Manifesto pribadi orang Kristen

Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” 1 Korintus 10:31

1 Korintus 10:23—11:1 menunjukkan bahwa sekadar bertanya, ”Apakah ini diperbolehkan?” adalah pertanyaan yang salah bagi orang Kristen. Sebaliknya, kita harus melanjutkan dengan bertanya, ”Apakah ini akan memuliakan Tuhan?” dan ”Apakah ini akan membangun sesama kita?” Paulus memerintahkan mereka untuk bertindak berdasarkan hal ini dengan menolak makan daging yang mereka tahu telah dipersembahkan kepada berhala. Alasannya adalah untuk menghindari membuat siapa pun berpikir bahwa orang Kristen menyetujui penyembahan berhala dengan cara apa pun. Namun, mereka bebas untuk memakan daging apa pun yang tidak mereka ketahui telah dipersembahkan kepada berhala, dengan hati nurani yang bersih, dan dengan ucapan syukur kepada Tuhan. Pesan utama dari bagian ini adalah bahwa niat kita, dan dampak tindakan kita terhadap orang lain, lebih penting daripada hal-hal fisik yang terlibat.

Orang percaya harus termotivasi untuk mendatangkan kemuliaan bagi Allah dalam segala hal yang kita lakukan, atau memilih untuk tidak melakukannya. Ini termasuk pilihan kita untuk makan atau minum, atau menolak. Paulus menambahkan ini ke dalam daftar faktor motivasi untuk menggunakan kebebasan kita di dalam Kristus. Apakah kegiatan ini akan membantu saya atau akan menyebabkan saya “dikuasai” (1 Korintus 6:12)? Apakah melakukan ini akan membangun orang lain dan baik bagi sesama saya serta bagi diri saya sendiri (1 Korintus 10:23–24)? Dan sekarang, apakah pilihan untuk makan atau minum atau melakukan hal lain ini akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan? Semua pertanyaan ini harus dipertimbangkan dalam manifesto pribadi kita. Lalu apa manifesto itu?

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), manifesto adalah pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok. Manifesto bertujuan untuk mengkomunikasikan pandangan, prinsip, atau rencana kepada publik dan seringkali menjadi dasar untuk gerakan atau perubahan yang lebih luas. Manifesto mengungkapkan apa yang ingin dicapai, apa yang dipercaya, dan bagaimana cara mencapainya. Jadi, manifesto adalah alat komunikasi yang kuat untuk menyampaikan pesan penting kepada masyarakat dan mendorong perubahan.

Sebagai orang Krisen, mungkin Anda pernah mengucapkan pengakuan Iman Rasuli dalam acara kebaktian gereja. Pengakuan Iman Rasuli menjadi pernyataan keyakinan dasar atau kesaksian iman umat Kristiani. Pengakuan Iman Rasuli diketahui berkaitan dengan pengakuan atas adanya Allah, Yesus Kristus, Roh Kudus, gereja, pengampunan dosa, kebangkitan dan hidup kekal. Pengakuan ini adalah sebuah manifesto iman yang diucapkan secara bersama di gereja, tetapi mungkin terlalu panjang untuk dipakai secara pribadi dalam hidup sehari-hari. Selain itu, pengakuan ini tidak dimaksudkan untuk mendorong perubahan orang lain. Lalu apa yang bisa kita pakai sebagai manifesto agar orang lain bisa melihat bahwa kita adalah orang Kristen dan kemudian meniru kita?

Di antara seruan-seruan besar Reformasi Protestan, Soli Deo Gloria — Hanya bagi kemuliaan Allah — sering kali berada di bawah bayang-bayang padanannya yang lebih sering dibahas: Sola Scriptura (Hanya Kitab Suci), Sola Fide (Hanya Iman), Sola Gratia (Hanya Anugerah), dan Solus Christus (Hanya Kristus). Namun dalam banyak hal, Soli Deo Gloria adalah permata mahkota yang menyatukan semuanya. Itu bukan sekadar poin teologis, tetapi panggilan pribadi. Itu adalah tujuan dari keberadaan segala sesuatu (Roma 11:36). Itu adalah tujuan keselamatan kita, ibadah kita, pekerjaan kita, dan kehidupan kita.

Soli Deo Gloria seharusnya menjadi manifesto kita: Hidup hanya untuk kemuliaan Allah. Mengapa? Karena hanya Tuhan yang layak menerima segala kemuliaan — dalam penciptaan, dalam keselamatan, dalam pewahyuan, dan dalam setiap tindakan pemeliharaan-Nya.

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

Kita Diciptakan untuk Kemuliaan-Nya

Alam semesta tidak muncul secara kebetulan, dan kita juga tidak ada di sini untuk kesenangan kita sendiri. Kitab Suci mengingatkan kita bahwa “langit memberitakan kemuliaan Allah” (Mazmur 19:1), dan manusia — yang diciptakan menurut gambar Allah — diciptakan untuk mencerminkan keindahan dan kekudusan-Nya. Yesaya 43:7 menyatakan bahwa Allah membentuk kita “untuk kemuliaan-Ku.” Ini berarti hidup kita bukan milik kita untuk diarahkan sesuka hati. Setiap napas yang kita ambil adalah anugerah yang dirancang untuk menghormati Dia yang memberikannya. Hidup Soli Deo Gloria dimulai dengan mengakui bahwa keberadaan kita bukanlah tentang pemenuhan diri sendiri tetapi tentang pemuliaan Tuhan.

Kita Mengasihi Karena Dia Lebih Dahulu Mengasihi Kita

Sebelum kita dapat mengucapkan sepatah kata pujian, kasih Allah telah menjangkau kita. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yohanes 4:19). Kasih, pengabdian, dan ketaatan kita bukanlah upaya untuk mendapatkan kasih karunia, melainkan tanggapan terhadap kasih karunia ilahi. Kasih Allah membangkitkan dalam diri kita keinginan untuk hidup bagi-Nya — bukan dengan rasa terpaksa, tetapi dengan sukacita. Kasih Allah adalah bahan bakar bagi kemuliaan Allah dalam hidup kita. Ketika kita melihat betapa dalamnya kita dikasihi, kita tidak dapat menahan diri untuk tidak memuliakan-Nya sebagai balasannya.

Kita Diselamatkan untuk Berbagi dalam Kemuliaan-Nya

Keselamatan kita bukanlah pencapaian manusia. Itu adalah pekerjaan Allah dari awal hingga akhir — direncanakan oleh Bapa, diselesaikan oleh Anak, dan diterapkan oleh Roh Kudus. “Mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya” (Roma 8:30). Di dalam Kristus, kita tidak hanya diampuni; kita diundang untuk berbagi dalam kemuliaan-Nya.

Ini mengubah cara kita hidup. Kita tidak hanya menunggu surga; kita hidup sekarang sebagai orang-orang yang telah dimahkotai dengan tujuan. Setiap tindakan pelayanan, setiap saat penderitaan yang ditanggung dalam iman, menjadi gema kemuliaan Allah dalam hidup kita (2 Korintus 4:17). Kita Melihat Kemuliaan-Nya melalui Kitab Suci dan Roh.

Tuhan tidak meninggalkan kita dalam kegelapan

Dia memberi kita Firman-Nya — “pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita” (Mazmur 119:105). Melalui Kitab Suci, kita melihat kemuliaan Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus (2 Korintus 3:18). Dan oleh Roh Kudus yang tinggal di dalam kita, kita diubahkan dari kemuliaan kepada kemuliaan, dibentuk menjadi serupa dengan Anak.

Roh membuka mata kita untuk melihat keagungan Allah di mana orang lain hanya melihat kata-kata. Dia menegur, menghibur, dan mengajar — bukan agar kita dapat dikagumi karena pengetahuan kita, tetapi agar kita dapat lebih mencerminkan cahaya Juruselamat kita.

Kita Percaya melalui Karunia Iman

Bahkan iman kita — sarana yang dengannya kita memperoleh keselamatan — adalah karunia kasih karunia (Efesus 2:8). Iman bukanlah pekerjaan yang kita lakukan, tetapi kepercayaan yang kita terima. Itu adalah cara Tuhan untuk memastikan bahwa tidak seorang pun dapat menyombongkan diri, dan bahwa semua kemuliaan diberikan kepada-Nya.

Hidup dengan iman berarti hidup dalam ketergantungan penuh kepada Tuhan, tidak percaya pada diri sendiri tetapi pada janji-janji Dia yang tidak akan pernah gagal. Dan itu juga mendatangkan kemuliaan bagi-Nya.

Kesimpulan: Seluruh Hidup Kita, Semua Adalah untuk Kemuliaan-Nya

Bagi Tuhan saja kemuliaan lebih dari sekadar pernyataan teologis — itu adalah cara hidup. Itu membentuk cara kita bekerja, cara kita mengasihi, cara kita beribadah, dan cara kita menderita. Itu merendahkan hati kita dan meninggikan Kristus. Itu membungkam kesombongan dan membangkitkan pujian. Itu mengangkat pandangan kita dari yang fana ke yang kekal.

Soli Deo Gloria seharusnya menjadi manifesto kita

Bahwa pikiran saya, kata-kata saya, keputusan saya, pergumulan saya, dan kemenangan saya semuanya dapat mencerminkan kemuliaan Dia yang menciptakan saya, mengasihi saya, menyelamatkan saya, berbicara kepada saya, dan memberi saya iman.

Dan jika saya harus hidup untuk kemuliaan-Nya, saya harus hidup dalam kasih karunia-Nya — sepenuhnya bergantung, taat dengan sukacita, dan bersyukur selamanya.

Dalam semua kasus, pertanyaan apakah kegiatan ini akan mendatangkan kesenangan, keuntungan materi, atau status bagi saya seharusnya tidak menjadi faktor penentu saja, bahkan bagi mereka yang bebas di dalam Kristus. Sama seperti segala sesuatu yang dilakukan tanpa keyakinan adalah dosa (Roma 14:23), orang Kristen seharusnya tidak berpartisipasi dalam apa pun yang menurut mereka tidak akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan.

“Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh karena setia-Mu!” Mazmur 115:1

Tinggalkan komentar