“Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Yohanes 13:15

Pada saat itu Yesus bertemu dengan kelompok kecil, mungkin hanya terdiri dari dua belas murid, dalam suasana pribadi. Sebelum makan, Yesus melakukan pekerjaan seorang hamba yang rendah hati, yaitu membasuh kaki para murid. Ia menjelaskan bahwa ini adalah pelajaran yang dapat dipetik para murid-Nya.
Kristus sebagai Tuhan dan tuan, menggunakan kedudukan-Nya untuk menegaskan poin utama-Nya. Mereka yang mengaku sebagai Yesus harus mengikuti teladan-Nya. Itu berarti kerendahan hati dan pelayanan bagi orang lain—jika Tuhan melayani orang lain, demikian pula mereka yang mengikuti-Nya.
Ketika Yesus mendekati Petrus untuk membasuh kakinya, Petrus merasa malu (Yohanes 13:6–8). Pada masa itu, membasuh kaki orang lain merupakan bukti ketundukan dan kerendahan. Gagasan bahwa seorang tuan akan melakukan hal itu kepada hambanya sendiri tidak terpikirkan oleh Petrus. Hal itu bertentangan dengan gagasannya tentang Kristus sebagai Tuhan dan Tuan.
Yesus kemudian menunjukkan bahwa tidak semua orang dalam hal ini ini mau mengikuti teladan-Nya. Prediksi ini diberikan untuk memperkuat iman orang percaya sejati dan akan terungkap pada akhir zaman di mana umat yang sejati dipisahkan dari mereka yang bukan umat. Orang Kristen yang sejati bukanlah “boss” atau “majikan” yang suka memerintah dan memperalat orang lain, tapi adalah orang yang dengan rendah hati sudah melayani dan mengasihi sesamanya.
Yesus menjelaskan bahwa Ia tidak menyangkal supremasi-Nya (Yohanes 13:13). Yesus sepenuhnya menerima gagasan bahwa Ia adalah Tuhan mereka. Tetapi Ia tetap melakukan pelayanan sebagai hamba. Berlawanan dengan hal itu, perspektif alami manusia adalah melihat beberapa jenis pelayanan dan kemudian berkata, “itu tidak pantas buat aku.” Hal ini terutama berlaku ketika kita merasa lebih penting atau lebih berharga daripada orang lain.
Dengan menunjukkan kerendahan hati, pengorbanan, dan pelayanan, Yesus menurunkan garis “di bawahku” hingga ke lantai. Dengan demikian, pelayanan yang penuh kasih kepada sesama, terutama bagi mereka yang dianggap lebih rendah posisinya, adalah sesuatu yang tidak dapat diabaikan oleh orang percaya sekalipun dalam pandangan dunia itu dianggap tidak layak untuk dilakukan.
Di sini, Yesus juga secara eksplisit menyatakan bahwa apa yang telah Dia lakukan dimaksudkan sebagai contoh. Dia tidak bermaksud bahwa semua orang Kristen wajib membasuh kaki orang lain secara harfiah dan fisik. Implikasinya jauh melampaui sekadar ritual. Intinya adalah bahwa mereka yang “mengikuti” Kristus harus “mengikuti” teladan-Nya dalam kerendahan hati dan pelayanan kepada sesama.
Apa yang diperintahkan Yesus tidak mudah dilakukan. Di zaman yang terobsesi dengan figur publik—baik dalam politik, agama, atau media sosial—kita mudah terjebak untuk mengikuti teladan manusia daripada teladan Yesus. Seorang pengkhotbah karismatik, guru populer, atau pemimpin gereja bisa perlahan-lahan menjadi panutan yang tak ada bandingnya. Kekaguman orang lain bisa berubah menjadi peniruan, dan peniruan menjadi penyembahan. Karena itu, mereka yang merasa sudah ditinggikan, tidak mudah untuk bisa merendahkan diri.
Alkitab tidak pernah memerintahkan kita untuk menyembah manusia, tetapi untuk mengikuti Kristus. Namun sepanjang sejarah, bahkan orang percaya yang tulus bisa terjebak dalam apa yang disebut para sosiolog sebagai ‘cultus individu‘—sebuah budaya pengagungan berlebihan kepada satu tokoh. Dalam istilah awam, ini disebut perilaku cult atau kultus—di mana satu pemimpin menjadi pusat kebenaran dan kesetiaan, dan mempertanyakan kedudukan orang itu bisa dianggap sebagai pemberontakan.
Tetapi Yesus menunjukkan cara yang jauh lebih baik untuk memimpin. Yohanes 13:15 diucapkan dalam momen kerendahan hati yang dalam. Anak Allah, yang tahu bahwa Dia akan segera dikhianati, berlutut untuk membasuh kaki para murid-Nya—termasuk kaki Yudas.
Pemimpin seperti apa yang melakukan hal itu?
- Bukan pemimpin kultus.
- Bukan diktator.
- Bukan pencari pujian atau pemujaan.
Yesus—meskipun layak disembah—memilih handuk daripada gelar, dan pelayanan daripada popularitas. Dengan itu, Ia memberikan penawar sempurna terhadap kultus individu: kasih yang rendah hati dan berkorban, yang melayani daripada menguasai.
Masalahnya bukan hanya di luar sana—di kelompok-kelompok cult atau kultus—tetapi juga di dalam hati kita. Kita cenderung mencari pahlawan. Kita ingin ada sosok yang mewakili kebenaran untuk kita. Tetapi hanya satu Pribadi yang layak memegang peran itu: Yesus Kristus, Raja yang menjadi Hamba.
Pagi ini, marilah kita berkata bersama Paulus, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1). Jika iman kita benar-benar berpusat pada Yesus, tidak akan ada tempat bagi pemujaan atas seseorang—yang ada hanya ucapan syukur dan kerendahan hati dalam meneladani Dia yang membasuh kaki kita dan mati bagi dosa kita. Jika kita memang taat kepada Yesus, kita tidak akan menuntut orang lain untuk tunduk kepada kita, karena hanya Yesus yang patut dipuja.
”Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Yohanes 14:15
Pertanyaan untuk Refleksi Pribadi:
1. Bagaimana teladan kepemimpinan Yesus dalam Yohanes 13:15 menantang budaya gereja saat ini?
2. Pernahkah Anda merasa ditekan untuk mengikuti seseorang daripada Kristus? Bagaimana dampaknya bagi iman Anda?
3. Apa yang bisa Anda lakukan untuk membangun komunitas iman yang berpusat pada Kristus, dan bukan pada pemimpin manusia?
Doa Penutup:
Tuhan Yesus, tolong aku agar mengikuti Engkau, bukan pribadi-pribadi tertentu. Ajarlah aku menjadi seperti Engkau—rendah hati, lemah lembut, dan berhati hamba. Jika ada bagian dari hatiku yang telah mengidolakan pemimpin atau gerakan tertentu, tegurlah aku dalam kasih. Jika aku sering mendambakan ketundukan dan penghormatan dari orang lain, ampunilah aku. Tolong aku untuk melihat Engkau lebih jelas dan mengikuti Engkau lebih dekat. Amin.