Manusia tidak bisa melupakan, tapi Tuhan bisa

”Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.” Ibrani 10:16-17

Salah satu pernyataan yang paling umum kita dengar dalam percakapan tentang pengampunan adalah ini: “Saya dapat mengampuni, tetapi saya tidak dapat melupakan.” Kedengarannya mulia—jujur, bahkan praktis. Lagi pula, bagaimana seseorang dapat benar-benar melupakan pengkhianatan, luka, atau kekecewaan yang mendalam? Daya ingat kita sangat kuat. Kenangan yang ada dalam pikiran kita membentuk siapa diri kita dan memberi tahu cara kita berinteraksi dengan dunia. Wajar saja jika kita membawa kenangan tertentu—terutama yang menyakitkan—dalam diri kita.

Namun, pernahkah Anda berhenti sejenak untuk mempertimbangkan betapa berbedanya Allah dengan kita? Ibrani 10:16–17 berisi salah satu janji yang paling mengejutkan dalam Alkitab. Allah, berbicara tentang perjanjian yang baru yang dimungkinkan melalui Yesus Kristus, menyatakan bahwa Ia akan “menaruh hukum-hukum-Nya di dalam hati mereka” dan “menuliskannya dalam pikiran mereka.” Kemudian, seolah-olah untuk menyegel perjanjian itu dengan sesuatu yang bahkan lebih radikal, Ia berkata: “Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan pelanggaran hukum mereka.”

Ibrani 10:16 dikutip dari Yeremia 31:33. Ayat yang sama disebutkan sebelumnya dalam Kitab Ibrani, untuk menunjukkan bahwa Allah telah berjanji untuk mengganti perjanjian yang lama. Maksud Allah bukanlah untuk menggunakan imamat Lewi sebagai solusi utama bagi umat manusia untuk dosa. Sebaliknya, ritual dan objek perjanjian Tuhan yang lama dimaksudkan untuk mengarahkan umat manusia kepada Mesias, Yesus Kristus. Penulis litab Ibrani sangat berhati-hati untuk mendukung klaim ini dengan menggunakan Firman Allah sendiri, dari Alkitab Perjanjian Lama. Ayat sebelumnya secara eksplisit mengingatkan pembaca bahwa itu adalah firman Allah—Roh Kudus yang berbicara kepada kita—sebagai cara untuk mendorong pembaca agar menganggap serius firman tersebut.

Yeremia 31:33 menekankan aspek utama dari perjanjian Tuhan yang baru. Sementara perjanjian Tuhan yang lama bersifat eksternal dan bergantung pada hukum tertulis, perjanjian yang baru bersifat internal dan “tertulis” di hati dan pikiran setiap orang percaya.

Ibrani 10:17 muncul di akhir diskusi panjang di mana penulis Ibrani sering mengutip ayat dari Perjanjian Lama. Alasan kutipan ini adalah untuk membuktikan bahwa Allah, sejak awal, berjanji untuk mengutus Yesus sebagai penggenapan akhir dari rencana-Nya untuk menyelesaikan dosa kita. Pada waktu itu, orang-orang Kristen Yahudi yang membaca kata-kata ini pasti akan terpengaruh terutama oleh seruan kepada Kitab Suci mereka sendiri.

Salah satu bagian yang digunakan adalah Yeremia 31:31–34. Di sana, Allah secara langsung mengatakan bahwa Ia akan membentuk “perjanjian yang baru” dengan Israel, terpisah dari perjanjian yang diberikan kepada Musa dan dilaksanakan oleh para imam Lewi (Ibrani 8:7–13). Komponen utama dari perjanjian yang baru ini adalah kehadirannya di dalam setiap orang. Berbeda dengan perjanjian Tuhan yang lama yang ditulis di atas batu dan bergantung pada pengorbanan hewan yang berulang, perjanjian yang baru ini akan “ditulis” di dalam pikiran dan hati manusia.

Perjanjian yang lama bukanlah penyembuhan permanen untuk dosa; ini hanyalah pengingat sementara akan dosa dan simbol rencana akhir Allah. Sebaliknya, perjanjian yang baru, menurut Yeremia, akan menghasilkan sesuatu yang tidak dapat ditawarkan oleh perjanjian yang lama: pengampunan dosa yang sesungguhnya. Pengorbanan tunggal Yesus untuk dosa sekali untuk selamanya akan benar-benar membersihkan manusia, dari dalam, alih-alih hanya menutupi dosanya untuk sementara waktu.

Allah—yang mahatahu, yang mengetahui segala sesuatu—mengatakan bahwa Ia akan melupakan. Ini bukan masalah kegagalan ingatan ilahi. Ini adalah tindakan Tuhan dengan kehendak yang disengaja dan penuh kasih. Allah memilih untuk tidak mengingat dosa-dosa kita. Ia memilih untuk tidak mengingatnya ketika berurusan dengan kita. Ia menghapus semua kesalahan—tidak hanya sementara, tidak hanya bersyarat, tetapi selamanya.

Kelupaan ilahi ini tidak seperti kelupaan manusia. Ini bukan sesuatu yang tidak disengaja atau tidak lengkap. Ini sempurna dan bertujuan. Allah, karena Ia adalah kasih, memilih untuk melupakan dosa-dosa kita. Ia melakukan ini karena Yesus, melalui kematian dan kebangkitan-Nya, telah membuat penebusan penuh atas dosa-dosa kita. Keadilan Allah telah dipuaskan di kayu salib. Dan karena itu, Tuhan sekarang dapat berkata: “Aku tidak mengingat dosa-dosamu lagi.” Sungguh pemikiran yang luar biasa.

Jika kita taat pada firman Tuhan, kita berusaha untuk menghentikan kemarahan kita secepat mungkin. Kita berjuang untuk melupakan kesalahan orang lain yang dilakukan kepada kita. Tetapi ini tidak mudah. Kita lebih sering menyimpan dendam, mengingat luka masa lalu, dan terkadang bahkan memendamnya. Bahkan ketika kita mengatakan kita mengampuni, kenangan itu masih menghantui kita. Kenangan itu muncul dalam pikiran kita, hubungan kita, dan reaksi kita. Namun, Tuhan semesta alam—yang memiliki hak penuh untuk menghukum kita—berkata, “Aku tidak akan mengingatnya lagi.” Seperti inilah rupa kasih karunia.

Sebagian orang mungkin berkata, “Begitulah Tuhan. Aku bukan Tuhan—aku tidak bisa melupakan seperti itu.” Itu benar. Kita tidak bisa melakukannya sendiri. Namun, jika Kristus hidup di dalam kita, maka Roh-Nya memberi kita kekuatan untuk hidup secara berbeda. Kita mungkin tidak dapat melupakan seperti yang Tuhan lakukan, tetapi kita dapat memilih untuk tidak memikirkan pelanggaran itu. Kita dapat memilih untuk tidak terus-menerus mengungkitnya—baik dalam pikiran kita maupun dalam hubungan kita.

Kita dapat memilih untuk melepaskan cengkeraman kepahitan. Jadi, pengampunan bukan hanya peristiwa satu kali—sering kali merupakan keputusan yang harus diambil setiap hari. Dan melupakan bukan berarti tidak adanya ingatan, tetapi penolakan untuk membiarkan ingatan mengendalikan sikap dan tindakan kita. Ketika kita berkata, “Saya mengampuni, tetapi saya tidak bisa melupakan,” kita sering kali mengakui tetap adanya pergumulan alih-alih keadaan yang sudah mapan dan aman. Itu normal bagi manusia yang lemah. Namun, kita juga harus bersedia untuk bertumbuh. Kita harus mengizinkan Kristus melakukan pekerjaan transformasi-Nya di dalam diri kita.

Penting untuk dicatat bahwa melupakan tidak berarti meremehkan apa yang terjadi. Itu tidak berarti menyangkal rasa sakit atau berpura-pura semuanya baik-baik saja. Tuhan tidak melupakan karena dosa-dosa kita tidak serius—Dia melupakan karena pengorbanan Kristus sudah cukup. Dan dengan cara yang sama, kita tidak melupakan karena kesalahan itu tidak enar-benar terjadi, tetapi karena kasih karunia Yesus memampukan kita untuk bangkit darinya.

Inilah kebenaran yang lebih dalam: Ketika kita berpegang teguh pada ingatan tentang dosa orang lain terhadap kita, kita sering kali mengikat diri kita pada rasa sakit itu. Kita sendiri bisa menderita. Namun, saat kita menyerahkannya kepada Tuhan, kita tidak hanya meniru kasih-Nya—kita melangkah menuju kebebasan. Kita membiarkan belas kasihan yang sama, dari Tuhan, yang mengalir atas kita mengalir melalui diri kita kepada orang lain.

Semakin kita berjalan bersama Yesus, semakin hati kita dibentuk oleh-Nya. Dan semakin hati kita dibentuk oleh-Nya, semakin kita mulai mencerminkan karakter-Nya—bahkan dalam cara kita mengampuni, bahkan dalam cara kita memilih untuk melupakan. Jadi, lain kali Anda tergoda untuk berkata, “Saya tidak bisa melupakan,” ingatlah ini: Tuhan bisa. Dan Dia hidup di dalam Anda.

Doa:

Bapa, terima kasih atas mukjizat kasih karunia. Terima kasih karena Engkau tidak hanya mengampuni dosa-dosaku melalui Yesus, tetapi Engkau memilih untuk tidak mengingatnya lagi. Bantulah aku untuk memahami kedalaman kasih itu dan menyebarkannya kepada orang lain. Ajari aku cara mengampuni dari hati dan melepaskan cengkeraman kemarahan masa lalu yang masih ada padaku. Bahkan saat aku berjuang untuk melupakan, bantulah aku untuk tidak berkutat pada rasa sakit. Jadikanlah aku lebih seperti-Mu, Tuhan. Dalam nama Yesus, Amin.

Tinggalkan komentar