“Janganlah kamu melakukan sesuatu pun dengan sikap mementingkan diri sendiri atau dengan kesombongan, tetapi hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.” Filipi 2:3

Adakah kasih tanpa kerendahan hati? Tidak ada. Kasih dan kerendahan hati adalah dua wajah dari satu roh yang sama—Roh Kristus. Keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab kasih sejati selalu mengalir dari hati yang rendah, dan kerendahan hati sejati selalu tampak dalam kasih. Namun di dunia modern, kedua sikap ini sering disalahpahami. Banyak orang mengira kasih berarti membiarkan orang lain berbuat sesuka hati, bahkan ketika mereka berbuat jahat kepada kita. Sebaliknya, ada pula yang mengira kerendahan hati berarti diam saja ketika dilecehkan, menanggung hinaan tanpa batas, seolah Tuhan menuntut kita menjadi korban tanpa suara.
Kasih dan kerendahan hati yang diajarkan Kristus jauh lebih dalam dari apa yang banyak disuarakan orang. Keduanya bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang berakar pada pengenalan akan Allah. Kasih sejati bukan perasaan lemah-lembut yang mudah berubah, melainkan keputusan untuk mencari kebenaran dan kebaikan bagi orang lain. Rasul Paulus menggambarkan kasih sebagai sabar, murah hati, tidak mencari keuntungan diri sendiri, dan tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Kasih bukan berarti kita membiarkan kejahatan terus terjadi demi menjaga ketenangan. Itu karena Yesus sendiri penuh kasih, tetapi Ia juga tegas terhadap dosa. Ia mengampuni perempuan yang berzinah, tetapi berkata, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi.” Kasih seperti ini berani menolak kejahatan tetapi tetap menerima orangnya dengan belas kasihan.
Demikian pula kerendahan hati. Banyak orang mengira rendah hati berarti menilai diri sendiri tidak berharga. Padahal kerendahan hati sejati justru lahir dari pengenalan akan nilai diri yang benar di hadapan Tuhan. Orang yang rendah hati tahu bahwa dirinya adalah ciptaan yang berharga, tetapi juga sadar bahwa segala yang ia miliki hanyalah anugerah. Ia tidak sombong, tetapi juga tidak meniadakan diri. Kerendahan hati bukan berarti membiarkan orang lain melecehkan kita; rendah hati bukan rendah diri. Kerendahan hati bukan berarti membiarkan orang melecehkan ajaran Kristus, karena Yesus adalah teladan tertinggi. Ia merendahkan diri, menjadi manusia, bahkan mati di kayu salib, tetapi Ia tidak pernah kehilangan identitas sebagai Anak Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kasih dan kerendahan hati paling nyata diuji bukan di gereja, melainkan di rumah, di tempat kerja, dan di tengah pergaulan. Kasih yang rendah hati membuat seorang suami mau meminta maaf lebih dulu, meski merasa tidak sepenuhnya salah. Kasih yang rendah hati membuat seorang rekan kerja menghargai pendapat orang lain, tanpa harus membuktikan diri paling benar. Dan kasih yang rendah hati membuat seorang pelayan Tuhan tetap setia melayani, meski tanpa tepuk tangan. Di tengah dunia yang penuh ego, kasih yang rendah hati menjadi cahaya yang meneduhkan. Dunia mengajarkan: “Jangan biarkan orang lain menginjakmu.” Tetapi Kristus berkata: “Belajarlah dari-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.” (Matius 11:29).
Kasih tanpa kerendahan hati akan menjadi sombong. Kita bisa memberi, tetapi dengan niat ingin dipuji. Kita bisa menolong, tetapi dengan merasa lebih tinggi. Kasih seperti itu kehilangan keindahan sejatinya karena tidak berakar dalam anugerah. Sebaliknya, kerendahan hati tanpa kasih menjadi dingin dan pasif. Orang bisa tampak lembut, tetapi sebenarnya takut, tertekan, atau kehilangan keberanian menegakkan kebenaran Kristus. Kerendahan hati sejati tunduk kepada Allah, bukan kepada manusia. Kasih memberi arah pada kerendahan hati, dan kerendahan hati memberi kekuatan pada kasih.
Kita tidak dapat memiliki keduanya tanpa mengenal Kristus. Dosa selalu membuat kita ingin membalas, ingin menang, ingin dihormati. Tetapi saat kita memandang salib Kristus, kita melihat kasih yang paling murni dan kerendahan hati yang paling dalam. Di situ kita belajar bahwa mengundurkan diri bukan berarti kalah, mengampuni bukan berarti lemah, dan berdiri untuk kebenaran bukan berarti tidak mengasihi.
Kasih tanpa kerendahan hati kehilangan keindahannya, dan kerendahan hati tanpa kasih kehilangan kehangatannya. Keduanya hanya dapat bersatu di dalam Kristus, yang penuh kasih dan rendah hati. Dialah teladan kita yang tidak membalas hinaan dengan hinaan, tetapi menyerahkan diri kepada Allah yang menghakimi dengan adil. Marilah kita belajar mengasihi tanpa sombong, dan rendah hati tanpa kehilangan keberanian. Sebab di dalam kasih dan kerendahan hati yang sejati, dunia dapat melihat wajah Kristus di dalam hidup kita.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Filipi 2:5
Doa Penutup:
Tuhan Yesus, Engkaulah sumber kasih dan teladan kerendahan hati. Ajarlah aku untuk mengasihi seperti Engkau, tanpa pamrih dan tanpa sombong. Ajarlah aku untuk rendah hati, bukan karena takut, tetapi karena percaya bahwa Engkau yang memegang hidupku. Tuntunlah lidahku, pikiranku, dan tindakanku agar selalu mencerminkan kasih-Mu yang kudus. Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.