“Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” Yohanes 15:18

Suatu ketika, di tengah pertunjukan komedi di sebuah kapal pesiar, ada pelawak yang melontarkan candaan yang merendahkan nama Tuhan Yesus Kristus. Bagi sebagian besar pononton, itu mungkin dianggap gurauan biasa. Mereka menikmati semua itu sebagai sesuatu yang lucu. Namun bagi pengikut Kristus, momen seperti ini dapat terasa menyakitkan — karena mereka tidak sedang membicarakan hal kecil, melainkan tentang nama Tuhan dan Juruselamat manusia.
Jika dalam komedi, film dan pertunjukan umum lainnya, memakai nama Tuhan dan Yesus sebagai bahan gurauan adalah hal yang biasa di dunia Barat, kita mungkin jarang menemuinya di Indonesia. Tetapi, dalam lingkungan terbatas seperti chat group antar teman yang berbeda agama, hal yang serupa bisa terjadi.
Dalam hal ini, ketika seseorang Kristen merasa tersinggung atau terluka saat nama Tuhan dihina atau dihujat, orang lain dengan mudah berkata, “Jangan baper,” atau “Kita harus sabar, kan?” — seolah-olah reaksi emosi itu adalah bentuk kelemahan iman. Pertanyaannya: bagaimana seharusnyaorang Kristen menanggapi situasi seperti ini dalam kehidupan sehari-hari?
Dalam ayat di atas, Yesus telah lebih dahulu memperingatkan murid-murid-Nya. Karena dunia tidak mengenal Kristus, hinaan dan ejekan akan selalu ada. Sebagai pengikut-Nya, kita tidak perlu terkejut, apalagi merasa takut atau khawatir.
Menghadapi keadaan yang serupa dalam hidup sehari-hari, reaksi setiap orang Kristen terhadap ejekan orang lain bisa berbeda. Ada yang diam saja dan ada yang berdoa. Ada yang memilih menegur dengan lemah lembut. Ada pula yang akhirnya pergi menjauh demi menjaga ketenteraman hati. Semua pilihan ini bisa dibenarkan — tergantung keadaan hati dan konteksnya.
- Berdoa: Doa adalah bentuk kasih bagi mereka yang belum mengenal Kristus.
- Bersaksi: Menyampaikan kebenaran dengan kasih bisa menyentuh hati yang keras.
- Menarik diri: Bila hinaan terus-menerus terjadi, melangkah pergi bukan tanda kalah — tapi untuk menjaga hati dan semangat penginjilan. Yesus pun mengajarkan murid-murid-Nya untuk mengebaskan debu dari kaki jika penginjilan mereka tidak diterima (Lukas 9:5).
Menhadapi cemooh dunia, ada orang Kristen yang kurang peduli, ada yang peka, dan ada yang tersakiti karena membawa beban masa lalu yang dalam. Merasa sedih atau tersinggung bukan tanda iman lemah atau belum dewasa. Itu tanda hati yang menghormati Tuhan. Sebaliknya, mereka yang kurang peduli justru mungkin masih kurang mengenal siapa Yesus itu.
Dunia mungkin menganggap Yesus sebagai manusia biasa, dan mungkin guru yang bijaksana. Tetapi bagi orang percaya, nama Yesus adalah nama di atas segala nama. Karena itu, kita tidak boleh ikut larut dalam candaan atau kebisuan yang membiarkan penghinaan itu dianggap normal.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…” (Roma 12:2)
Dengan demikian, merasa tersinggung ketika Yesus dihina bukanlah hal yang aneh, melainkan wujud kasih dan pengabdian kepada Sang Juruselamat.
Walaupun demikian, tugas kita bukan membalas ejekan dan melakukan kekerasan seperti yang dilakukan oleh sebagian pengikut agama lain, melainkan menjadi terang — dengan kasih, hikmat, dan keteguhan iman. Kekuatan kita bukan terletak pada argumen atau perdebatan, tetapi pada kuasa Kristus sendiri. Di tengah dunia yang penuh ejekan dan candaan terhadap Kristus, kita bisa berlindung di bawah kasih-Nya. Dan sebagai orang Kristen, kita harus saling menopang dalam menghadapi kebencian dunia.
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2)
Doa Penutup:
Tuhan Yesus, kuatkan kami untuk tetap teguh dalam iman ketika nama-Mu dihina. Ajari kami untuk merespons dengan kasih, bukan kebencian. Tolong kami memahami sesama saudara seiman yang mungkin bereaksi dengan cara berbeda. Jadikan kami saksi-Mu yang hidup, di dunia yang sering tidak menghargai-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.