“Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi nama-Mu, ya Yang Mahatinggi, untuk memberitakan kasih setia-Mu di waktu pagi dan kesetiaan-Mu di waktu malam.” Mazmur 92:1–2

Setiap hari adalah anugerah. Setiap matahari terbit adalah mujizat. Dan setiap napas yang Anda ambil adalah bukti bahwa ada Pencipta yang menopang dunia ini dengan tangan-Nya. Namun, di tengah kesibukan hidup sehari-hari, kita sering lupa kepada Dia yang membuat segalanya mungkin. Itulah sebabnya pemazmur berkata, “Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN.” Mengapa? Karena dalam pujian, kita melihat. Dalam pujian, jiwa kita terbangun. Dan dalam pujian, kita mulai menyadari sidik jari Allah dalam segala hal di sekitar kita.
Pujian di Pagi Hari: Lebih dari Sekadar Rutinitas
Pemazmur mendorong kita untuk memberitakan kasih setia Allah di waktu pagi. Saat pertama kali mata Anda terbuka, saat kaki Anda menginjak lantai, itu bukan hanya awal dari rutinitas—itu adalah kesempatan ilahi. Kesempatan untuk kembali terhubung dengan Tuhan. Kesempatan untuk mengingat siapa diri Anda dan siapa Tuhan Anda. Kesempatan untuk menyaksikan kemuliaan-Nya.
Pujian pagi bukan soal penampilan. Bukan soal indahnya kata-kata atau lamanya waktu doa. Ini tentang sikap hati yang mau menerima. Ini tentang membuka mata rohani untuk melihat bahwa dunia ini bukan terjadi secara kebetulan. Matahari tidak terbit dengan sendirinya. Udara yang Anda hirup tidak muncul begitu saja. Keindahan alam, keteraturan alam semesta, cinta kasih, dan keberadaan hidup manusia semuanya menunjuk kepada Pencipta yang penuh kuasa.
Namun hanya hati yang rendah hati yang dapat melihatnya.
Hanya Orang yang Rendah Hati Dapat Melihat Allah
Banyak orang berjalan dalam hidup ini dengan mata rohani yang buta. Mereka dikelilingi oleh keajaiban, tetapi tidak pernah merasa takjub. Mereka diberkati, tetapi tidak pernah bersyukur. Mereka menganggap hidup adalah hasil dari keberuntungan atau kebetulan. Mengapa? Bukan karena kurangnya bukti akan keberadaan Allah, tetapi karena hati mereka tertutup.
Orang yang sombong berkata, “Saya tidak butuh siapa-siapa. Saya adalah orang yang baik”
Orang yang rendah hati berkata, “Tanpa Tuhan, saya tidak bisa hidup. Saya adalah orang yang berdosa”
Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8). Kesucian hati ini bukan berasal dari kesempurnaan moral, tetapi dari kerendahan hati dan keterbukaan untuk melihat Tuhan dalam segala sesuatu. Karena kesadaran bahwa tidak ada manusia yang baik di mata Tuhan, orang yang rendah hati selalu memuji Tuhan atas belas kasihan-Nya.
Kerendahan hati adalah lensa untuk melihat dengan jelas. Tanpa kerendahan hati, bahkan mujizat pun terlihat biasa. Tapi dengan kerendahan hati, hal-hal biasa pun menjadi mujizat.
Orang yang rendah hati melihat langit dan berkata, “Terima kasih, Tuhan.”
Mereka menggendong bayi dan berkata, “Engkau sungguh ajaib.”
Mereka melewati cobaan hidup dan berbisik, “Besar setia-Mu, Tuhan.”
Hanya orang yang rendah hati yang benar-benar bisa memuji Tuhan, karena mereka sadar bahwa semua yang mereka miliki berasal dari kasih karunia (Sola Gratia).
Ucapan Syukur Adalah Kesaksian Kita
Mazmur 92 berkata bahwa “adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN.” Bukan hanya karena Tuhan layak dipuji—yang memang benar—tetapi karena ucapan syukur itu mengubah diri kita. Bersyukur mengalihkan fokus kita dari kekurangan kepada kelimpahan. Bersyukur membungkam iri hati dan membangkitkan sukacita. Bersyukur membungkus penderitaan dengan sukacita dalam Tuhan. Dan yang terpenting, bersyukur adalah kesaksian bagi dunia bahwa Allah hidup dan hadir, karena manusia diciptakan untuk kemuliaan-Nya.
Ketika Anda memulai hari dengan pujian, Anda tidak hanya memuliakan Tuhan—Anda juga mempersiapkan hati untuk menjadi berkat bagi orang lain. Hati yang bersyukur akan berbicara dengan penuh damai. Jiwa yang menyembah akan berjalan dengan bijaksana. Orang yang tahu bagaimana memuji Tuhan di pagi hari, akan lebih kuat menghadapi malam yang gelap.
Mazmur berkata: “memberitakan kasih setia-Mu di waktu pagi, dan kesetiaan-Mu di waktu malam.” Inilah ritme kehidupan yang tertanam dalam penyembahan. Pujian di pagi hari menjadi bahan bakar, dan refleksi di malam hari menjadi jangkar. Kita melihat ke belakang dan berkata, “Walau hari ini sulit, Tuhan tetap setia.”
Dunia Ini Bukan Kebetulan
Lihatlah sekeliling. Sayap kupu-kupu yang halus, debur ombak di lautan, tangisan bayi yang baru lahir, struktur otak manusia, pergantian musim—semuanya adalah tanda-tanda dari Pencipta yang agung dan berkuasa.
Paulus menulis dalam Roma 1:20 bahwa “segala sifat-Nya yang tidak terlihat, yaitu kekekalan dan keilahian-Nya, nyata kelihatan dari ciptaan-Nya.” Artinya, ciptaan itu sendiri menjadi kesaksian bahwa Allah benar-benar ada.
Namun banyak orang tidak melihatnya—bukan karena bukti itu tersembunyi, tetapi karena hati mereka tertutup.
Jika Anda ingin melihat kemuliaan Allah, Anda harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa Anda bukan pusat dari segalanya. Anda perlu diam dan tahu bahwa Dialah Allah. Anda perlu membuka tangan, melepaskan kesombongan, dan berserah kepada Dia yang menciptakan Anda.
Mulailah dengan Pujian, Akhiri dengan Percaya
Jadikanlah kebiasaan untuk memulai setiap hari dengan pujian. Jangan menunggu situasi menjadi sempurna. Jangan menunggu hati merasa nyaman. Pujilah Tuhan bahkan saat hati Anda berat. Pujilah Dia saat masa depan tidak pasti. Pujilah Dia karena Dia baik—bukan karena hidup selalu mudah, tetapi karena kasih-Nya tidak pernah berubah.
Ketika Anda bangun esok pagi, ambillah satu menit sebelum melihat ponsel atau daftar tugas Anda. Lihatlah pohon-pohon dan langit melalui jendela kamar Anda dan ucapkan doa sederhana:
“Tuhan, terima kasih untuk hari ini. Saya memuji Engkau karena Engkau setia. Bukalah mata saya untuk melihat semua kemuliaan-Mu hari ini.”
Lakukan ini setiap hari, dan lihatlah apa yang akan terjadi. Anda akan mulai melihat Dia dengan lebih jelas—dalam hal-hal kecil, dalam momen besar, dalam berkat tak terduga, bahkan dalam pencobaan. Bagi orang yang rendah hati, setiap hari penuh dengan mukjizat Ilahi.
Pertanyaan Refleksi:
- Apa yang biasanya menjadi pikiran pertama Anda saat bangun pagi? Bagaimana Anda dapat memulai hari dengan pujian?
- Apakah Anda sering menyadari keindahan ciptaan di sekitar? Momen apa yang terakhir mengingatkan Anda akan kemuliaan Tuhan?
- Bagaimana kesombongan atau kesibukan bisa menghalangi Anda dari memuji Tuhan?
- Dalam hal apa Anda melihat kesetiaan Tuhan baru-baru ini—baik di pagi hari maupun di malam hari?