Kelelahan dalam usaha untuk taat

“Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” 1 Korintus 9: 26-27

Screenshot

Dalam pengertian yang paling umum, “menginjili” berarti mengabarkan Injil Kristen dan mencoba untuk mengajak orang lain untuk menjadi Kristen. Istilah ini berasal dari kata Yunani “euangelion,” yang berarti “kabar baik”.

Sebagai orang Kristen, kita mendapat perintah dari Tuhan untuk mengabarkan Injil, Ini tidak selalu harus melalui penyampaian pesan atau renungan Kristen, karena tidak semua orang diberi karunia untuk itu. Tidak semua orang bisa menjadi guru, penginjil atau pendeta (1 Korintus 12:29). Pada pihak lain, setiap orang diberi berbagai karunia untuk berbuat baik, yang dapat membawa kemuliaan bagi Tuhan, dan yang dapat membawa orang lain ke arah pengenalan akan Tuhan yang mahakasih.

“Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”. 2 Timotius 3:17

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

Apa pun bentuk usaha penginjilan kita, semua kegiatan untuk itu membutuhkan komitmen dan perjuangan. Ini tidak mudah dilakukan jika kita memang mau dengan secara serius mejadi pelaksana dari mandat Tuhan untuk menginjil yang sering disebut “Amanat Agung”, yang adalah perintah bagi pengikut Kristus untuk pergi ke seluruh dunia dan membuat semua bangsa menjadi murid-Nya, membaptis mereka dan mengajarkan mereka untuk menuruti segala sesuatu yang telah diperintahkan kepada mereka.

Dengan demikian, di mana pun kita berada kita harus berusaha hidup dalam terang-Nya. Ini bukanlah hal yang gampang, tetapi sering dirasakan sebagai beban berat yang melelahkan. Karena itu banyak orang Kristen yang kemudian memilih untuk hidup santai dan bebas tanpa tujuan rohani yang jelas. Mungkin mereka menghibur diri dengan keyakinan bahwa keselamatan semua orang Kristen sudah terjamin.

Thema renungan kita kali ini adalah hal kelelahan menjadi orang yang taat. Secara alkitabiah, kelelahan jasmani dan rohani dapat dikaitkan dengan konsekuensi kejatuhan Adam dan Hawa, adanya beban hidup, dan pergumulan yang terus-menerus dengan dosa dan godaan, tetapi juga sebagai pengingatan akan kebutuhan kita akan bimbingan, kekuatan dan istirahat dari Tuhan. Kelelahan mudah terjadi mngkin karena hidup kita yang tidak cukup terlatih sebagai murid Yesus, karena kita sering membuang waktu dan kesempatan untuk menaati firman-Nya.

Ayat 1 Korintus 9:24-27 berisi sebuah metafora yang membandingkan keinginan Paulus untuk memenangkan orang-orang agar beriman kepada Kristus, dengan tekad seorang atlet yang berlatih untuk memenangkan hadiah. Keduanya secara sukarela melupakan hal-hal yang seharusnya menjadi hak mereka untuk hidup santai dan nyaman. Itu membutuhkan pengorbanan diri dan pembatasan ketat terhadap keinginan diri sendiri. Paulus dan seorang atlet mau melakukan ini demi kemenangan. Namun, jika atlet hanya dapat memenangkan karangan bunga yang akan cepat layu, Paulus bertujuan untuk memenangkan hadiah yang akan bertahan selamanya. Ia juga melatih dirinya dengan cara ini agar tidak didiskualifikasi sebelum melewati garis finis. Paulus melatih tubuhnya agar tidak mudah lelah dalam menjalani hidup sebagai orang percaya yang taat kepada Tuhan.

Dalam 1 Korintus 9:26 Paulus telah menjadikan dirinya sebagai fokus. Ia telah menjelaskan apa yang harus dilakukan seorang atlet untuk memenangkan perlombaan, termasuk latihan pengendalian diri yang hebat. Program pelatihan bagi para atlet pada zaman Paulus mencakup komitmen untuk menjauhi makanan, minuman, dan pengalaman sensual tertentu agar siap berkompetisi di level tertinggi. Dalam ayat sebelumnya, Paulus melihat dirinya sebagai orang yang berkompetisi untuk memenangkan jiwa bagi Kristus dan untuk menerima pengakuan kekal atas usahanya itu. “Mahkota” seperti itu akan jauh lebih berharga dari kenikmatan dan kenyamanan duniawi.

Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang atlet yang bekerja keras, bersaing untuk mendapatkan hadiah mahkota dalam kekekalan. Maksudnya adalah agar orang percaya mengejar kesalehan, dan kebaikan untuk orang lain, dengan komitmen yang besar. Karena itu, Paulus mendorong orang Kristen untuk rela menyerahkan ”hak” duniawi mereka demi kebaikan orang-orang yang lemah imannya. Paulus menunjukkan bahwa ia juga telah menyerahkan hak-haknya, termasuk hak sebagai rasul untuk menerima dukungan finansial dari orang-orang yang dilayaninya. Sebaliknya, ia membanggakan bahwa ia melayani jemaat Korintus tanpa imbalan apa pun, bahkan dengan mengorbankan dirinya sendiri.

Paulus kemudian mengarahkan perhatian pada pelatihannya sendiri untuk hadiah ini. Ia menegaskan bahwa ia tidak berlari tanpa tujuan. ebagai orang Kristen, ia tidak hidup tanpa tujuan dan dan tanpa rencana. Ia tidak hidup santai dan membuang waktu. Apa yang dilakukannya sangat disengaja, demi kemuliaan Tuhan. Kemudian ia memakai analogi kompetisi yang umum pada saat itu, tinju. Paulus menulis bahwa ia sering menggunakan teknik yang dipakai para petinju di mana mereka berlatih menyerang dan bertahan dalam menghadapi lawan yang dibayangkan (teknik ‘tinju bayangan” atau “shadow boxing“). Paulus berencana untuk memenangkan pertarungan, untuk mendaratkan beberapa pukulan serius pada lawannya. Ia mendisiplinkan dirinya untuk kompetisi yang sebenarnya.

Komitmen Paulus untuk mengesampingkan kebebasan dan hak-hak duniawinya bukanlah paksaan atau takdir. Itu adalah pilihan bebasnya. Ia mau berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari Kristus atas seberapa baik ia berjuang untuk memenangkan orang-orang agar percaya kepada Yesus. Ia menjalani hidup dengan cara ini dengan tekad sepenuhnya. Hal ini sesuai dengan tema utama metaforanya: bahwa semua orang Kristen sejati harus berkomitmen pada iman seperti halnya seorang atlet yang berdedikasi pada olahraga mereka.

Paulus berkata bahwa inilah sebabnya ia mampu tetap termotivasi sekalipun hidupnya penuh tantangan. Ia bisa mempertahankan semangat dan kekuatannya sekalipun bisa merasa lelah dari waktu ke waktu. Ia mempraktikkan pengendalian diri dengan cara yang sama seperti seorang atlet yang sedang berlatih terus – mendisiplinkan tubuhnya dengan pengendalian diri yang ketat atas pola makan, olahraga, tidur, dan perilaku lainnya. Istilah Yunani yang Paulus gunakan untuk “disiplin” di sini adalah hypōpiazō, yang secara harfiah mengacu pada pemukulan terhadap sesuatu yang hitam dan biru. Dalam penggunaan umum, istilah ini menyiratkan membuat mata seseorang lebam! Paulus berkata bahwa ia “memukul” tubuhnya, seperti seorang petinju, untuk menguatkan dirinya demi stamina rohaninya agar tidak mudah lelah. Dengan demikian, setiap orang Kristen sejati juga harus dapat mengendalikan diri atas cara dan pola hidupnya dan berusaha mati-matian untuk menjadi umat yang taat.

Paulus tetap dalam kondisi latihan yang terus-menerus ini karena ia tidak ingin didiskualifikasi. Ia tidak berbicara tentang kehilangan keselamatannya sebagai akibat dari dosa. Ajaran Paulus sendiri sangat jelas bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan sesuatu yang datang sebagai hasil dari usaha keras (Efesus 2:8–9). Hadiah yang diperjuangkannya adalah mahkota pengakuan dari Kristus bahwa ia telah melayani dengan baik. Dalam kasusnya, ini akan mencakup kehidupan semua orang yang telah percaya kepada Yesus sebagai hasil dari khotbahnya. Konteksnya adalah Paulus tidak mau gagal mencapai tujuannya untuk memenangkan hati orang lain, bukan memperoleh keselamatan.

Paulus menyatakan bahwa kita pun dapat didiskualifikasi dari hadiah kita. Pelari dalam suatu perlombaan didiskualifikasi karena keluar jalur, baik secara sengaja maupun karena ketidaktahuannya. Petinju juga didiskualifikasi karena melanggar peraturan. Paulus mengajar kita agar memahami bahwa tidak ada jaminan bahwa kita akan menyelesaikan perlombaan dengan baik. Kita tidak dijamin akan memperoleh pelayanan yang berhasil. Kita juga tidak dijanjikan akan menjadi saksi yang efektif bagi orang lain. Semua itu ada dalam kuasa dan kontrol Tuhan. Walaupun demikian, semua itu harus kita usahakan melalui hidup yang beriman dan bersyukur karena itulah tujuan Tuhan menciptakan dan memilih kita sebagai umat-Nya. Semoga Anda tidak mudah lelah untuk hidup sebagai atlet Tuhan yang sejati!

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Efesus 2:10

Tinggalkan komentar