pun kita berjalan, kita meninggalkan dosa. Dan sekarang, ia menunjukkan bahwa kita tidak pernah menggunakan mata rohani kita untuk bisa mempunyai rasa takut—atau “rasa hormat”—kepada Tuhan. Karena kita tidak dapat melihat Tuhan yang roh, sering kita mengabaikan-Nya dalam hidup sehati-hari. Tuhan agaknya “jauh di mata, jauh di hati”.

Kutipan terakhir ini (Roma 3:18) berasal dari Mazmur 36:2-3, di mana Daud menggambarkan “orang fasik” sebagai orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan di depan mata mereka. Mereka juga berusaha menutupi kesalahannya dari orang lain sampai terbongkar rahasianya.

“Dosa bertutur di lubuk hati orang fasik; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu, sebab ia membujuk dirinya, sampai orang mendapati kesalahannya dan membencinya.” Mazmur 36:2-3

Paulus menegaskan bahwa kita semua, setiap manusia, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi, baik Kristen maupun bukan Krisen, memenuhi gambaran ini (Roma 3:10). Kita pada mulanya tergolong orang fasik. Kita masing-masing pantas menerima penghakiman murka Tuhan atas dosa-dosa kita. Dosa kita, dalam hal ini, adalah bahwa kita mengabaikan atau meremehkan Tuhan. Kita merendahkan-Nya sesuai dengan ukuran kita di dalam hati kita. Mungkin kita merasa bahwa Dia yang mahakasih kepada umat-Nya, akan membasuh semua dosa yang sudah kita lakukan dan semua dosa yang kita rencanakan dan akan kita lakukan di masa depan (Yesaya1:18). Jika kita minta ampun , itu hanyalah sekadar formalitas saja. Atau kita mungkin menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa Allah dan orang lain tidak dapat menemukan dosa kita (Mazmur 36:2), dan karena itu kita jarang berdoa memohon pengampunan Tuhan.

Pernyataan tentang tidak adanya rasa takut kepada Tuhan ini selalu berlaku bagi orang berdosa yang secara terbuka menyangkal Kristus, namun, pernyataan ini juga semakin berlaku bagi banyak orang Kristen yang menyadari dan mengakui-Nya. Hal ini sebagian terjadi karena banyak pendeta di zaman sekarang tidak hanya menghindari pembicaraan tentang takut kepada Allah, tetapi mereka juga menghindari pembicaraan tentang apa pun yang akan memberi orang alasan untuk takut kepada Allah. Mereka menghindari penyebutan tentang dosa, neraka, dan kutukan. Terlebih lagi, mereka menghindari semua pembicaraan tentang kekudusan yang diharapkan Tuhan kepada umat-Nya karena adanya kekuatiran bahwa masyarakat akan menuduh mereka munafik.

“tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”1 Petrus 1:15-16

Jemaat di zaman ini tidak menginginkan Tuhan yang kudus dan bisa murka, mereka hanya menginginkan Tuhan yang penuh kasih dan damai. Mererka ingin memiliki Tuhan yang mempunyai karunia yang tidak terbatas (ajaran hyper grace). Mereka tidak menginginkan Tuhan yang membenci dosa mereka, mereka menginginkan Tuhan yang lembut yang akan menjadi sahabat karib mereka (ajaran universalism). Mereka juga merasa sangat yakin bahwa Tuhan sudah memilih mereka dari awalnya untuk diselamatkan dan karena itu hidup mereka yang bergelimang dalam dosa tidak dapat ditolak Tuhan (ajaran hyper calvinism).

Dalam usaha untuk hidup baik, kita mungkin justru mendapat cemooh dari saudara-saudara seiman yang mungkin menduh kita “sok suci” atau “munafik”. Dalam hal ini kita , kita harus ingat bahwa jika kita ingin berbuat baik, iblislah yang tidak senang karena ia adalah bapa segala pendusta (Yohanes 8:44). Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Iblislah yang sudah menipu Adam dan Hawa sehingga mereka tidak takut kepada Tuhan, dan pada saat ini banyaklah manusia yang berusaha menipu kita untuk meninggalkan rasa takut kepada Tuhan dengan berbagai alasan.

Pagi ini, pertanyaan untuk kita adalah jika kita mengaku kenal Tuhan, kita takut kepada-Nya, karena Dia telah menaruh takut kepada diri-Nya ke dalam hati kita (Yeremia 32:40). Sebagai orang Kristen, kita tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan seperti budak kepada majikannya. Sebaliknya, kita memiliki rasa takut kepada Tuhan yang seperti anak, hormat, dan rendah hati. Injil adalah perbedaan antara takut kepada Tuhan dan hormat kepada Tuhan. Hanya ketika kita takut kepada Tuhan, Tuhan memberi tahu kita untuk tidak perlu takut. Sebab ketika kita mengenal kasih Allah di dalam Kristus, Roh Kudus mengusir segala ketakutan dan menanamkan di dalam kita kasih dan penyembahan, sehingga kita makin lama makin bisa taat kepada firman-Nya (mengerjakan keselamatan kita) dengan sunguh-sungguh (dengan takut dan gentar).

“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentarbukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir” Filipi 2:12

Tinggalkan komentar