Bagaikan orang buta baru melihat

“Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” 1 Korintus 13:12-13

Tentu Anda pernah mendengar atau menyanyikan lagu Amazing Grace (Ajaib benar anugerah), yaitu sebuah himne Kristen yang ditulis oleh John Newton pada tahun 1772 dan dipublikasikan dalam buku Olney Hymns pada tahun 1779. Lirik lagu ini menceritakan pengalaman pribadi Newton tentang kasih karunia Tuhan, yang menyelamatkan dan mengubah hidupnya.

Ajaib benar anugerah.
pembaru hidupku
kuhilang, buta, bercela,
oleh Nya kusembuh.

Bahwa semua manusia adalah buta pengertian akan Tuhan sampai Tuhan memberi karunia kepada mereka, adalah apa yang dipercayai oleh semua orang Kristem. Manusia tidak dapat mengenal Allah tanpa petunjuk dan bimbingan Allah sendiri, yang membuka mata hati orang tersebut. Dengan demikian, setiap orang Kristen adalah bagaikan seorang buta yang kemudian bisa melihat kebesaran Tuhan karena berkat Tuhan semata-mata, bukan karena usaha manusia. Ini mungkin bisa dikatakan sebagai “si buta baru melek”.

Istilah “si buta baru melek” dalam bahasa Indonesia berarti seseorang yang awalnya tidak tahu atau tidak menyadari sesuatu, kemudian tiba-tiba menjadi sangat sadar dan bahkan bersemangat. 

Pepatah ini bisa dihubungkan dengan keadaan orang yang bersangkutan setelah bisa melihat:

  1. Sangat gembira atau bersemangat: Ketika seseorang baru menyadari sesuatu yang penting, mereka bisa sangat gembira dan bersemangat untuk mengejar atau melakukan hal-hal terkait dengan kesadaran baru tersebut. 
  2. Masih harus belajar: ketika seseorang baru mulai bisa melihat, apa yang dilihatnya mungin masih remang-remang, dan sebagian diantaranya muncul dalam bentuk yang kurang bisa dimengertinya. Dengan demikian ia harus tetap mau belajar untuk mengnali apa yang dilihatnya.
  3. Banyak tuntutan yang tidak perlu: Kadang, kesadaran baru juga bisa memunculkan banyak tuntutan yang tidak perlu atau bahkan tidak realistis. Seseorang yang baru saja “melek” bisa menjadi terlalu ambisius atau menuntut hal-hal yang belum tentu sesuai dengan kemampuan atau situasi mereka. 
  4. Keyakinan yang berlebihan: Orang yang baru bisa melihat bisa saja merasa bahwa apa yang sudah dilihatnya adalah semua yang pernah dilihat orang lain. Mungkin ia tidak sadar bahwa hari demi hari, ia akan melihat hal-hal baru yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Singkatnya, “si buta baru melek” menggambarkan perubahan mendadak dalam kesadaran seseorang yang bisa membawa dampak positif (semangat, mau belajar) maupun negatif (tuntutan berlebihan, keyakinan berlebihan). Inilah sesuatu yang sering dialami oleh setiap orang Kristen, yang bisa membawa hal yang baik atau yang buruk terhadap Gereja-Nya, tergantung pada sikap mereka masing-masing.

Keadaan seperti di atas tidak hanya bisa terjadi pada orang yang baru menjadi Kristen. Dalam kehidupan di gereja mana pun, selalu ada individu-individu yang memiliki pengetahuan dan keyakinan kuat terhadap doktrin gerejanya, tetapi menunjukkan perilaku tertentu yang dianggap tidak dewasa atau terlalu berlebihan dalam upaya penginjilan mereka. Perilaku ini dapat mencakup mengubah setiap percakapan menjadi diskusi tentang doktrin, mengkritik orang Kristen lain yang tidak memiliki pandangan yang sama, dan terlibat dalam diskusi yang konfrontatif atau argumentatif. Bagi orang-orang semacam ini, teologi mungkin lebih penting untuk didiskusikan dari pada dari ajaran Kristus.

Sebenarnya, setiap orang Kristen harus mengakui dengan rendah hati bahwa mereka adalah orang buta yang baru dicelikkan, tapi tidak bertindak seperti “si buta baru melek”. Tetapi, ini mungkin sulit dipraktikkan. Mungkin kita merasa bahwa pengetahuan kita tentang Tuhan adalah lebih baik dari apa yang diketahui orang lain. Mungkin juga kita merasa bahwa apa yang diajarkan pendeta kita adalah lebih baik dan lebih benar dari ajaran pendeta lain. Atau barangkali kita merasa yakin bahwa gereja dan denominasi yang kita anut adalah satu-satunya yang baik dan benar.

Jika kita dengan bersemangat berusaha meyakinkan orang lain bahwa apa yang diajarkan di gereja kita adalah yang paling benar, kita akan menuntut orang lain untuk melakukan hal yang sama. Lebih-lebih lagi jika pendeta kita menyatakan bahwa gereja kita adalah satu-satunya gereja Tuhan yang asli karena beliau sering menerima wahyu langsung dari Tuhan.

Sebagian jemaat di Korintus mungkin adalah seperti orang buta yang baru bisa melihat, dan karena itu sering timbul berbagai pertentangan. Paulus menanggapi penekanan berlebihan jemaat Korintus pada karunia-karunia rohani tertentu dengan menunjukkan kepada mereka bahwa semua karunia tidak ada nilainya jika tidak dipraktikkan melalui kasih ilahi. Paulus memberikan 14 deskripsi kasih, semua kata kerja tindakan, semua pilihan yang dibuat berdasarkan komitmen untuk mengesampingkan diri sendiri dan melayani orang lain.

Memilih untuk saling mengasihi dengan cara ini akan menyelesaikan banyak masalah yang dihadapi Paulus dalam surat ini. Karunia-karunia rohani memberikan sekilas tentang apa yang dapat diketahui, tetapi ketika yang sempurna datang, kita akan mengetahui semuanya. Mereka harus sadar bahwa pada saat ini, kasih adalah yang terbesar dari semua kebajikan yang dapat mereka lakukan.

Memang, 1 Korintus 13:1–13 adalah salah satu bagian yang paling disukai dan terkenal dalam Alkitab, tetapi Paulus menempatkannya setelah pengajarannya tentang karunia-karunia rohani karena alasan tertentu. Beberapa karunia mungkin tampak mengesankan, tetapi jika dicoba tanpa kasih yang rela berkorban bagi orang lain, karunia-karunia itu menjadi tidak berarti, bahkan merusak. Paulus menggunakan banyak kata kerja untuk menggambarkan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh kasih.

Paulus telah menggambarkan pengetahuan kita tentang Allah dan jalan-jalan-Nya sebagai pengetahuan yang tidak lengkap atau parsial. Penggunaan karunia-karunia rohani, khususnya karunia-karunia seperti bahasa roh, nubuat, dan pengetahuan, hanya memberikan gambaran sekilas tentang apa yang dapat diketahui tentang Allah. Seperti yang Paulus tulis dalam kitab Roma:

“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” Roma 11:33–34

Paulus menggambarkan pengetahuan parsial tentang Allah ini seperti melihat pantulan dalam cermin yang redup. Beberapa peneliti Alkitab berpendapat bahwa yang ada dalam pikirannya adalah cermin perunggu terkenal di Korintus, yang dikenal karena pantulannya yang tidak sempurna. Namun, setelah kedatangan Kristus, ketika gereja sudah sepenuhnya matang seperti Dia, kita akan melihat Allah secara langsung, mengenal-Nya secara pribadi, bukan melalui wahyu parsial.

Manusia adalah makhluk terbatas, tetapi Allah tidak pernah terbatas dalam pengetahuan-Nya. Pada saat ini Dia mengetahui segala sesuatu yang perlu diketahui tentang kita. Sebaliknya, kita hanya tahu sebagian kecil tentang Allah, bahkan ada banyak hal yang tidak kita lihat atau pahami tentang diri kita sendiri. Walaupun demikian, ketika Allah datang untuk tinggal di antara kita (Wahyu 21:1–5), kita akan mengetahui Dia sepenuhnya, sebagaimana Dia mengenal kita sepenuhnya pada saat ini. Dengan demikian, selama kita hidup di dunia sebagai orang buta yang sudah dicelikkan Tuhan, kita harus menjadi orang yang sabar, rendah hati, dan murah hati kepada setiap orang, dan terutama kepada seudara-saudara seiman (Galatia 6:10).

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.” 1 Korintus 13:4

Tinggalkan komentar