Apa arti kematian dan kebangkitan Yesus?

“Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.” 1 Yohanes 5:12

Kemarin kita memperingati hari kematian Yesus di kayu salib. Besok pagi, kita akan memperingati hari kebangkitan-Nya. Jika kita mengerti bahwa kebangkitan Kristus membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan, kita mungkin kurang megerti mengapa Yesus harus mati secara mengenaskan. Mengapa Yesus harus mati? Mengapa Anak Allak bisa ditaklukkan kematian?

Pandangan naturalistik adalah bahwa manusia hanyalah makhluk biologis dan kematian fisik menandai akhir dari keberadaan seseorang. Dalam kematian, eksistensi Anda tidak ada lagi. Iklan bir lama mengungkapkan sentimen yang mengalir dari pandangan ini: “Anda hanya hidup sekali dalam hidup, jadi raihlah semua kesenangan yang bisa Anda nikmati.” Nasihat lain yang senada adalah: “Makan, minum, dan bergembiralah karena besok kita akan mati.” (1 Korintus 15:32).

Kekristenan tidak setuju dengan pandangan di atas. Kekristenan menganggap keberadaan manusia adalah untuk selamanya. Kehidupan memiliki awal pada saat pembuahan tetapi tidak memiliki akhir. Kematian fisik hanyalah sebuah perjalanan menuju alam keberadaan lain di luar kubur. Keberadaan itu mungkin sangat indah atau mimpi buruk yang nyata tergantung pada bagaimana Anda berhubungan dengan pencipta Anda, penulis buku kehidupan dan kematian.

Memang manusia menggunakan istilah “kematian” dalam pengertian populer tentang berakhirnya kehidupan fisik seperti dalam laporan, “Yusuf mati pada usia 110 tahun” (Kejadian 50:26). Sebagai hukuman atas dosa Adam, Allah mengutuk tanah dan segala sesuatu yang berasal darinya: “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”(Kejadian 3:19).

Dalam ayat pembukaan di atas, Yohanes menggemakan ajaran Yesus yang ditemukan dalam Yohanes 14:6: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Yesus yang memiliki hidup dan adalah hidup bagi kita, baik hidup yang berkelimpahan (Yohanes 10:10) maupun hidup kekal (Yohanes 3:16). Salah satu tujuan Yohanes menulis surat ini adalah untuk melawan keputusasaan banyak orang yang takut menghadapi kematian tubuh. Guru-guru palsu, seperti banyak manusia modern, tampaknya, memberi tahu orang-orang percaya bahwa semua manusia tidak bisa memiliki hidup yang kekal (1 Yohanes 2:25–26). Tetapi ini tidak benar, karena mereka yang percaya kepada Yesus adalah orang-orang yang sudah diselamatkan.

Dalam memperingati Jumat Agung dan Paskah, kita mendapat kabar baik bahwa dalam pengertian kematian yang lebih mendalam kita bisa diyakinkan bahwa kita dibenarkan Allah karena Yesus sudah mati menggantikan kita. “Upah dosa ialah maut” (Roma 6:23), yang berarti pemisahan dan keterasingan dari Allah. Inilah yang dialami Yesus di kayu salib sekitar jam kesembilan ketika ia mengutip Mazmur 22:1: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Tetapi, Rasul Paulus menjelaskan lagi, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21). Inilah tujuan kematian Yesus.

Dari kematian yang Yesus alami terhadap dosa yang kita peringati pada Hari Jumat Agung, kita telah menerima hidup melalui iman kepada-Nya. Hidup, dalam pengertian ini, berarti persekutuan yang penuh kasih yang dipulihkan dengan Pencipta dan Penebus kita. Rasul Yohanes menyatakan: “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yohanes 5:12).

Hari-hari kita di dunia yang telah jatuh ini dihitung oleh sang pencipta kehidupan dan kematian. Ia memberi kehidupan, dan Ia mengambilnya kembali (Ayub 1:21). Ini adalah hukuman atas dosa dan tindakan belas kasihan dari Sang Pencipta dan Penebus kita. Kita yang beriman tidak harus menanggung rasa sakit dan penderitaan dari keberadaan kita selamanya, tetapi hanya untuk sementara waktu. Yesus tidak berada di kubur untuk selamanya, tetapi bangkit pada hari yang ketiga agar kita ikut dibangkitkan.

Selama hidup di dunia, kita dapat meratap bersama rasul Paulus: “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Roma 7:24). Namun, kita juga dapat bersukacita bersama-Nya: “Syukur kepada Allah melalui Yesus Kristus, Tuhan kita!…Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus” (Roma 7:25a, 8:1). Tidak ada kemungkinan lain, dan kita harus yakin akan hal itu.

Tinggalkan komentar