“Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” Matius 24:5

Matius 24:1–14 mengikuti Yesus dan para murid keluar dari bait suci. Ini terjadi setelah kritik-Nya yang pedas terhadap para ahli Taurat dan orang Farisi dalam pasal 23. Ia meramalkan saat ketika bait suci akan dihancurkan tanpa satu batu pun tersisa di atas batu lainnya. Segera setelah ini, ketika duduk di Bukit Zaitun, Yesus menjawab pertanyaan dari para murid. Mereka bertanya kapan penghakiman akan datang dan tanda-tanda apa yang akan menandai kedatangan-Nya kembali.
Yesus kemudian menggambarkan adanya banyak kekacauan dan penganiayaan di dunia yang tak terbayangkan. Ia menunjuk pada saat tertentu ketika bait suci dihancurkan, dan orang-orang harus lari menyelamatkan diri. Yesus lebih lanjut berbicara tentang kesengsaraan yang mengancam dunia yang akan dipersingkat tepat sebelum Ia kembali sebagai Raja dan Hakim. Karena tidak seorang pun mungkin tahu kapan Ia akan kembali, para pengikut-Nya harus hidup dalam kesiapsiagaan. Itu termasuk kita sekarang ini.
Pada saat penantian, banyak penipu akan datang dengan mengatakan bahwa mereka adalah Kristus, Sang Mesias. Yesus tidak bermaksud bahwa mereka akan berpura-pura menjadi Dia. Sebaliknya, Ia mengatakan bahwa banyak orang akan datang yang mengklaim bahwa Yesus sebenarnya bukan Mesias, tetapi merekalah yang benar-benar Mesias. Yesus menambahkan bahwa banyak dari para pendusta ini akan berhasil: banyak orang akan tertipu. Karena Yesus adalah satu-satunya jalan yang benar menuju kerajaan surga, mereka yang tersesat akan dituntun menuju kehancuran. Itu termasuk orang-orang yang saat ini mengenal Yesus, tetapi kemudian mengingkari-Nya.
Sejarah mencatat contoh-contoh orang yang mengaku sebagai Mesias setelah pelayanan Yesus di bumi berakhir. Salah satu Mesias palsu tersebut, Simon Bar Kokhba, gagal dalam upayanya untuk memberontak terhadap Roma pada tahun 135 M. Yesus tidak ingin para pengikut-Nya terperangkap dalam tipu daya bodoh seperti itu. Yesus juga tidak ingin kita terperangkap dalam hal yang serupa.
Mungkin Anda kurang percaya kalau di zaman ini ada orang yang berani mengaku bahwa ia adalah sang juru selamat. Tapi sejarah membuktikan bahwa orang-orang yang tinggi hati, yang merasa bahwa ia adalah orang yang dipilih Tuhan untuk menyelamatkan seisi bangsa, sering muncul. Malahan baru- baru ini ada seorang presiden negara besar yang menyatakan bahwa dia adalah pilihan Tuhan dan tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan dia!
Ayat di atas adalah sebuah peringatan—tetapi bukan sekadar peringatan tentang apa yang “ada di luar sana.” Itu adalah peringatan yang menyentuh setiap hati manusia, dalam lingkungan kita, dan mungkin untuk kita sendiri. Mudah untuk mendengar perkataan Yesus dalam Matius 24 dan berpikir bahwa Dia hanya berbicara tentang penipu akhir zaman, pemimpin aliran sesat palsu, atau gerakan anti-Kristen. Namun, hari ini ayat di atas menantang kita untuk mempertimbangkan hal ini:
“Mungkinkah saya adalah mesias palsu yang diperingatkan Yesus?”
Saya tidak bermaksud Anda benar-benar pernah mengaku sebagai Kristus. Namun, dapatkah kita—melalui cara hidup, kesombongan, atau bahkan sikap rohani kita—bertindak seolah-olah kita adalah juru selamat, seolah-olah kita adalah standar, contoh, “orang benar” yang harus diikuti orang lain?
Mari kita dengarkan Yesus lagi:
“Banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24:5)
1. Makna Yang Jelas: Mesias Palsu Itu Nyata
Yesus memperingatkan bahwa orang-orang akan secara harfiah mengaku sebagai Dia atau berbicara dengan otoritas-Nya. Hal ini telah terjadi sepanjang sejarah—mulai dari pemimpin bangsa/agama hingga para tokoh yang mengaku membawa keselamatan melalui politik, agama, atau pengetahuan.
Banyak orang yang menyatakan melalui cara hidup dan kerja mereka, bahwa mereka adalah pemimpin yang patut diikuti dan dikagumi. Mereka menuntut kesetiaan dan penghormatan dari orang lain, seolah mereka adalah orang-orang yang dipilih Tuhan untuk menyelamatkan orang lain.
2. Perangkap Halus: Kita Ingin Dianggap Paling Benar
Mungkin kita yakin bahwa ayat itu adalah peringatan akan adanya orang lain yang berbahaya. Kita tidak mungkin melakukan kejahatan seperti itu. Mungkin kita tidak pernah berkata, “Akulah Kristus,” tetapi kita dapat hidup seolah-olah kita adalah standar keserupaan dengan Kristus. Kita merasa bahwa kita adalah contoh orang yang paling benar atau paling beriman.
- “Lihatlah bagaimana aku beribadah.”
- “Lihatlah bagaimana aku hidup.”
- “Lihatlah betapa benar teologiku.”
- “Lihatlah betapa taatnya aku.”
Tanpa menyadarinya, kita mungkin mulai menunjuk kepada diri kita sendiri alih-alih menunjuk kepada Yesus. Kita mulai menarik orang kepada kinerja kita alih-alih kasih karunia-Nya. Dan tiba-tiba, kita telah menjadi semacam mesias palsu, seperti orang Farisi.
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.” (Matius 6:1)
3. Sindrom Farisi: Mesias Buatan Kita Sendiri
Yesus memperingatkan orang Farisi bukan karena mereka adalah “orang Yahudi yang jahat,” tetapi karena mereka telah menggantikan rahmat Allah dengan kinerja mereka. Mereka menjadi penjaga gerbang keagamaan, pemberi pengaruh rohani yang berkata—kadang dengan kata-kata, selalu dengan sikap “Ikutlah Aku. Akulah yang tahu akan hal ini.”
Di sini terletak bahaya untuk orang lain: kita dapat melakukan ini di gereja, keluarga, dan persahabatan kita.
- Ketika kita mempermalukan orang lain untuk meninggikan kepatuhan mereka kepada kita.
- Ketika kita cenderung membertakan kebaikan kita alih-alih kasih karunia Tuhan.
- Ketika kita lebih banyak berbicara tentang kesetiaan kita daripada kesetiaan Allah.
- Ketika kita lebih sering menyatakan kebenaran teologi kita daripada kebenaran Alkitab.
Secara psikologis, hal ini menyerupai perasaan kompleks mesias (messiah complex):
- Kepercayaan bahwa seseorang dipanggil oleh Tuhan untuk “menyelamatkan” bangsa/dunia/ gereja/orang lain.
- Keyakinan bahwa Tuhan sudah menyatakan kebenaran-Nya hanya kepada orang tertentu.
- Sering mencari perhatian dengan narasi penganiayaan (misalnya, “mereka membenci saya karena saya mengatakan kebenaran”).
- Rasa sombong yang berkembang di bawah pengaruh para pengikut yang suka menyanjung mereka.
4. Bagaimana Menolak Dorongan Untuk Menjadi Mesias?
Yohanes Pembaptis melakukannya dengan benar. Ia berkata:
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yohanes 3:30)
Itulah suara seseorang yang menolak menjadi mesias palsu.
- Ia tidak menarik perhatian kepada dirinya sendiri.
- Ia mempersiapkan jalan bagi seseorang yang lebih besar.
- Ia menyadari bahwa Yesus, bukan dirinya sendiri, adalah pusat berita Injil.
- Ia menyadari bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Tuhan untuk manusia.
Dalam hidup kita sekarang ini, kita harus sadar akan bahaya perasaan kompleks mesias. Gereka Kristen yang benar adalah gereja yang memuliakan Kristus, bukan pemimpin gereja atau orang-orang kudus yang dianggap “istimewa”. Orang Kristen yang paling berkuasa bukanlah orang yang tampak paling bijak dan saleh dari luarnya, tetapi orang yang paling jelas menunjukkan adanya buah Roh:
“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” Galatia 5:22-23
5. Cara Menguji Hati Kita
Kita mungkin yakin tidak pernah mempunyai perasaan kompleks mesias. Tetapi, kita bisa bertanya kepada diri sendiri:
- Apakah saya mendekatkan orang kepada Yesus atau hanya kepada saya atau golongan saya?
- Apakah saya membuat orang lain merasa bahwa mereka membutuhkan kasih karunia Tuhan—atau menyatakan bahwa mereka perlu meniru saya?
- Apakah saya pernah berpikir, “Jika lebih banyak orang seperti saya, gereja akan menjadi lebih baik”?
- Apakah saya berpendapat, surga akan lebih penuh jika orang lain pergi ke gereja saya?
- Apakah saya merasa bahwa semua orang adalah keliru dan harus belajar dari saya?
Jika demikian, kita harus berhenti sejenak untuk berdoa dan memohon pengampunan dari Tuhan. Kita harus bertobat dan menyerahkan keinginan kita untuk dirubah menjadi benar. Karena bahkan orang Kristen yang bermaksud baik pun dapat menjadi mesias palsu—dan Yesus berkata bahwa itu menuntun orang lain ke dalam kesesatan dan bebinasaan.
Pagi ini, kita harus ingat bahwa Mesias yang sejati datang dalam kelemahan. Dia yang mahasuci tidak membangun singgasana. Dia yang mahabesar, membasuh kaki murid-Nya. Dia mati untuk orang-orang yang tidak memahami-Nya. Dan ketika Dia bangkit, Dia tidak berkata, “Sekarang jadilah seperti Aku.” Sebaliknya, Dia berkata, “Aku akan menyertai kamu selamanya.” Jadi, janganlah kita berusaha untuk terlihat seperti mesias, tetapi ajaklah setiap orang untuk selalu bersandar kepada Mesias.
“dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Matius 28:20