Mengasihi Semua Orang Bukan Berarti Bersahabat dengan Semua Orang

“Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” 1 Korintus 15:33

Di zaman ini, banyak orang bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Jika orang bisa memilih dengan siapa ia bergaul dalam alam nyata, seringkali orang kurang peduli dengan siapa ia berkomunikasi dalam alam maya seperti di Facebook atau WhatsApp. Walaupun demikian, semua orang Kristen selayaknya berhati-hati dalam memilih teman dan bergaul, di mana saja dan kapan saja. Mengapa begitu?

Setiap orang Kristen dipanggil untuk hidup di tengah dunia, bukan mengasingkan diri darinya. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang (Matius 5:13–16), yang artinya kehadiran kita harus bisa memberi rasa, pengaruh, dan membawa terang Kristus ke dalam lingkungan kita, baik dalam alam nyata maupun maya. Salah satu cara paling nyata adalah melalui sikap kita dalam pergaulan.

Namun, di sinilah letak ketegangan: kita harus ramah kepada semua orang, tetapi tidak semua orang bisa menjadi sahabat dekat kita. Ramah (friendly) kepada semua orang dan bahkan mengasihi semua orang adalah panggilan universal bagi setiap pengikut Kristus, tetapi untuk mendapat sahabat (friends) kita membutuhkan hikmat, batasan, dan kerelaan untuk memilih dengan bijak.

Ramah kepada Semua Orang

Yesus sendiri memberi teladan yang sempurna. Ia dikenal sebagai “sahabat orang berdosa” (Matius 11:19). Ia makan bersama pemungut cukai, berbincang dengan perempuan Samaria, dan bahkan menyentuh orang kusta yang dianggap najis. Sikap-Nya melampaui batas sosial dan budaya pada zaman itu. Ia mau berkomunikasi dengan semua orang dengan rasa kasih. Ia mau dekat (friendly) kepada semua orang, karena itu kita juga harus friendly kepada semua orang. Menjadi “friendly” berarti: Ramah dalam tutur kata (Kolose 4:6), menghormati semua orang (1 Petrus 2:17), dan mengupayakan damai (Roma 12:18). Dengan kata lain, sikap friendly adalah ekspresi kasih yang bersifat terbuka. Tidak ada alasan bagi orang Kristen untuk bersikap kasar, sombong, atau pilih kasih dalam pergaulan.

Tidak Semua Orang Bisa Menjadi Sahabat

Di sisi lain, Alkitab dengan tegas memperingatkan tentang pengaruh buruk dari pergaulan yang salah. Amsal 13:20 berkata: “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.”

Ada perbedaan besar antara ramah kepada semua orang dan menjadikan semua orang sahabat. Persahabatan melibatkan kepercayaan, pengaruh, dan kesetiaan. Karena itu, sahabat yang salah bisa menarik kita menjauh dari Kristus.

Contoh nyata terlihat dalam kisah Salomo. Walaupun ia raja yang bijak, istri-istrinya yang berasal dari bangsa asing akhirnya mencondongkan hatinya kepada berhala (1 Raja-raja 11:4). Persahabatan yang salah arah bisa menghancurkan iman seseorang.

Yesus dan Lingkaran Persahabatan-Nya

Yesus memang ramah kepada semua orang, tetapi lingkaran sahabat-Nya lebih kecil. Ia memilih 12 murid untuk hidup bersama-Nya. Dari 12 itu, ada 3 murid terdekat (Petrus, Yakobus, Yohanes). Bahkan di antara 3 itu, Yohanes disebut “murid yang dikasihi Yesus”.

Jelas bagi kita bahwa Yesus yang sempurna pun tidak membuka diri secara sama rata kepada semua orang. Ini menjadi teladan bagi kita: ramah kepada semua, tetapi membatasi sahabat dekat hanya kepada mereka yang bersama kita berjalan dalam kebenaran.

Pergaulan Yesus dengan Pelacur dan Pemungut Cukai

Salah satu ciri paling menonjol dari pergaulan Yesus adalah kedekatan-Nya dengan orang-orang yang dipandang hina: pelacur, pemungut cukai, dan mereka yang dikucilkan. Yesus hadir tanpa menghakimi, tetapi menawarkan pertobatan. Seorang perempuan yang dikenal sebagai pendosa datang menangis dan mengurapi kaki-Nya dengan minyak (Lukas 7:36–50). Yesus tidak menolaknya, melainkan mengampuni dan memulihkan hidupnya.

Yesus menunjukkan bahwa kasih Allah lebih besar daripada dosa, tetapi selalu diiringi panggilan: “Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.” Yesus merangkul pemungut cukai dengan kasih yang mengubahkan. Matius, seorang pemungut cukai, dipanggil menjadi murid-Nya (Matius 9:9–13). Zakheus, kepala pemungut cukai, berubah total setelah Yesus mau singgah di rumahnya. Ia mengembalikan uang hasil penipuan dan memberi separuh hartanya kepada orang miskin (Lukas 19:1–10). Yesus makan bersama mereka sebagai tanda penerimaan.

Dalam budaya Yahudi, makan bersama adalah simbol persekutuan. Dengan melakukan itu, Yesus menunjukkan kasih yang melampaui tembok pemisah. Namun, Ia tidak pernah kompromi dengan dosa. Ia tidak membiarkan mereka untuk tetap hidup dalam dosa. Ia tidak menganggap bahwa cara hidup mereka adalah “normal”. Kehadiran-Nya justru menantang mereka untuk bertobat dan hidup baru.

Prinsip bagi kita:

Friendly atau ramah kepada semua orang, termasuk mereka yang dianggap hina. Tetap menjaga kekudusan, tidak ikut larut dalam dosa atau menerima dosa sebagai hal yang normal atau netral. Mengharapkan pertobatan, bukan sekadar menjalin relasi sosial.

Prinsip Bijak dalam Memilih Sahabat

Beberapa prinsip Alkitabiah:

  • Carilah sahabat yang takut akan Tuhan (Mazmur 119:63).
  • Ujilah kesetiaan sahabat (Amsal 17:17).
  • Jangan berkompromi dengan dosa (2 Korintus 6:14).

Aplikasi bagi Hidup Kita

Di lingkungan kerja, kita harus ramah kepada semua, tetapi tetap berhati-hati untuk tidak kompromi dengan ketidakjujuran dan dosa. Di keluarga besar, kita harus menebar kasih, tetapi menjaga diri dari kebiasaan buruk. Di komunitas, kita mau berkomunikasi dengan mereka yang hidup dalam dosa tetapi tidak mengangap mereka sebagai sahabat kita, dan bahwa dosa mereka adalah masalah pribadi yang tidak mempengaruhi iman kita. Dengan demikian, pergaulan kita harus menjadi cermin kasih Kristus, dan sahabat-sahabat yang kita pilih menjadi penolong dalam perjalanan iman kita dan keluarga kita.

Pertanyaan Reflektif:

  • Apakah saya sudah menunjukkan keramahan dan kasih Kristus kepada semua orang?
  • Apakah saya terlalu membuka diri kepada orang yang bisa menjauhkan orang lain dari Tuhan?
  • Siapa saja sahabat dekat saya saat ini, dan apakah mereka menolong saya untuk bertumbuh dalam iman dan untuk hidup dalam kekudusan?
  • Apakah persahabatan saya saat ini sudah memuliakan Kristus?

Doa Penutup:

“Tuhan Yesus, terima kasih karena darah-Mu telah membersihkan aku dari dosa dan menjadikanku anak Allah. Tolong aku agar hidupku selalu memuliakan Engkau, termasuk dalam pergaulan dan persahabatan. Ajarlah aku untuk ramah kepada semua orang, tetapi juga bijak memilih sahabat yang sejati. Biarlah persahabatan yang aku bangun membawa aku semakin dekat kepada-Mu dan menjadi kesaksian tentang kasih-Mu. Dalam nama Yesus aku berdoa, Amin.”

Tinggalkan komentar