Kita hanya bebas untuk memilih dosa

“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ”Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” Yakobus 1:13-15

Banyak orang berpikir bahwa pendapat orang Kristen tentang ada atau tidaknya kehendak bebas (free will) secara umum terbagi dua. Ada satu golongan Kristen yang percaya bahwa kehendak bebas sepenuhnya dimiliki semua manusia, dan ada satu golongan lain yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas sama sekali. Pengelompokan ini sebenarnya kurang benar, karena sebenarnya ada banyak orang Kristen yang percaya bahwa bahwa kehendak bebas memang ada. tapi tidak untuk semua hal. Saya sendiri percaya bahwa manusia memiliki kehendak bebas dalam semua hal, kecuali dalam usaha mencari kebenaran dan keselamatan. Tuhan tidak menetapkan kita jatuh dalam dosa, tetapi Tuhan tidak memberi kita kemampuan untuk bisa memilih apa yang baik. Kita bebas untuk memilih apa saja yang ada di dunia dan itu termasuk berbagai dosa, tetapi kita sendiri tidak bisa memilih apa yang benar-benar baik. Aneh bukan?

Yakobus mengawali suratnya dengan memerintahkan orang Kristen untuk melihat pencobaan dalam hidup kita sebagai hal yang bermakna dan pada akhirnya bermanfaat. Pergumulan selama hidup kita di dunia adalah kesempatan untuk memercayai Tuhan pada tingkat yang lebih dalam. Yakobus berbicara tentang bagaimana kita mendapat kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sifat Tuhan pada hari-hari terburuk kita.

Memang pergumulan hidup bisa menjadi perangkap bagi orang Kristen—alasan yang digunakan untuk membenarkan keputusan seseorang untuk berontak dan berhenti memercayai-Nya. Godaan iblis kepada Adam dan Hawa adalah untuk kurang memercayai Tuhan. Dengan kehendak bebas, kita mungkin memutuskan bahwa Dia tidak cukup kuat untuk menyediakan kebutuhan kita, tidak setia dalam memenuhi kebutuhan kita, tidak berbelas kasih terhadap rasa sakit dan kesedihan kita. Dengan itu, mungkin kita memilih dengan kehendak sendiri, untuk meninggalkan iman.

Yakobus menjelaskan bahwa menyalahkan Tuhan karena menggoda kita untuk menolak-Nya, dengan membiarkan pencobaan datang ke dalam hidup kita, bukanlah respons yang benar. Tuhan tidak pernah menetapkan kejadian-kejadian dalam hidup kita dengan maksud jahat, untuk menjauhkan kita dari-Nya. Dia selalu menghendaki seluruh umat-Nya untuk dekat kepada-Nya. Itulah jati diri-Nya. Tujuan dari pencobaan bukanlah untuk menjatuhkan kita, tetapi untuk lebih bergantung kepada-Nya. Kita harus menyadari bahwa hanya Dia yang bisa membuat kita taat. Tidak ada pilihan lain.

Orang Kristen tidak pernah dijamin hidupnya untuk lebih mudah daripada orang yang tidak percaya. Justru sebaliknya: menjadi sahabat Tuhan berarti menjadi musuh bagi dunia yang telah jatuh (Yohanes 16:1-4). Jadi, pencobaan akan datang (Yohanes 15:18-20). Pencobaan akan menguji iman kita. Namun godaan untuk tidak setia kepada Tuhan selama masa sulit bukanlah dari Tuhan yang mahabaik. Dia tidak dapat digoda oleh kejahatan; Dia tidak mencobai siapa pun dengan kejahatan. Kejahatan adalah hasil pilihan kita, produk kehendak bebas kita.

Tidak diragukan lagi bahwa godaan untuk putus asa itu ada. Terutama di tengah masa-masa sulit, kita merasakan tarikan untuk tidak menaati Allah, untuk tidak setia, untuk menjauh dari-Nya. Dari mana datangnya godaan itu? Di sini Yakobus menyingkapkan jawabannya: Panggilan itu datang dari dalam diri kita sendiri! Dengan kata lain, kita dibujuk untuk menjauh dari Allah di tengah-tengah pencobaan oleh keputusan kita sendiri. Itu adalah free will kita: tidak ada yang memaksa.

Di satu sisi, dari awalnya dan dalam kebebasannya, semua manusia hanya ingin berbuat dosa, ingin merdeka dari Tuhan. Sekalipun kita mungkin merasa bahwa ada banyak orang yang berbuat baik, kebaikan apa pun selalu mengandung motif dosa seperti kebanggaan, keinginan untuk dilihat orang lain, dan bahkan keinginan untuk dipuji Tuhan. Memang orang Kristen telah dibebaskan dari perbudakan dosa (Roma 6), tetapi keinginan untuk berbuat dosa tetap ada. Kehendak bebas kita untuk memilih jalan pintas yang termudah selalu ada.

Yakobus menjelaskan bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas godaan-godaan yang bisa menjauhkan kita dari-Nya. Segala sesuatu terjadi dengan seizin Tuhan, tetapi ketika Ia mengizinkan cobaan berat datang dalam hidup kita, kita tidak boleh mengatakan bahwa Ia bermaksud untuk memprovokasi kita agar tidak menaati-Nya. Yakobus memberi tahu kita untuk mengakui bahwa kita mempunyai kehendak bebas untuk berbuat dosa. Kita perlu bertanggung jawab atas diri kita sendiri dan tidak mempersalahkan Tuhan atau takdir.

Yakobus menjelaskan bahwa godaan untuk berbuat dosa selalu datang dari dalam diri kita sendiri. Itu bukan salah Tuhan. Betapapun buruknya keadaan kita, keinginan untuk berbuat dosa tetap ada dalam diri kita. Kitalah yang membuat diri kita untuk berbuat dosa. Tuhan menyediakan cobaan dan ujian sebagai cara untuk “melatih” iman kita, agar iman kita menjadi lebih kuat. Tetapi, daya tarik untuk menyerah, untuk berbuat dosa, dan menentang Tuhan bukanlah tujuan kehendak-Nya.

Di sini Yakobus memperingatkan kita tentang akibat dari menyerah pada keinginan kita, yaitu jatuh ke dalam dosa. Ketika kita berkata “ya” pada keinginan untuk melakukan apa yang kita inginkan, alih-alih memercayai Tuhan dan menaati-Nya, dosa pun lahir. Kemudian dosa bertumbuh dan menghasilkan kematian.

Dosa selalu menuntun kepada kematian. Bagi mereka yang tidak berada di dalam Kristus—yang belum menerima anugerah cuma-cuma dari Tuhan berupa pengampunan dosa, yang belum dilahirkan kembali ke dalam hidup yang baru—kematian itu bersifat permanen dan kekal. Namun, bagi orang Kristen, dosa membawa hal-hal yang sangat buruk selama kita hidup di dunia. Karena itu kita harus selalu ingat bahwa Tuhan sudah dari awalnya menetapkan apa yang baik untuk kita terima. Untuk mendapatkan apa yang benar-benar baik, kita tidak mempunyai pilihan lain, selain Yesus.

“Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” Efesus 4:21-24

Sebagian di antara kita mungkin masih mencoba menyalahkan Tuhan untuk adanya pencobaan dalam hidup kita. Jika Tuhan mahatahu, dan Ia tahu bagaimana dan kapan kita bisa jatuh dalam dosa, mengapa Ia tidak menghentikan kebebasan kita sehingga kita tidak bisa memilih dosa? Dalam hal ini, sifat Tuhan yang dibatasi oleh waktu dan tatanan keberadaan yang berbeda membantu kita memahami bagaimana Tuhan dapat mengatur segala sesuatu sementara kita tetap membuat pilihan yang bebas dan bermakna. Tuhan, dalam kehadiran-Nya yang kekal, adalah penyebab pertama segala sesuatu atau yang membuka kemungkinan terjadinya sesuatu. Namun sebagai penyebab pertama segala sesuatu, Tuhan—yang memiliki tatanan yang berbeda dari manusia—memberikan kebebasan sejati bagi manusia sebagai penyebab sekunder.

Tuhan adalah penyebab utama atau pertama, tetapi Dia juga menggunakan penyebab sekunder dalam tatanan ciptaan untuk mencapai tujuan-Nya. Kerangka kerja ini tidak menyiratkan urutan kejadian yang linier dengan penyebab primer yang selalu terjadi sebelum penyebab sekunder pada waktunya, tetapi lebih merupakan “kerja sama” di mana Tuhan bekerja melalui dan dengan ciptaan-Nya untuk mencapai tujuan-Nya. Tuhan tidak menentukan kita jatuh, tetapi Ia mempunyai maksud dan rencana baik yang tidak dapat kita tolak pada waktu kita jatuh dalam memakai kebebasan kita.

Kisah Yusuf dalam Kitab Kejadian sering digunakan sebagai contoh untuk hal ini. Sementara saudara-saudara Yusuf menjualnya sebagai budak, Tuhan akhirnya menggunakan tindakan berdosa mereka untuk menyelamatkan hidup Yusuf dan membangun bangsa yang besar melalui dirinya. Ini menggambarkan bagaimana Tuhan dapat menggunakan sebab-sebab sekunder (tindakan manusia) untuk memenuhi ketetapan primer-Nya (menyelamatkan Yusuf dan membangun bangsa).

Hari ini, jika kita mengalami pencobaan dan jatuh ke dalam dosa, sadarilah bahwa itu bukanlah karena ulah Tuhan. Kita harus mau mengakui bahwa kita bebas untuk memilih segala sesuatu, tetapi pilihan kita sendiri akan berakhir dengan dosa. Kita bebas memilih di antara berbagai hal yang mengandung dosa, tetapi tidak bebas untuk bisa memilih apa yang kita pandang baik. Jika kita mengendaki apa yang benar-benar baik, hanya ada satu cara yaitu taat kepada Dia. Jika kita mau hidup bahagia, kita harus mau berjalan di dalam terang-Nya. Jika Yesus sudah memanggil kita untuk menjadi domba-Nya, kita tidak boleh menolak. Jika kita ingin selamat, kita harus mau menerima uluran tangan Yesus. Kita tidak punya pilihan lain.

“Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Roma 7:21-25

Tinggalkan komentar