“Satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.” Efesus 4:4–6

Ada kisah lama tentang sepuluh orang buta yang dibawa untuk meraba seekor gajah. Karena mereka belum pernah bertemu gajah sebelumnya, masing-masing mencoba meraba bagian tubuhnya. Satu orang meraba gading dan berkata, “Gajah itu seperti tombak!” Yang lain memegang telinga dan berseru, “Tidak, gajah itu seperti kipas.” Yang ketiga memegang kaki dan bersumpah, “Ini jelas tiang.” Yang keempat meraba ekor dan tertawa, “Gajah ini hanyalah seutas tali.” Ada satu gajah, tetapi penafsiran tiap orang berbeda.
Setiap orang buta berbicara dengan yakin. Masing-masing benar dalam sebagian kecil — tetapi juga salah, karena tidak seorang pun melihat gambaran keseluruhan.
Kisah ini sering dipakai untuk menjelaskan bagaimana manusia memahami kebenaran: terbatas, sebagian, dan dipengaruhi oleh sudut pandang. Ketika diterapkan pada perbedaan denominasi Kristen, kisah ini menjadi pengingat akan keterbatasan kita dan sekaligus akan kebesaran Allah.
Efesus 4:1–10 adalah deskripsi Paulus yang meyakinkan tentang kesatuan Kristen. Setiap orang percaya yang diselamatkan, terlepas dari bakat atau keterampilannya, Yahudi atau non-Yahudi, pria atau wanita, diselamatkan oleh iman yang sama kepada Allah yang sama. Oleh karena itu, setiap orang Kristen adalah bagian dari satu keluarga orang percaya universal di dalam Yesus Kristus. Pada saat yang sama, Allah memberikan karunia yang berbeda kepada orang yang berbeda, sehingga mereka dapat menjalankan berbagai peran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-Nya di bumi. Alih-alih mengkhawatirkan karunia apa yang mungkin kurang kita miliki, setiap orang Kristen dapat bersukacita dalam kesatuan kita, dan berfokus untuk melayani Allah sebaik mungkin.
Memahami anugerah keselamatan dengan sungguh-sungguh, seperti yang dijelaskan Paulus dalam bab-bab sebelumnya, adalah motivasi pertama orang Kristen untuk menjalani kehidupan yang saleh. Di sini, Paulus mendorong orang percaya untuk hidup dengan cara yang menghormati karunia tersebut. Semua orang Kristen yang diselamatkan adalah bagian dari satu keluarga yang bersatu, bagian dari “tubuh” Kristus. Pada saat yang sama, setiap orang percaya diberi talenta yang berbeda. Beberapa dipanggil untuk menduduki posisi kepemimpinan dan otoritas. Semua orang Kristen harus meninggalkan “manusia lama” yang kita miliki sebelum diselamatkan. Penjelasan Paulus tentang “manusia baru” mencakup beberapa langkah dasar dan praktis.
Efesus 4:4 mengawali pengulangan klasik kata “satu”, yang membentuk sebuah bagian terkenal dari Perjanjian Baru, yang berlanjut hingga ayat 6. Dengan mengulang konsep “kesatuan”, “seiman”, dan seterusnya, bagian ini menekankan kedekatan dan keharmonisan yang seharusnya kita tunjukkan sebagai orang percaya. Pertama, kesatuan yang Paulus maksudkan di ayat 3 menuntut fokus bersama sebagai satu tubuh yang bersatu. Dengan kata lain, sebenarnya tidak ada gereja-gereja yang berbeda, melainkan satu gereja Kristus yang sejati dan universal.
Setiap orang percaya yang diselamatkan di dalam Kristus adalah anggota dari satu tubuh ini, meskipun mereka menganggap diri mereka bagian dari denominasi tertentu. Kedua, Roh Kudus adalah satu-satunya kekuatan rohani yang mempersatukan semua orang percaya di dalam Kristus. Ketiga, semua orang percaya dipanggil kepada pengharapan yang sama akan kekekalan di masa depan bersama Kristus (1 Petrus 1:3; 3:15). Paulus membahas panggilan ini dalam Efesus 1:4, 18 serta di awal pasal ini.
Menariknya, ketiga bagian Tritunggal kembali dibahas. Ayat ini menyebutkan Roh Kudus. Ayat 5 menyebutkan Tuhan Yesus. Ayat 6 mencakup Bapa. Penekanan Paulus pada ketiga pribadi Allah Tritunggal sebagai sama-sama ilahi telah dijelaskan beberapa kali dalam surat ini.
Sekalipun satu iman, sejak zaman para rasul, gereja sudah menghadapi perbedaan. Paulus dan Barnabas berselisih soal Yohanes Markus (Kisah Para Rasul 15:36–41). Paulus bahkan menegur Petrus karena bersikap munafik di Antiokhia (Galatia 2:11–14). Jemaat di Korintus pun sudah terpecah dalam kelompok: “Aku dari golongan Paulus,” “Aku dari Apolos,” “Aku dari Kefas” (1 Korintus 1:12).
Denominasi saat ini muncul karena penekanan yang berbeda-beda. Katolik dan Ortodoks menekankan tradisi, sakramen, dan kesinambungan dengan gereja mula-mula. Reformed dan Presbyterian menekankan kedaulatan Allah, anugerah, dan otoritas Alkitab. Baptis menekankan baptisan orang percaya dan kemandirian jemaat lokal. Pentakosta dan Karismatik menekankan karya Roh Kudus yang nyata. Metodis dan Wesleyan menekankan kekudusan hidup, pemuridan, dan kasih yang nyata.
Semua penekanan ini memiliki dasar Alkitab. Semua telah berbuah sepanjang sejarah. Tetapi tidak ada satu pun yang sepenuhnya mencakup keseluruhan kebenaran Allah. Seperti kata Paulus: “Karena pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi apabila yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap” (1 Korintus 13:9–10).
Masalahnya bukan karena kita melihat sebagian — itu wajar, karena kita terbatas. Masalah muncul ketika kita menganggap bahwa bagian kecil kita adalah keseluruhan kebenaran. Orang buta yang meraba gading tidak salah ketika berkata gajah seperti tombak. Tetapi ia salah ketika bersikeras bahwa semua orang lain keliru. Demikian juga, Baptis tidak salah menekankan baptisan, dan Pentakosta tidak salah menekankan karunia Roh. Tetapi bila ada yang berkata, “Kami satu-satunya yang benar, yang lain tersesat,” maka kesombongan mengubah kebenaran sebagian menjadi sumber perpecahan.
Paulus mengingatkan bahwa pengetahuan yang membanggakan tidak berguna, tetapi kasih membangun. Jika ada orang menyangka bahwa ia mempunyai sesuatu pengetahuan, maka ia belum juga mencapai pengetahuan sebagaimana yang harus dicapainya (1 Korintus 8:1–2).
Daripada melihat perbedaan denominasi sebagai ancaman, kita dapat melihatnya sebagai kesempatan. Sama seperti orang buta itu akan belajar lebih banyak jika mereka mau mendengar satu sama lain, kita pun dapat melihat Kristus dengan lebih lengkap bila rendah hati belajar dari tradisi lain. Keberagaman dalam tubuh Kristus bisa menjadi berkat, bila kita hadapi dengan kerendahan hati. Itu mengingatkan kita bahwa kebenaran Allah lebih besar daripada sudut pandang kita.
Dari saudara Katolik dan Ortodoks, kita belajar sikap hormat, akar sejarah, dan keindahan liturgi. Dari Pentakosta, kita diingatkan bahwa iman bukan sekadar intelektual, tetapi juga pengalaman bersama Roh yang hidup. Dari tradisi Reformed, kita belajar kagum pada kedaulatan dan anugerah Allah. Dari Metodis, kita ditantang untuk menghidupi kekudusan dalam keseharian. Bila diterima dengan rendah hati, semua ini tidak melemahkan iman kita, melainkan memperkaya.
Di pusat semua denominasi bukanlah doktrin, sakramen, atau pengkhotbah, melainkan Yesus Kristus sendiri. Dialah “gajah” itu, kebenaran yang penuh, kepenuhan Allah yang dinyatakan. Kita semua hanya melihat sebagian saat ini, tetapi kelak di surga kita akan melihat Dia dengan jelas.
Dalam Yohanes 17, Yesus berdoa agar murid-murid-Nya bersatu: “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yohanes 17:21).
Kesatuan kita bukan pada keseragaman organisasi atau teologi melainkan pada iman yang sama di dalam Kristus.
Pertanyaan Reflektif:
- Bagian mana dari kebenaran Kristus yang paling ditekankan dalam denominasi saya?
- Pernahkah saya merendahkan atau meremehkan orang Kristen dari tradisi lain?
- Bagaimana saya bisa belajar dari orang Kristen lain tanpa kehilangan keyakinan saya sendiri?
- Bagaimana perbedaan denominasi mencerminkan keterbatasan manusia sekaligus kebesaran kebenaran Allah?
Doa Penutup:
Tuhan Yesus, Engkaulah kebenaran yang penuh, tetapi kami hanya melihat sebagian. Ampunilah kami bila kami membanggakan bagian kecil kami seakan-akan itulah seluruhnya. Ampunilah kami bila perbedaan denominasi membuat kami terpecah, bukan saling membangun. Ajarlah kami rendah hati untuk belajar dari sesama, kasih untuk merangkul saudara-saudari, dan iman untuk berpegang pada-Mu di atas segalanya. Satukanlah kami, sebagaimana Engkau dan Bapa adalah satu, supaya dunia percaya kepada-Mu. Amin.