”… supaya kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran… tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.” Efesus 4:14–15

Efesus 4:11–16 membahas tentang karunia pemimpin rohani dan pentingnya Kekristenan yang dewasa, penuh kasih, dan bersatu. Salah satu hasil positif dari kedewasaan orang percaya adalah tidak tertipu oleh ajaran sesat. Mereka yang “bukan lagi anak-anak” dapat melawan dusta dan tipu daya. Ajaran sesat terus berubah. Mereka yang belum dewasa dapat dengan mudah tertipu untuk berpikir bahwa semua ajaran tentang moralitas misalnya, bisa menjadikan manusia cukup baik bagi Tuhan.
Orang Kristen dapat tertipu dalam dua cara. Pertama, mereka dapat tertipu oleh “kelicikan manusia.” Inilah kekuatan persuasi manusia; seorang yang pandai bicara dapat menggunakan pengaruhnya atas orang lain. Kedua, seseorang dapat tertipu oleh “kelicikan dalam tipu daya.” Ini adalah rencana jahat yang mungkin tampak baik tetapi sebenarnya mempromosikan sesuatu yang salah. Karena itu, dalam Efesus 6:11 Paulus menyatakan bahwa orang percaya perlu “Mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya mereka dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.”
Menariknya, kemampuan manusia untuk memperjuangkan apa yang benar dengan sikap yang benar secara dalam hidup di dunia, langsung dikontraskan dengan menjadi keadaan manusia yang tidak dewasa dan mudah tertipu. Dalam hal ini, orang percaya yang tidak dewasa dapat menjadi mangsa pilihan yang salah, yaitu mengatakan kebenaran tanpa kasih, atau mengatakan kasih tanpa kebenaran. Perintah Allah adalah untuk bertumbuh dalam kedewasaan, suatu perkembangan yang mencakup tindakan dan informasi (Efesus 4:11-12). Untuk itulah kita perlu belajar tetang apa yang harus kita percayai, iman Kristen, secara sistimatis.
Iman yang Berakar, Bukan Di Awang-awang
Banyak orang saat ini merasa cukup dengan berkata, “Saya percaya Yesus,” tanpa benar-benar memahami apa artinya percaya kepada Yesus. Memang Yesus secara historis ada, tetapi percaya bahwa Ia pernah hidup di dunia belum berarti percaya bahwa Ia Anak Allah. Iman dengan demikian bisa menjadi sesuatu yang kabur, hanya berdasarkan pengalaman pribadi atau ajaran yang populer. Jadi, iman sejati tidak boleh dibangun di atas perasaan atau kebiasaan, melainkan di atas kebenaran yang dapat dijelaskan, dipelajari, dan diterapkan secara terpeinci.
Di sinilah peran doktrin sistematik: menyusun kebenaran Alkitab secara teratur, sehingga kita dapat membangun struktur iman yang kuat dan tahan guncangan.
1. Apa Itu Doktrin Sistematik?
Doktrin sistematik adalah cara kita memahami seluruh isi Alkitab secara tematik dan terintegrasi. Bayangkan Alkitab sebagai perpustakaan kebenaran yang besar—doktrin sistematik membantu kita menyusunnya seperti rak buku yang rapi dalam pikiran dan hati kita.
Beberapa tema penting dalam doktrin sistematik meliputi:
- Teologi: Siapa Allah dan bagaimana sifat-sifat-Nya
- Kristologi: Siapa Yesus dan apa yang telah Ia kerjakan
- Soteriologi: Bagaimana manusia diselamatkan
- Eklesiologi: Apa itu gereja dan misinya
- Eskatologi: Apa yang akan terjadi di akhir zaman
Doktrin ini bukan sekadar teori. Ia adalah peta rohani agar kita tidak tersesat dalam dunia yang penuh ajaran menyesatkan.
2. Doktrin Membangun Struktur, Bukan Menghambat Kasih
Ada anggapan bahwa berbicara soal doktrin bisa membuat orang menjadi kaku, sombong, dan kehilangan kasih. Tapi sesungguhnya, doktrin yang benar justru membentuk kasih yang murni. Pengenalan atas doktrin yang sistimatik akan membuat orang Kristen makin sadar bahwa ia adalah orang berdosa yang sudah diselamatkan hanya melalui anugerah Allah. Tanpa pengertian yang benar tentang siapa Allah itu, bagaimana kita kemudian bisa bersyukur atas kasih-Nya dan mengasihi-Nya dengan sungguh-sungguh?
Bayangkan seseorang mengatakan dia mencintai seseorang yang ia tidak kenal—itu bukan cinta, itu ilusi. Demikian juga, mengasihi Tuhan dimulai dengan mengenal-Nya melalui firman dan doktrin yang benar.
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap akal budimu…” (Mat. 22:37)
Kasih yang benar harus melibatkan akal budi—pemahaman yang sehat dan benar tentang siapa yang kita sembah.
3. Doktrin Menjaga Kita dari Tipu Daya
Efesus 4:14 memperingatkan kita agar tidak diombang-ambingkan oleh “rupa-rupa angin pengajaran.” Dunia ini penuh dengan “Yesus palsu”, “Injil palsu”, dan “pengharapan palsu.”
Tanpa fondasi doktrinal, kita akan mudah tertipu oleh:
- Injil kemakmuran: seolah-olah iman itu jaminan untuk jadi kaya
- Legalisme: mengandalkan perbuatan untuk diselamatkan
- Relativisme: semua agama dianggap sama saja
- Mistisisme tanpa dasar Alkitab: merasa adanya pengalaman spiritual pribadi tanpa menyadari kebenaran
Doktrin menolong kita menguji segala hal (1 Tesalonika 5:21), dan tetap setia pada Injil yang benar (Galatia 1:6–9).
4. Doktrin Mendorong Pertumbuhan Rohani
Doktrin bukan penghambat pertumbuhan—justru bahan bakar bagi pertumbuhan rohani. Seorang Kristen yang terus belajar dan memahami doktrin akan:
- Lebih menghargai kasih karunia Allah
- Lebih sadar akan kelemahan diri sendiri
- Lebih rendah hati dalam pelayanan
- Lebih kuat dalam pengharapan
- Lebih bijak dalam menasihati dan membina orang lain
Kekristenan yang dangkal membuat jemaat puas dengan “susu rohani.” Tapi Ibrani 5:14 berkata:
“… makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih…”
Doktrin adalah makanan keras yang melatih kedewasaan rohani.
5. Doktrin Menjaga Kesatuan Tubuh Kristus
Ironisnya, banyak orang mengira bahwa menghindari doktrin akan menciptakan persatuan. Padahal justru sebaliknya. Kesatuan sejati dalam gereja hanya mungkin terjadi jika kita berdiri di atas kebenaran yang sama. Kesadaran akan kebenaran yang sama membuat orang menghindari perdebatan yang sia-sia tentang apa yang tidak penting atau kurang penting.
Pada pihak yang lain, semua itu bukan sekadar “kita saling suka,” tapi “kita percaya hal yang sama tentang Injil.” Maka Paulus berkata,
“Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh dan satu Roh… satu iman…” Efesus 4:3–5
Tanpa “satu iman” (satu sistem kepercayaan yang benar), persatuan hanya akan menjadi kompromi yang rapuh.
Mari Bangun Iman dengan Dasar yang Kuat
Jangan puas hanya dengan mengatakan “saya percaya.” Tanyakan juga: Apa yang saya percayai? Mengapa saya percaya itu? Apakah iman saya berdiri di atas ajaran yang benar?
Kita tidak dipanggil untuk menjadi teolog profesional, tapi kita semua dipanggil untuk mengenal Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran. Dan itu berarti kita perlu belajar, bertanya, dan membangun iman berdasarkan doktrin yang sehat dan setia pada firman Tuhan.
Pertanyaan Reflektif:
- Sejauh mana saya memahami dasar-dasar iman Kristen secara sistematik?
- Pernahkah saya menguji pengajaran yang saya terima—apakah sesuai dengan Alkitab?
- Bagaimana saya bisa bertumbuh dalam pemahaman doktrin, baik secara pribadi maupun bersama jemaat?
- Apakah saya pernah menghindari pembicaraan doktrin karena takut memecah-belah, padahal seharusnya kita berdiri pada kebenaran dalam kasih?
Doa Penutup:
Tuhan yang Mahakuasa, terima kasih karena Engkau menyatakan diri-Mu melalui firman-Mu yang kudus. Tolonglah aku untuk semakin mengenal Engkau, bukan hanya dengan hati, tetapi juga dengan pikiran yang diperbarui. Bentuklah imanku di atas dasar yang benar, agar aku tidak mudah disesatkan, tetapi tetap teguh dalam kasih dan kebenaran. Ajarlah aku untuk mencintai doktrin yang sehat, karena di sanalah Engkau menyatakan kehendak dan kasih-Mu. Dalam nama Yesus Kristus aku berdoa. Amin.