Bergantung kepada Raja segala raja

“Supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” – 1 Korintus 2:5

Bagi Anda yang seumur saya mungkin pernah mendengar tentang film berjudul “King of Kings” (Raja segala raja) rilis tahun 1961 yang menceritakan kisah Yesus. Film ini disutradarai oleh Nicholas Ray dan dibintangi oleh Jeffrey Hunter sebagai Yesus. Film ini mencakup peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus, termasuk khotbah di bukit, perjamuan Terakhir, kesengsaraan, dan kebangkitan Yesus. Dalam konteks kekristenan, “Raja segala raja” adalah gelar yang diberikan kepada Yesus Kristus, yang menunjukkan keagungan-Nya sebagai pusat kehidupan dan pemerintahan ilahi.

Di zaman modern ini, agaknya banyak orang yang tidak mengerti atau tidak tahu bahwa Yesus adalah Raja segala raja. Mereka mungkin mengenal nama Yesus, tapi tidak percaya bahwa Ia adalah Tuhan. Mereka mungkin lebih terbiasa dengan adanya tokoh-tokoh publik, pemimpin politik, influencer media sosial, bahkan tokoh-tokoh agama yang menjadi acuan utama dalam menentukan apa yang benar, apa yang salah, apa yang patut diikuti, dan bagaimana seharusnya hidup ini dijalani. Manusia terus mencari sosok “raja” baru—mereka yang dianggap hebat, pintar, populer, atau berpengaruh. Namun, dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus memberikan peringatan yang tajam: jangan menaruh iman pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.

Hikmat Dunia vs Hikmat Allah

Rasul Paulus, dalam konteks pasal ini, sedang menjelaskan bahwa Injil Kristus bukanlah hasil filosofi manusia atau kebijaksanaan duniawi. Dunia pada masa Paulus sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani dan orator-orator hebat. Tetapi Paulus dengan sengaja tidak memakai kata-kata indah atau argumentasi rumit ketika menyampaikan Injil. Ia datang dengan kesederhanaan, dengan gemetar dan rasa takut (1 Korintus 2:3), karena ia ingin agar perhatian orang tidak tertuju kepada dirinya, tetapi kepada Tuhan Yesus Kristus.

Dalam bahasa Indonesia, “Tuhan” secara umum merujuk pada oknum ilahi yang Mahatinggi dan Mahakuasa, yang diyakini sebagai pencipta dan pengatur alam semesta serta menjadi objek pemujaan manusia. Tetapi, karena Tuhan itu roh banyak manusia tidak dapat melihat-Nya dan tidak dapat percaya kepada-Nya. Sebaliknya, banyak orang yang tertarik kepada apa yang bisa dilihat, yaitu penampilan luar: khotbah yang retoris, ajaran yang menyenangkan telinga, atau pemimpin yang kharismatik. Namun, semua itu adalah bentuk hikmat manusia yang sering kali mengalihkan perhatian dari kekuatan Tuhan.

Raja-Raja Dunia yang Menjadi Pusat Perhatian

Di berbagai bidang kehidupan, manusia cenderung mengidolakan figur-figur manusia:

  • Dalam dunia Krsten, orang sering lebih terpesona oleh pengkhotbah terkenal dan ajaran manusia daripada oleh kebenaran Alkitab itu sendiri. Banyak yang mengikuti ajaran tokoh karena popularitasnya, bukan karena keakuratan firman Tuhan. Kadang, bahkan saat ajaran mereka menyimpang, orang tetap setia karena mereka lebih suka mengandalkan manusia daripada Tuhan.
  • Dalam pemerintahan dan politik, manusia mencari pemimpin kuat yang bisa menyelamatkan ekonomi, memberikan keamanan, atau menyatukan bangsa. Tetapi sejarah menunjukkan bahwa bahkan pemimpin terbaik pun tetap manusia berdosa yang terbatas dan bisa gagal.
  • Dalam dunia sosial dan budaya, para influencer dan selebriti dijadikan panutan hidup. Banyak orang meniru gaya hidup mereka, cara berpakaian, berbicara, dan bahkan nilai-nilai moral mereka. Tapi apakah semua itu membawa manusia lebih dekat kepada kebenaran dan kekudusan?

Alkitab mengingatkan kita bahwa hanya satu Raja yang layak menerima ketaatan dan penyembahan kita: Tuhan Yesus Kristus, Raja segala raja.

Bahaya Ketergantungan pada Manusia

Ketika manusia mulai mengandalkan manusia lain untuk arahan hidup, banyak bahaya yang bisa muncul:

  • Disesatkan oleh ajaran palsu: Jika kita tidak menguji ajaran berdasarkan Firman Tuhan, kita bisa dengan mudah disesatkan oleh pengajaran yang terdengar “bijak”, tetapi sebenarnya menyesatkan (Lihat Matius 24:24).
  • Mengidolakan manusia dan bukan Tuhan: Ketika seorang pemimpin atau tokoh spiritual lebih dihormati daripada Kristus sendiri, itu sudah menjadi bentuk penyembahan berhala terselubung.
  • Kekecewaan yang mendalam: Manusia bisa gagal. Pemimpin bisa jatuh dalam dosa. Ketika kita terlalu menggantungkan harapan kepada manusia, maka saat mereka jatuh, iman kita bisa goyah.

Oleh karena itu, Paulus mengarahkan jemaat kepada kekuatan Allah—bukan kepada dirinya, bukan kepada kefasihan bicara atau keindahan pengajaran, tetapi kepada Kristus yang disalibkan dan dibangkitkan.

Iman yang Tertanam pada Kekuatan Allah

Apa artinya menaruh iman pada kekuatan Allah?

  • Mengakui keterbatasan manusia: Baik kita sendiri maupun pemimpin rohani atau pemimpin politik, semua manusia adalah makhluk berdosa yang terbatas. Hanya Allah yang sempurna.
  • Mengandalkan Roh Kudus sebagai Penuntun Kebenaran: Dalam ayat-ayat selanjutnya di pasal yang sama, Paulus menjelaskan bahwa kebenaran rohani hanya bisa dipahami melalui pencerahan Roh Kudus, bukan dari akal manusia semata (1 Korintus 2:10-14).
  • Membangun relasi pribadi dengan Tuhan: Kita tidak bisa hanya hidup dari “makanan rohani” yang disampaikan oleh orang lain. Kita perlu mengenal Tuhan secara pribadi, membaca firman-Nya, berdoa, dan membangun relasi yang nyata dengan-Nya.
  • Menjadi rendah hati: Mengakui bahwa iman kita bukan karena kepandaian atau logika kita, tetapi karena kasih karunia Allah yang menarik kita kepada-Nya. Ini mencegah kesombongan rohani.

Menjadi Umat yang Bergantung pada Sang Raja

Kita hidup di dunia yang dipenuhi oleh “raja-raja dunia”—tokoh, sistem, ideologi, dan budaya yang menuntut perhatian dan kesetiaan kita. Tetapi kita dipanggil untuk hidup berbeda. Kita dipanggil menjadi umat yang hanya mengakui satu Raja: Tuhan Yesus Kristus.

Yesus bukan hanya Raja dalam makna rohani. Dia adalah Raja segala raja, Penguasa atas sejarah, dan satu-satunya yang layak diandalkan. Tidak ada penguasa dunia ini yang bisa menyelamatkan jiwa manusia. Tidak ada ideologi atau teologi yang bisa memberi damai sejati. Hanya Yesus yang sanggup memberi hidup kekal dan makna sejati.

Renungan pagi ini hendak mengajak kita semua untuk memeriksa di mana kita meletakkan kepercayaan dan harapan kita. Apakah kita sedang bergantung pada tokoh-tokoh besar dunia ini? Apakah kita terlalu bergantung pada para pemimpin rohani tanpa menguji ajaran mereka? Apakah kita sedang mencari “raja” lain yang bisa menyelamatkan kita selain Kristus?

Mari kita kembali kepada salib. Mari kita kembali menaruh iman bukan pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah yang dinyatakan di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Hanya Dia yang layak kita ikuti, kita andalkan, dan kita sembah.

“Terpujilah Tuhan, Gunung batuku, yang mengajar tanganku berperang, dan jari-jariku untuk bertempur; Dialah kasih setiaku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku, Dialah yang padanya aku berlindung.” Mazmur 144:1–2

Tinggalkan komentar