Hanya satu yang layak kita sembah

Tetapi Yesus berkata kepadanya: ”Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Lukas 4:8

Lukas 4:1–13 menggambarkan godaan Yesus oleh Setan. Selama empat puluh hari berpuasa, Iblis membujuk-Nya menggunakan tawaran kenyamanan, kekuasaan, dan gengsi. Dalam setiap kasus, Yesus menanggapi dengan Kitab Suci dan komitmen terhadap kehendak Tuhan. Rangkaian peristiwa ini juga dicatat dalam Matius 4:1–11 dan Markus 1:12–13. Sementara tuisan Matius menyiratkan urutan yang jelas untuk godaan-godaan ini, tulisan Lukas tidak begitu.

Kristus menanggapi tawaran Setan berupa kekuasaan duniawi sebagai ganti penyembahan (Lukas 4:5–7). Seperti dalam kasus-kasus lainnya, Yesus mengutip Kitab Suci dan menolak godaan tersebut. Alih-alih menerima otoritas duniawi sekarang dan menghindari penderitaan di kayu salib, Yesus memilih untuk menaati Allah dan menunggu segala sesuatu diberikan pada waktunya (Filipi 2:8).

Kutipan Yesus di sini diambil dari Ulangan 6:13. Dalam kitab itu, Musa mengulang banyak sejarah Israel. Ia menceritakan perintah-perintah dan pelajaran-pelajaran yang diberikan Allah kepada mereka. Di antaranya adalah perintah-perintah untuk mengingat Tuhan dan percaya. Dalam bagian yang dirujuk Yesus, Musa mengingatkan Israel bahwa Allah—dan hanya Allah—lah yang menyelamatkan mereka dari perbudakan di Mesir. Mengabaikan keselamatan itu dan mengejar allah-allah lain akan menjadi dosa yang keji.

Godaan Setan terhadap Yesus, dalam kasus ini, adalah melakukan hal itu: “melupakan” Allah dan melayani tuan yang lain. Umpan godaan ini adalah daya tarik kehidupan yang lebih mudah dan “lebih baik”. Yesus tahu bahwa tawaran ini bukan hanya kebohongan, tetapi juga tidak ada gunanya. Dia telah dijanjikan semua hal itu, asalkan Dia mengikuti kehendak Bapa. Dengan cara yang sama, orang Kristen harus menolak kebohongan duniawi yang sering kita temui di banyak tempat, termasuk ajaran-ajaran keliru di gereja, karena Tuhan telah menjanjikan kita pahala dan kebahagiaan yang jauh lebih besar (1 Korintus 9:24; Kolose 3:23–24).

Untuk mengabaikan ajaran yang kelru tidaklah mudah. Di dunia, gereja dan denominasi sering menekankan pemimpin atau doktrin mereka. Ada orang Kristen yang lebih kenal pendiri gereja mereka daripada Juruselamat mereka. Yang lain sangat setia pada sistem teologi atau praktik rohani tertentu. Memang di zaman ini adalah hal yang wajar untuk menghormati orang-orang hebat: pendeta yang dihormati, teolog yang brilian, pendiri gereja besar, atau bahkan institusi gereja kita. Kita mengagumi mereka, kesuksesan mereka, membela mereka, dan terkadang mengikuti mereka lebih dekat daripada kita mengikuti Kristus. Namun, dalam terang kekekalan, bahkan cahaya manusia yang paling terang pun akan memudar di hadapan kemuliaan Allah. Alkitab memperingatkan bahwa “hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah” (1 Korintus 3:19). Di surga, tidak ada ketenaran, kemakmuran, gelar atau pengetahuan teologi yang berarti.

Mengapa Manusia Berfokus pada Hal-Hal Duniawi?

1. Kita Mencari Keamanan
Orang berpegang pada sistem dan pemimpin karena memberi rasa aman. Keyakinan bahwa “gereja kami benar” atau “teologi kami sehat” bisa terasa seperti perlindungan rohani. Namun, keamanan sejati bukanlah dalam kebenaran doktrin, tetapi dalam berada di dalam Kristus (Filipi 3:9).

2. Kita Mencari Identitas
Kita ingin merasa memiliki. Denominasi kita, pengkhotbah favorit kita, atau kelompok teologis kita memberi kita nama. Namun di surga, “mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka” (Wahyu 22:4). Hanya identitas dari Allah yang akan bertahan.

3. Kita Mudah Teralihkan
Iblis tidak keberatan jika kita menghabiskan seluruh hidup mempelajari teologi — asalkan kita lupa Pribadi Ilahi yang menjadi pusatnya. Tidak salah belajar atau menghormati pemimpin, tetapi kekaguman yang menggantikan penyembahan Tuhan adalah berbahaya. Musa adalah pribadi besar — namun dia pun tidak diizinkan masuk Tanah Perjanjian karena mengambil kemuliaan bagi dirinya sendiri (Bilangan 20:10–12).

4. Kita Lupa Surga
Kolose 3:2 memerintahkan, “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Namun sering kali iman kita dijalani seolah-olah hidup di dunia ini adalah segalanya — seolah pemimpin kita, debat kita, kemakmuran gereja dan doktrin kita akan ikut ke dalam kekekalan. Padahal tidak.

Tatanan Baru di Surga

Dalam Wahyu 4 dan 5, digambarkan suasana surga. Dua puluh empat tua-tua melemparkan mahkota mereka di hadapan takhta. Malaikat, makhluk, dan semua ciptaan berseru, “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Wahyu 5:13). Di surga tidak ada orang yang meninggikan suatu denominasi. Tidak ada yang mengutip nama nabi dan tokoh Kristen. Tidak ada yang membela posisi teologis mereka. Semua umat menyembah Allah.

Para teolog yang menulis banyak buku akan bersatu dengan orang sederhana dalam menyanyikan, “Anak Dombalah yang layak menerima pujian.” Pendeta setia akan berdiri di samping mantan kriminal yang diselamatkan oleh kasih karunia, dan mereka semua akan sujud bersama di hadapan takhta. Satu-satunya gelar yang akan bertahan adalah “anak Allah.”

Bagaimana Kita Harus Hidup Sekarang?

Karena segala yang kita agungkan di dunia akan terlupakan dalam terang kemuliaan Allah, maka kita seharusnya hidup sesuai dengan itu. Berikut beberapa pengingat penting:

1. Ikutilah pemimpin, tetapi sembahlah Kristus
Ibrani 13:7 berkata bahwa kita harus mengenang para pemimpin kita dan meneladani iman mereka — bukan mengidolakan mereka. Biarlah mereka membawa kita kepada Yesus, bukan menggantikan-Nya.

2. Pelajari teologi, tetapi kasihi Kebenaran
Doktrin itu penting, tetapi hanya jika mengarahkan kita kepada Pribadi Kebenaran (Yohanes 14:6). Pengetahuan tanpa penyerahan hati tidak berguna.

3. Banggalah akan gerejamu, tetapi setialah kepada Kerajaan Allah
Gereja adalah ungkapan lokal dari umat Allah, bukan keseluruhannya. Kerajaan Allah jauh lebih besar dari gerakan mana pun.

4. Bersyukurlah untuk pahlawan iman, tetapi jangan mengagungkan mereka
Allah sering memakai manusia dengan luar biasa — tetapi mereka hanyalah bejana tanah liat (2 Korintus 4:7). Segala kemuliaan hanya bagi Sang Penjunan.

5. Hiduplah sekarang seperti di surga: dalam penyembahan
Jika surga penuh dengan pujian, maka mulailah sekarang. Biarlah pujian, kerendahan hati, dan kasih yang berpusat pada Kristus membentuk kehidupan kita setiap hari.

Pertanyaan untuk Refleksi Pribadi:

  1. Apakah saya lebih sering membela teologi atau tradisi gereja saya daripada menghidupi kasih Kristus?
  2. Apakah saya pernah mengagumi pemimpin rohani secara berlebihan hingga tanpa sadar menomorduakan Yesus?
  3. Bagaimana saya bisa mulai “menyembah Tuhan” lebih banyak dan “mengidolakan orang” lebih sedikit?
  4. Apakah saya benar-benar mengarahkan hati kepada hal-hal yang kekal, atau masih terjebak pada status dan pengakuan duniawi?
  5. Jika saya berdiri di hadapan Allah hari ini, apa yang akan saya tinggalkan di belakang?

Doa Penutup:

Tuhan yang Maha Kudus, Engkau satu-satunya yang layak menerima segala pujian dan hormat. Ampunilah aku jika selama ini aku terlalu fokus pada hal-hal duniawi—pada pemimpin, gereja, atau doktrin—dan lupa bahwa Engkaulah pusat dari segalanya.
Ajarku untuk hidup dengan hati yang tertuju kepada Surga, untuk menghargai mereka yang Engkau pakai tanpa menyembah mereka. Bentuklah dalam diriku kerendahan hati, semangat menyembah, dan kasih yang murni kepada-Mu.
Bimbing aku agar setiap perkataan, pikiran, dan perbuatanku memuliakan nama-Mu. Ingatkan aku setiap hari bahwa hanya Engkaulah yang layak ditinggikan—dulu, sekarang, dan selamanya.
Dalam nama Yesus, Tuhan dan Juruselamatku, aku berdoa.
Amin.

Tinggalkan komentar