“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Matius 6:6

Dalam banyak tradisi Kristen, doa seseorang dipahami sebagai cara untuk terlibat dalam percakapan dengan Tuhan, bukan saja melalui ungkapan terima kasih dan permintaan, tetapi juga berbagi pikiran dan perasaan secara formal maupun informal. Doa adalah nafas kehidupan umat Kristen, tetapi terkadang diabaikan karena kesibukan, kelupaan, atau bahkan karena keraguan. Sering kali, doa lebih dianggap sebagai daftar keinginan kepada Tuhan daripada sarana berkomunikasi dengan Bapa Surgawi kita. Namun, yang jelas doa tidak dimaksudkan sebagai komunikasi satu arah, tetapi dua arah.
Bagaimana doa menjadi jalan dua arah? Sederhana. Dengan mendengarkan Tuhan, dan bukannya hanya berbicara atau memohon sesuatu kepada Tuhan. KIta harus menyadari bahwa Tuhan yang berfirman juga Tuhan yang mendengarkan doa kita, karena itu kita harus juga mau mendengarkan Dia yang berfirman. Hal mendengarkan Tuhan tidak sesulit atau seberat yang diduga orang. Dan itu juga tidak selalu membutuhkan waktu yang lama, meskipun terkadang itu bisa terjadi. Bagi setiap orang Kristen, mendengarkan Tuhan berarti menyerahkan diri kepada Dia, meminta-Nya untuk berbicara, dan meminta-Nya untuk menerapkan Firman itu pada berbagai situasi yang dihadapi dalam hidup. Dalam hal ini kita membutuhkan tempat yang baik dan sepi agar kita dapat memusatkan perhatian kita kepada apa yang dikatakan-Nya. Yesus juga sering pergi ke tempat yang sepi untuk berdoa, seperti yang dicatat dalam Lukas 5:16, “Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa”.
Sebenarnya, doa adalah ungkapan iman dan kepercayaan. Mereka yang kurang percaya, pasti mengalami kesulitan untuk berdoa. Pada dasarnya, doa adalah pengakuan bahwa kita bukanlah Tuhan, kita tidak memegang kendali, dan bahwa kita membutuhkan Dia yang lebih besar dari kita. Bahkan Yesus, meskipun sepenuhnya manusia tetapi sepenuhnya Tuhan, tetap mengungkapkan kebutuhan-Nya akan bantuan dan dukungan Bapa. Lukas 6:12 menyatakan bahwa sebelum Yesus memilih kedua belas murid, pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman kepada Allah. Ia berkomunikasi dengan Allah Bapa.
Bagi sebagian pendengar Yesus, ajaran-Nya untuk melakukan hal-hal yang benar secara rahasia mungkin terdengar radikal. Dalam masyarakat yang sangat religius dan bahkan legalistik, mudah untuk berpikir bahwa tujuan dari kegiatan keagamaan adalah untuk dilihat oleh orang lain. Tetapi, percakapan seorang umat dengan Tuhan bukanlah sebuah ritual atau sebuah pertunjukan umum untuk ditonton dan dikagumi banyak orang. Masyarakat yang menekankan kehormatan pribadi menempatkan prioritas tinggi pada rasa “percaya diri”, penampilan yang keren dan doa yang indah, yang dapat diterima oleh anggota keluarga, tetangga, dan komunitas gereja. Yesus membalikkan hal ini dan memperingatkan bahwa jika kita memberi sedekah untuk mengharapkan pujian orang lain, Allah tidak akan memberi pahala atas tindakan tersebut (Matius 6:1-4).
Untuk alasan yang sama, Yesus telah mengatakan bahwa doa rutin kepada Bapa harus dilakukan secara rahasia, di balik pintu tertutup (Matius 6:5). Jika kita berdoa secara demikian, Bapa akan tetap mendengar dan memberi pahala kepada kita, karena Dia adalah satu-satunya pendengar yang penting. Perintah ini tidak boleh dibaca sebagai larangan untuk berdoa syafaat di depan umum di gereja atau di tempat lain. Adalah baik bagi perilaku orang Kristen untuk bersinar seperti terang di dunia (Matius 5:16). Yang Yesus ajarkan, adalah bagi mereka yang berdoa di depan umum—termasuk kebaktian gereja dan acara lainnya—agar mereka menyadari motif mereka. Jika kita ingin berdoa di depan umum tetapi merasa adanya keharusan harus “beraksi” di depan orang lain, kita lebih baik berdoa dalam hati atau dalam suasana pribadi untuk menghindari dosa kesombongan yang dibenci Tuhan.
Matius 6:1–6 berisi peringatan Yesus bahwa tidak ada kebenaran dalam melakukan hal yang benar dengan alasan yang salah. Ini mengalir dari ajaran-Nya dalam bab 5, yang berfokus pada gagasan bahwa pikiran dan sikap merupakan bagian dari kebenaran seperti halnya perilaku. Mereka yang melakukan hal-hal baik, yang hanya dimotivasi oleh persetujuan orang lain, tidak akan diberi pahala oleh Tuhan. Orang munafik bertingkah laku sedemikian rupa agar setiap orang memperhatikan amal serta doa-doa mereka, karena mereka sebagian besar peduli dengan motivasi duniawi. Para penyembah sejati memberi dengan tenang dan berdoa sendirian di balik pintu tertutup karena mereka berkomunikasi dengan Oknum surgawi.
Untuk memahami hakikat komunikasi Tuhan kepada kita dan komunikasi kita kepada-Nya, kita perlu memulai dengan dua prinsip utama.
- Prinsip pertama adalah bahwa Tuhan hanya mengatakan kebenaran. Dia tidak pernah berdusta, dan Dia tidak pernah menipu. Ayub 34:12 menyatakan, “Sungguh, Allah tidak berlaku curang, Yang Mahakuasa tidak membengkokkan keadilan.”
- Prinsip kedua adalah bahwa Alkitab adalah firman Tuhan sendiri. Paulus menegaskan dalam 2 Timotius 3:16 bahwa “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”
Mengapa dua prinsip ini relevan dengan pokok bahasan doa? Sekarang setelah kita menetapkan bahwa Allah hanya berbicara kebenaran dan bahwa Alkitab adalah kata-kata Allah sendiri, kita dapat secara logis sampai pada dua kesimpulan berikut tentang komunikasi dengan Allah. Pertama, karena Alkitab mengatakan bahwa Allah mendengar manusia (Mazmur 17:6, 77:1; Yesaya 38:5), manusia dapat percaya bahwa ketika ia berada dalam hubungan yang benar dengan Allah dan ia berbicara kepada Allah, Allah akan mendengarkannya. Kedua, karena Alkitab adalah kata-kata Allah, manusia dapat percaya bahwa ketika ia berada dalam hubungan yang benar dengan Allah dan ia membaca Alkitab, ia benar-benar mendengar firman Allah yang diucapkan. Mereka yang berdoa tetapi tidak mau mendengar suara Roh Kudus adalah orang-orang yang mengabaikan firman Tuhan.
Hubungan yang benar dengan Tuhan yang diperlukan untuk komunikasi yang sehat antara Tuhan dan manusia dibuktikan dalam tiga cara:
- Yang pertama adalah berpaling dari dosa, atau pertobatan. Mazmur 27:9, misalnya, adalah permohonan Daud agar Tuhan mendengarkannya dan tidak menjauh darinya dalam kemarahan. Dari sini, kita tahu bahwa Tuhan memang memalingkan wajah-Nya dari dosa manusia dan bahwa dosa menghalangi komunikasi antara Tuhan dan manusia. Contoh lain dari hal ini ditemukan dalam Yesaya 59:2, di mana Yesaya memberi tahu orang-orang, “tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” Jadi, ketika ada dosa yang tidak diakui dan yang disengaja dalam hidup kita, itu akan menghalangi komunikasi dengan Tuhan.
- Kedua, seperti yang sudah disebutkan di atas, apa yang juga diperlukan untuk komunikasi adalah kerendahan hati. Tuhan mengucapkan kata-kata ini dalam Yesaya 66:2, “… Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku..”
- Hal ketiga adalah kehidupan yang benar. Bagi orang yang sudah lahir baru, inilah sisi positif dari berpaling dari dosa dan ditandai secara khusus oleh keefektifan dalam doa. Yakobus 5:16 mengatakan, “… Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.”
Ucapan kita kepada Tuhan dapat diucapkan dengan lisan, dalam pikiran, atau tertulis. Dalam hal ini, apa yang penting adalah Tuhan yang di surga mau mendengar doa kita kapan saja, dan karena itu kita bisa berdoa kepada Dia kapan saja dan di mana saja. Kita tidak perlu terikat dengan jadwal doa dua atau tiga kali sehari, tetapi setiap saat kita bisa berbicara dengan Dia. Kita dapat yakin bahwa Dia akan mendengar kita dan bahwa Roh Kudus akan membantu kita untuk berdoa sesuai dengan apa yang seharusnya kita doakan. Roma 8:26 mengatakan, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.”
Mengenai metode Allah untuk berkomunikasi kembali kepada kita, kita harus mencari Allah untuk berbicara kepada kita terutama melalui Kitab Suci, daripada mempercayai bahwa Allah akan selalu menaruh pikiran langsung ke dalam otak kita untuk membimbing kita pada tindakan atau keputusan tertentu. Karena dosa, kita mampu untuk menipu diri sendiri. Karena itu, tidaklah bijaksana untuk menerima gagasan bahwa setiap pikiran yang masuk ke dalam benak kita berasal dari Allah. Begitu juga kita terkadang merasa bahwa hati kita membisikkan sesuatu kepada kita. Ini juga harus diuji kebenarannya dengan firman Tuhan.
Terkadang, mengenai masalah-masalah tertentu dalam hidup kita, Tuhan tidak berbicara kepada kita secara langsung melalui Kitab Suci, dan wajar saja jika kita tergoda untuk mencari wahyu di luar Alkitab dalam situasi seperti itu. Namun, pada saat-saat seperti itu, adalah lebih bijaksana—agar tidak “memasukkan kata-kata itu ke dalam mulut Tuhan” dan/atau membuka diri kita terhadap tipu daya—untuk menemukan jawaban dengan merujuk pada prinsip-prinsip Alkitab yang telah Dia berikan kepada kita. Ini adalah penting untuk menghindari tindakan menipu diri kita sendiri.
Dianjurkan juga untuk berdoa dengan sungguh-sungguh memohon hikmat untuk sampai pada kesimpulan yang benar, karena Dia telah berjanji untuk memberikan hikmat kepada mereka yang memintanya. “Jika di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia meminta kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tanpa cela, dan itu akan diberikan kepadanya” (Yakobus 1:5).
Pagi ini, pertanyaan untuk kita adalah bagaimana kita memakai doa kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Doa adalah pembicaraan kita dari hati kita kepada Bapa surgawi kita, dan sebagai balasannya, Tuhan berbicara kepada kita melalui Firman-Nya dan membimbing kita dengan tuntunan Roh-Nya. Doa pada hakikatnya bukan hanya berisi permohonan dan pengucapan syukur, tetapi juga kemauan dan jandi kita untuk melaksanakan firman Tuhan. Doa yang benar selalu melibatkan dua hal: berbicara dan mendengar!