“Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap.” Roma 1:21

Apakah Anda merasa yakin bahwa Anda sudah diselamatkan? Bagaimana Anda bisa yakin akan hal itu? Tentunya Anda mengerti apa syarat untuk diselamatkan: percaya dan bertobat. Itu dinyatakan dalam Alkitab.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yohanes 3:16
”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Markus 1:15
Percaya dan pertobatan adalah dua sisi dari satu koin dalam perjalanan rohani. Keduanya adalah tindakan sukarela tanpa paksaan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang ingin menerima iluran tangan keselamatan yang datang dari Tuhan (Kisah 2:38-40). Pertobatan dan iman berjalan seiring karena jika Anda percaya bahwa Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan (iman), pikiran Anda berubah tentang dosa dan diri Anda (pertobatan); dan jika Anda bertobat, itu karena Anda percaya bahwa Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak diselamatkan?
Roma 1:21 dimulai dengan pernyataan Paulus bahwa murka Allah dinyatakan terhadap ketidakbenaran manusia. Secara khusus, murka ini datang karena Allah telah menyatakan diri-Nya dengan cukup jelas kepada umat manusia sehingga tidak seorang pun punya alasan untuk mengabaikan-Nya. Kita mungkin dengan sengaja mengabaikan-Nya (Matius 7:7-8), tetapi kita tidak dapat berdalih bahwa kita tidak diberi bukti yang cukup tentang adanya Tuhan dan kehendak-Nya (Roma 1:18-20).
Mengapa manusia menyangkal Allah, dimulai dengan fakta bahwa banyak manusia menolak untuk melihat siapa Allah itu dalam hidup mereka. Mereka membuat pilihan yang disengaja untuk mengabaikan ciri-ciri-Nya dalam ciptaan yang mengelilingi mereka setiap hari. Dengan kata lain, mereka menolak-Nya terlebih dahulu sebagai Pencipta. Penolakan akan Allah sebagai pencipta mengarah pada penolakan untuk menghormati atau mengucap syukur kepada Allah. Mengapa menghormati Allah yang tidak menciptakan dunia? Dan jika Tuhan bukan pencipta, mengapa mereka harus berasumsi bahwa Dia adalah penyedia semua yang mereka butuhkan? Mengapa bersyukur kepada Tuhan atas apa yang mereka kembangkan dan peroleh dengan kemampuan diri sendiri? Begitulah ulah mereka yang belum mengenal Tuhan.
Jika kita tidak memahami Tuhan sebagai pencipta dan penyedia yang harus disembah, kita tidak akan dapat mencapai pemahaman yang benar tentang cara kerja alam semesta. Jika kita tidak memahami bahwa Bapa, Yesus, dan Roh adalah satu, kita akan sulit untuk taat kepada firman yang disampaikan Yesus dan petunjuk Roh Kudus. Jika kita berpendapat bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, kita akan cenderung mencari keselamatan dalam ketaatan pada Hukum Taurat, seperi apa yang dilakukan orang Farisi.
Dengan demikian, pemikiran orang dunia tentang Tuhan adalah sia-sia, tidak berharga sejak awal. Pemikiran yang sia-sia mengarah pada kesimpulan yang salah dan, akhirnya, ke hati yang gelap. Segala sesuatu yang akhirnya mereka percayai didasarkan pada asumsi yang salah tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Misalnya, banyak orang akan memutuskan bahwa alam semesta yang tidak diciptakan dan tidak dipelihara oleh Tuhan tidak memiliki makna atau tujuan. Kesimpulan itu sering kali mengarah pada keputusasaan dan nihilisme: kepercayaan bahwa hidup tidak berarti. Atau sebaliknya, karena hidup ini pada akhirnya lenyap tak berbekas, lebih baik mereka bersuka-suka selagi masih bisa.
Tidaklah mengherankan bahwa tanda-tanda orang yang belum menerima keselamatan menurut apa yang ditulis Paulus dalam berbagai ayat di Alkitab meliputi:
- Penolakan atau pengabaian atas suara Roh Kudus
- Kebutaan rohani dan ketidakmampuan untuk memahami firman Tuhan
- Penolakan terhadap kebenaran dan pengerasan hati yang berkelanjutan
- Cara hidup yang menurut sifat dosa
- Kerusakan moral dan perilaku yang mengabaikan Tuhan
Roma 1 memperkenalkan Paulus dan tujuannya dalam menulis surat ini kepada orang-orang Kristen di Roma. Sebagai hamba dan rasul Yesus, misi Paulus dalam hidup adalah untuk memberitakan Injil Yesus kepada semua kelompok orang, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi. Dia berharap untuk segera melakukannya di Roma. Paulus tidak malu akan Injil. Itu adalah kuasa Tuhan untuk keselamatan semua orang melalui iman kepada Kristus. Semua manusia perlu diselamatkan karena Tuhan marah kepada seisi dunia. Karena dosa, banyak manusia telah menolak Dia sebagai pencipta dan penyedia segala sesuatu. Sebaliknya, mereka menyembah hal-hal lain seperti harta, kuasa dan seks. Sebagai jawabannya, Tuhan telah menyerahkan mereka untuk menuruti segala macam praktik dosa yang mengarah kepada kesengsaraan di masa sekarang (lihat tulisan tentang tujuh dosa yang membinasakan), dan penghakiman-Nya yang murka di kemudian hari.
Roma 1:18–32 menjelaskan mengapa Tuhan dengan tepat mengutuk manusia dan sebagian dari apa yang telah Dia lakukan terhadapnya. Kejatuhan manusia digambarkan sebagai perkembangan ke bawah atau kemerosotan. Dimulai dengan menolak Tuhan sebagai pencipta, menolak untuk melihat apa yang dapat diketahui tentang Dia melalui apa yang telah Dia ciptakan. Kita juga menolak bahwa Dia adalah penyedia kita dan berhenti bersyukur kepada-Nya. Kita menyembah ciptaan-Nya, bukan Dia. Akhirnya, Tuhan bertindak dengan menyerahkan kita pada hal-hal yang jahat dan korup, dan semua jenis dosa lainnya yang tak terkendali. Ada juga kemungkinan bahwa Dia mengungkapkan murka-Nya dengan memberi kita apa yang kita inginkan dan mengutuk kita untuk menanggung konsekuensi yang menyakitkan.
Pada penghakiman terakhir, iman kepada Kristus adalah garis batas yang nyata (Yohanes 14:6). Hanya ada satu pilihan, atau tidak sama sekali (Yohanes 3:36). Siapa pun yang tidak mengakui Dia sebagai Tuhan dan Mesias berada di sisi yang buruk dari garis itu. Dengan melakukan upaya yang begitu jelas dan keras hati untuk menolak-Nya (Matius 12:24), orang-orang Farisi tidak memberikan ruang untuk mengklaim bahwa mereka hanya salah mengerti atau tidak memahami Yesus. Penolakan mereka terhadap-Nya menunjukkan bahwa mereka sebenarnya jahat di dalam hati mereka.
Kata Yesus kepadanya: ”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Yohanes 14:6
“Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” Yohanes 3:36
Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: ”Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.” Matius 12:24
Uraian Paulus dalam Roma 1 tidak dimaksudkan untuk menghakimi semua orang dengan keras, tetapi untuk membedakan antara mereka yang hidup di dalam Kristus dan mereka yang masih membutuhkan Injil. Dalam Pengakuan Westminster Bab 18 – Mengenai Kepastian Kasih Karunia dan Keselamatan, kita mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang hal ini.
Orang-orang munafik dan orang-orang yang belum dilahirkan kembali lainnya mungkin dengan sia-sia menipu diri mereka sendiri dengan harapan-harapan palsu dan anggapan-anggapan duniawi bahwa mereka akan diselamatkan. Namun mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus, dan mengasihi-Nya dengan tulus, berusaha untuk berjalan dengan hati nurani yang baik di hadapan-Nya, pasti yakin bahwa mereka berada dalam keadaan kasih karunia, dan boleh bersukacita dalam pengharapan akan kemuliaan Allah: yang mana harapan itu tidak akan pernah membuat mereka malu atau kecewa.
Kepastian ini bukanlah sekadar dugaan dan kemungkinan, yang didasarkan pada harapan yang bisa salah; tetapi suatu keyakinan iman yang tidak dapat salah, yang didasarkan atas kebenaran ilahi dari janji-janji keselamatan, bukti batiniah dari kasih karunia yang kepadanya janji-janji ini dibuat. Kesaksian Roh Kudus yang memberi kesaksian kepada roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah; Roh mana yang merupakan jaminan warisan kita, yang dengannya kita dimeteraikan sampai hari penebusan.
Perlu diketahui, keyakinan tentang keselamatan ini tidak otomatis termasuk dalam hakikat iman, tetapi memerlukan respons manusia. Iman yang hidup adalah iman yang diseertai perbuatan (Yakobus 2:17). Dan karena itu adalah kewajiban setiap orang untuk bertekun dalam panggilan dan pemilihannya; sehingga dengan demikian hatinya dapat diperluas dalam kedamaian dan sukacita dalam Roh Kudus sekalipun mengalami perjuangan hidup yang berat. Orang sedemikian akan hidup dalam kasih dan rasa syukur kepada Tuhan, dan dengan sukacita akan hidup dalam ketaatan, menghasilkan Buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Buah-buah Roh ini adalah hasil dari kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus (Galatia 5:22-23). Bahwa seorang percaya sejati dapat sabar menunggu jawaban Tuhan dan bisa berjuang menghadapi banyak kesulitan adalah karena ia dimampukan oleh Roh untuk mengetahui apa yang diberikan Tuhan dengan cuma-cuma kepadanya dari ia dapat menggunakan sarana-sarana itu.
Orang percaya bukanlah orang yang sempurna selama hidup di dunia. Mereka dapat saja, melalui kesalahan mereka sendiri, jatuh ke dalam beberapa dosa khusus yang melukai hati nurani dan mendukakan Roh. Dalam hal ini, Allah menarik cahaya wajah-Nya dan membiarkan mereka berjalan dalam kegelapan dan tidak memiliki terang: namun mereka tidak pernah sepenuhnya kehilangan benih Allah, dan kehidupan iman, kasih kepada Kristus dan saudara-saudara, ketulusan hati dan kesadaran akan kewajibannya. Melalui pekerjaan Roh, keyakinan ini dapat dihidupkan kembali pada waktunya karena mereka ditopang dari keputusasaan total.
Pagi ini kita belajar membedakan orang percaya dengan orang yang tidak percaya, dan dengan orang yang belum percaya sepenuhnya. Panggilan untuk kita adalah untuk tetap mau mendengarkan panggilan Tuhan yang membimbing kita ke arah yang benar. Janganlah kita mengeraskan hati kita dan menolak-Nya. Pada pihak lain, hidup dalam iman bukanlah otomatis membuat kita menjadi orang yang sempurna, yang sepenuhnya taat kepada firman Tuhan. Tetapi, jika kita adalah orang yang sudah diberi pengenalan akan Allah, kita harus selalu berusaha untuk memuliakan Dia sebagai Allah dan mengucap syukur kepada-Nya dalam setiap segi kehidupan kita.