“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri… lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah. Mereka akan menjalankan ibadah secara lahiriah, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya.” 2 Timotius 3:1–5

Di Australia, dan di banyak negara barat lainnya gereja mengalami kemunduran. Jumlah orang yang mengaku Kristen berkurang secara signifikan, dan jumlah pengunjung banyak gereja sudah menyusut. Sampai-sampai, banyak gedung gereja yang dijual untuk digunakan sebagai rumah biasa atau bahkan sebagai masjid karena tidak lagi membutuhkan surat izin pendirian rumah ibadah. Bagi setiap orang Kristen, keadaan ini memang cukup menyedihkan. Tetapi, saya merasa paling prihatin ketika ada orang yang berkata bahwa kemajuan teknologi akan membuat Allah menjadi tidak relevan, atau bahkan membuktikan bahwa Dia tidak ada.
Kekhawatiran seperti ini bukan hanya emosional, tetapi juga spiritual. Sebab hari-hari ini kita memang sedang hidup dalam zaman di mana iman dianggap lelucon, dan teknologi dianggap Tuhan baru. Manusia semakin mengandalkan kecerdasan buatan, data besar, dan algoritma untuk mengambil keputusan — seolah-olah semua masalah dapat diselesaikan tanpa campur tangan Allah. Namun kenyataan ini sudah diprediksi dalam Alkitab. Sebagian orang bahkan mengatakan, “Kita tidak perlu Tuhan lagi. Kita punya ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi.” Ini bukan sekadar pandangan akademis — ini adalah kesombongan rohani yang telah dinubuatkan dalam Kitab Suci sejak lama.
1. Nubuat Alkitab: Manusia Akan Menjadi Sombong
Teks di atas menubuatkan bahwa manusia di akhir zaman akan menjadi pecinta diri sendiri, congkak, dan merasa tidak memerlukan Tuhan. Mereka bisa saja masih “beragama”, tetapi hanya pengakuan secara formal untuk keuntungan pribadi. Dalam praktiknya, mereka mengandalkan logika, keuangan, dan teknologi — bukan iman, doa, dan ketundukan kepada kehendak Tuhan. Mereka merasa sudah cukup baik dengan keberadaan yang ada.
2. Teknologi Tidak Akan Pernah Mampu Menggantikan Tuhan
Teknologi adalah alat, bukan makhluk ilahi. Ia hanya bisa bekerja berdasarkan hukum-hukum alam yang sudah diciptakan Tuhan sejak semula. Semakin maju teknologi, seharusnya kita semakin kagum pada keteraturan dan kebesaran Sang Pencipta. Sayangnya, banyak orang justru semakin jauh dari Tuhan karena merasa bisa mengendalikan dunia sendiri.
Namun, tak satu pun teknologi dapat menjawab pertanyaan terdalam manusia:
- Siapa saya sebenarnya?
- Apa arti penderitaan?
- Apakah ada kehidupan setelah kematian?
- Siapa yang menciptakan hati nurani?
Hanya firman Tuhan yang bisa menjelaskan.
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” Mazmur 19:1
“Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” Kolose 1:17
Semua hukum fisika, biologi, dan logika tidak akan pernah bisa menjelaskan kenapa kita memiliki jiwa, kasih, dan keinginan untuk mencari kebenaran. Hanya Tuhan yang bisa menjawab itu.
3. BerTuhan Tanpa Ketaatan: Teori Tanpa Praktik
Banyak orang mengatakan mereka percaya kepada Tuhan, tetapi hidup seolah Tuhan tidak ada. Ini adalah bentuk keimanan yang mati. BerTuhan tanpa ketaatan sama seperti punya teori tanpa pernah mempraktikkannya. Sebaliknya, ada juga yang hanya mempraktikkan bagian agama yang nyaman saja — ketaatan yang dikurung oleh selera pribadi.
“Mengapa kamu menyebut Aku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” Lukas 6:46
“Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Yohanes 14:15
“Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2:17
Iman yang sejati bukan sekadar pernyataan, tetapi tindakan. Bukan hanya berdoa saat susah, tetapi hidup untuk menyenangkan Tuhan setiap hari — bahkan ketika itu akan membuat kita tidak populer.
4. Kemajuan Tanpa Arah: Dunia yang Kehilangan Moral
Ketika Tuhan dianggap tidak relevan, manusia mulai menentukan standar moralnya sendiri. Apa yang dulu disebut dosa, kini disebut pilihan pribadi. Apa yang dulu disebut najis, kini disebut hak asasi. Ketika agama kehilangan tempatnya, nilai-nilai pun mulai runtuh.
Kita melihatnya dalam banyak bentuk:
- Narkoba sebagai pelarian dari kekosongan jiwa.
- Perubahan jenis kelamin sebagai krisis identitas mendalam.
- Hubungan sesama jenis yang bukan lagi hanya ada, tapi dipromosikan secara sistematis.
- Kebebasan tanpa arah yang akhirnya merusak diri sendiri dan sesama.
- Pamer kekayaan yang dianggap sebagai tanda kesuksesan.
Semua ini bukan hanya soal individu — ini adalah gejala bahwa masyarakat sedang kehilangan Tuhan.
5. Iman dalam Zaman Digital
Bagaimana kita sebagai orang percaya menyikapi ini?
Pertama, kita tidak boleh takut pada kemajuan. Tuhan bukan musuh sains. Justru, banyak ilmuwan besar seperti Isaac Newton, Blaise Pascal, dan Johannes Kepler adalah orang-orang yang takut akan Tuhan.
Kedua, kita harus berakar semakin dalam. Dunia sedang berubah cepat, tetapi Firman Tuhan tetap. Kita perlu membaca Kitab Suci bukan hanya sebagai sejarah, tapi sebagai pegangan hidup. Kita perlu berdoa, bukan sebagai rutinitas, tapi sebagai nafas jiwa.
Ketiga, kita harus menjadi saksi yang bijaksana. Jangan menghakimi mereka yang tersesat, tetapi tunjukkan kasih dan kebenaran. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak suara bising — dunia butuh terang.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.” Roma 12:2
Tuhan Tidak Pernah Tidak Relevan
Dunia boleh berubah. Nilai boleh bergeser. Teknologi boleh berkembang. Tapi Tuhan tetap sama.
“Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Ibrani 13:8
Iman kita bukan sisa masa lalu. Iman kita adalah kebutuhan terdalam manusia di masa depan. Di dunia yang semakin bingung mencari jati diri, Tuhan tetap menjadi sumber kebenaran, kasih, dan pengharapan.
Pertanyaan Reflektif:
- Apakah saya sedang tergoda untuk menggantikan Tuhan dengan logika dan teknologi?
- Apakah saya masih membaca Firman Tuhan dan merenungkannya secara pribadi?
- Apakah saya berani berdiri di atas kebenaran, meskipun dunia mengatakan sebaliknya?
Doa Penutup;
Ya Tuhan yang Mahakuasa, Engkaulah Pencipta langit dan bumi, Sumber segala hikmat dan kebenaran. Di tengah dunia yang terus berubah, di tengah arus zaman yang menggantikan Engkau dengan teknologi dan logika, kami datang berserah kepada-Mu.
Ampunilah kami jika kami pernah menjauh dari Firman-Mu,lebih percaya pada kekuatan manusia daripada kuasa-Mu. Bangkitkan kembali hati yang lapar akan kebenaran,jiwa yang rindu taat, dan iman yang teguh walau tak populer.
Berikan kami keberanian untuk berdiri di atas kebenaran-Mu, dan kasih yang dalam untuk menjangkau mereka yang tersesat. Jadikan hidup kami terang di tengah kegelapan, dan suara yang membawa damai, bukan kebingungan. Teguhkan kami agar tidak goyah,meski dunia berkata Engkau tidak lagi relevan. Sebab kami percaya bahwa Engkau tetap Allah yang hidup, yang berkuasa, dari dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya.
Dalam nama Yesus Kristus,Tuhan dan Juruselamat kami, kami berdoa.
Amin.