Tertekan Tapi Tidak Terhimpit: Belajar Percaya di Tengah Krisis Dunia

“Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” 2 Korintus 4:8–10

Berita tentang dunia tidak pernah berhenti menimbulkan kecemasan. Pagi ini kita bisa membaca prediksi resesi global, sore harinya muncul kabar tentang potensi konflik bersenjata di satu wilayah dunia, malamnya kita mendengar tentang krisis pangan atau perubahan iklim. Setiap hari, kita dibanjiri informasi yang berpotensi membuat hati gelisah. Di era digital, berita buruk bisa menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada sebelumnya; dan jika berita buruk itu menyangkut negara kita, itu bisa menumbuhkan rasa takut kolektif di masyarakat.

Sebagai orang Kristen, kita tidak dipanggil untuk menghindari realitas. Kita juga tidak diajarkan untuk mengabaikan berita yang terjadi di sekitar kita, seolah-olah iman membuat kita kebal dari fakta. Paulus dalam 2 Korintus 4 dengan sangat terbuka mengakui bahwa hidup ini memang penuh tekanan: “Dalam segala hal kami ditindas… habis akal… dianiaya… dihempaskan…” — kata-kata yang sangat manusiawi, dan mungkin sangat kita rasakan ketika melihat kekacauan yang terjadi di dunia.

Penderitaan Paulus dan rekan-rekannya sangat besar, tetapi Allah menjaga mereka agar tidak binasa. Mereka tidak menyerah dan dalam menghadapi bahaya kematian mereka masih bisa bersyukur, karena mereka tahu mereka akan dibangkitkan, seperti Kristus. Kemudian mereka akan menghabiskan kekekalan bersama-Nya dalam kemuliaan yang jauh lebih besar dan bertahan lebih lama daripada penderitaan hidup ini yang relatif ringan dan sementara.

Paulus menggambarkan pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang dinyatakan dalam Kristus sebagai harta dan terang (2 Korintus 4:6-7). Allah telah menyinari terang ini ke dalam hatinya dan memberinya misi untuk membawa Injil ini ke seluruh dunia. Namun, Paulus mengatakan bahwa sebagai orang-orang yang membawa kabar baik ini, dirinya dan rekan-rekannya, adalah seperti bejana tanah liat yang rapuh. Dengan ini, Paulus memaksudkan bahwa ia dan teman-temannya menghadapi banyak kesulitan dan ancaman dalam pelayanan mereka dan kekuatan mereka sendiri terbatas. Hanya kuasa Allah yang membuat mereka terus bertahan.

Kemudian Paulus mulai menggambarkan kesulitan mereka. Mereka menderita atau tertekan dalam segala hal. Paulus memulai surat ini dengan menggambarkan sebuah episode trauma yang hebat, di mana ia dan timnya yakin mereka akan mati. Ajaib, mereka akhirnya diselamatkan oleh kuasa Allah melalui doa orang lain. Kuasa Allah adalah alasan mengapa tekanan yang berat tidak membuat mereka hancur. Itulah juga alasan mengapa kebingungan atau kekuatiran tidak mengakibatkan mereka “putus harapan” atau “benar-benar putus asa”.

Beberapa penuduh Paulus di Korintus mungkin mengatakan bahwa seorang rasul yang benar-benar terhubung dengan Tuhan seharusnya tidak mengalami begitu banyak penderitaan. Asumsi keliru yang sama masih berlanjut hingga saat ini, di kalangan beberapa pendeta yang mengklaim bahwa iman dapat menghilangkan kesulitan apa pun yang mungkin dihadapi seseorang. Paulus menunjukkan bahwa hal itu sama sekali tidak benar. Mereka yang diutus oleh Tuhan justru bisa mengalami penderitaan yang hebat. Tuhan mengizinkan mereka menderita dan takut, tetapi Dia selalu menyediakan jalan keluar, jalan untuk terus maju.

Perhatikan satu hal penting: bagi Paulus, tekanan hidup tidak identik dengan kehancuran. Setiap kalimat keluh kesahnya selalu diimbangi dengan janji: “namun tidak terjepit… namun tidak putus asa… namun tidak ditinggalkan… namun tidak binasa.” Inilah paradoks orang percaya: boleh waspada terhadap dunia, namun tidak perlu hidup dalam kekuatiran yang menguasai, sekalipun harus menghadapi risiko kematian badani.

Mengapa kita bisa memiliki keyakinan seperti ini?

Pertama, kita memiliki penyertaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita. Paulus tidak berkata bahwa penderitaan itu menyenangkan atau mudah dihadapi. Tetapi ia mengingatkan bahwa di balik setiap kesulitan, Yesus sendiri hadir. Bahkan ketika manusia meninggalkan kita, ketika kita merasa sendirian menghadapi badai hidup, Tuhan tetap setia. Ini menjadi dasar mengapa kita tidak putus asa di tengah ancaman apa pun, termasuk ancaman perang besar atau kehancuran ekonomi.

Kedua, penderitaan justru menjadi kesempatan untuk menampakkan hidup Yesus. Paulus menulis: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” Artinya, ketika kita tetap bertahan dalam iman di tengah tekanan, kita sedang memberitakan Injil dengan hidup kita sendiri. Dunia bisa melihat bagaimana orang Kristen memiliki damai yang tidak bergantung pada stabilitas politik, ekonomi, atau sosial. Hidup kita bergantung pada Tuhan, bukan pada hubungan antara negara-negara besar di dunia.

Ketiga, iman memberi kita perspektif yang berbeda tentang krisis. Berita dunia hanya menyoroti apa yang kelihatan: konflik, statistik korban, nilai tukar yang jatuh, harga pangan yang naik. Tetapi iman mengingatkan kita bahwa Allah tetap memegang kendali atas sejarah. Tidak ada satu pun kejadian yang di luar pengetahuan-Nya. Apa yang menakutkan bagi dunia, bisa menjadi kesempatan bagi umat-Nya untuk semakin bersandar pada Tuhan dan menunjukkan kasih-Nya.

Bagaimana kita menerapkan ini dalam hidup sehari-hari?

Tetap mengikuti berita, tapi tidak terlarut. Kita boleh membaca berita untuk mengetahui perkembangan dunia, tetapi jangan membiarkan diri kita terseret dalam spiral ketakutan atau teori konspirasi yang justru membuat kita semakin jauh dari damai sejahtera Allah. Perkuat komunitas iman. Salah satu cara Allah menguatkan kita adalah melalui sesama orang percaya. Diskusi di persekutuan, kelompok doa, atau percakapan rohani dengan teman seiman bisa membantu kita saling mengingatkan bahwa Tuhan tetap berdaulat. Bangun kehidupan doa yang konsisten. Daripada hanya membaca berita dan mengeluh, gunakan berita itu sebagai bahan doa.

Ketika dunia menawarkan berbagai alasan untuk takut, Tuhan memberikan satu alasan untuk tetap berharap: Dia hidup, dan Dia beserta kita. Jika Paulus, dengan segala penderitaannya, bisa berkata “namun tidak terjepit,” kita pun, dalam kasih karunia-Nya, bisa tetap berdiri teguh meski di tengah badai.

Ketika kita mendengar tentang adanya negara-negara yang sedang berkonflik, doakan para pemimpinnya. Ketika membaca kabar krisis ekonomi, doakan orang-orang yang paling terdampak. Dengan demikian, kita mengubah rasa cemas menjadi kesempatan mendekat kepada Allah. Hidup sebagai pembawa damai.

Dunia sudah cukup penuh dengan berita yang memecah belah. Jangan menambah kepanikan dengan menyebarkan kabar yang belum terverifikasi atau menakut-nakuti orang lain dengan prediksi manusia tentang keadaan buruk yang akan mendatangi. Sebaliknya, jadilah pembawa harapan dengan mengingatkan orang di sekitar Anda bahwa Tuhan tetap memegang kendali. God is in control.

Pertanyaan Reflektif:

  • Ketika membaca berita dunia, apakah yang paling sering muncul dalam hati Anda: rasa takut, amarah, atau rasa percaya pada Allah?
  • Apa yang bisa Anda ubah dalam kebiasaan membaca berita, agar tidak hanya menjadi sumber kekuatiran dan kemarahan, tetapi bisa menjadi dorongan untuk semakin bergantung pada Tuhan?
  • Siapa orang di sekitar Anda yang sedang cemas karena berita-berita global dan lokal? Bagaimana Anda bisa menolongnya untuk menemukan damai di dalam Kristus?

Doa Penutup:

Tuhan, Engkau tahu betapa mudahnya hatiku gelisah melihat keadaan dunia ini. Aku sering lupa bahwa Engkau tetap berdaulat, bahwa tidak ada yang luput dari kendali-Mu. Tolong aku agar bisa melihat situasi dunia dengan mata iman, bukan hanya mata manusia. Ajari aku untuk menjadi pembawa damai, bukan pembawa ketakutan. Pakai hidupku untuk menampilkan kasih dan kuasa-Mu, supaya orang lain pun melihat bahwa Engkau tetap Allah yang setia. Di dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.

Tinggalkan komentar