Apakah Anda bisa melihat apa yang tidak kelihatan?

“Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” 2 Korintus 4:18

Setiap manusia, tanpa terkecuali, mendambakan kesuksesan. Sejak kecil kita ditanamkan pengertian untuk bekerja keras, belajar giat, dan mencapai sesuatu yang membanggakan. Di sekolah, kesuksesan diukur lewat nilai dan prestasi. Di dunia kerja, kesuksesan sering diukur lewat jabatan, gaji, atau ketenaran. Bahkan dalam kehidupan keluarga, ukuran keberhasilan pun sering kali dikaitkan dengan status sosial, rumah yang bagus, anak-anak yang berprestasi, atau masa pensiun yang mapan. Tidak ada yang salah dengan semua itu — tetapi semuanya berada dalam ranah yang kelihatan.

Masalahnya, barangkali jarang orang tua Kristen yang mengajarkan anak-anaknya untuk “mengejar kesuksesan” dalam apa yang tidak kelihatan, seolah itu adalah hal yang sepele. Lebih jarang lagi orang tua yang mengajarkan anak-anaknya bahwa kesuksesan dalam hal yang tidak kelihatan itu adalah yang terpenting dalam hidup di dunia karena itu sudah ditawarkan Tuhan sekarang ini, untuk masa depan yang kekal. Apapun yang terjadi pada apa yang kelihatan tidaklah akan menjadi masalah jika apa yang tidak kelihatan, yaitu karunia keselamatan Tuhan, tidak disia-siakan.

Paulus, seperti semua orang, tidak ingin mengalami hidup yang terancam bahaya secara terus menerus. Tetapi ia menolak untuk patah semangat dalam menghadapi penderitaan demi imannya kepada Kristus. Ia menulis di ayat sebelumnya bahwa penderitaannya saat ini, meskipun terkadang hampir tak tertahankan (2 Korintus 1:8), tidaklah dapat dibandingkan dengan kemuliaan kekekalan yang jauh lebih besar. Ia menyatakan bahwa perspektif ini membutuhkan fokus pada apa yang tidak dapat dilihat dalam hidup ini, yaitu dunia rohani.

Sekalipun kebanyakan manusia sangat bergantung pada hal-hal jasmani, dan merasa gagal jika mereka tidak dapat mencapai apa yang dianggap berharga; hal-hal yang terlihat oleh manusia dalam hidup ini hanya ada sesaat lalu lenyap. Tidak ada manusia yang bisa mencapai apa yang abadi. Jelas, apa pun yang ada di dunia ini hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan hal-hal yang bertahan selamanya. Selain itu, kehidupan manusia jauh lebih singkat daripada sejarah manusia. Apa yang terlihat oleh mata jasmani kita akan datang dan pergi dengan sangat cepat.

Allah yang tidak kelihatan, bagaimanapun, adalah “kekal,” yang berarti “di luar waktu.” Apa pun yang ada bersama-Nya di dunia rohani tidak akan pernah berakhir. Paulus mampu mempertahankan fokusnya pada kemuliaan kekekalan dengan menjaga fokus batinnya pada apa yang kekal. Hal ini memungkinkannya menanggung penderitaan dalam hidup ini yang “ringan” dan “singkat” dibandingkan dengan kemuliaan dan kenikmatan kekekalan yang akan datang (Ibrani 11:14-16).

Memang, bila kita berhenti sejenak dan merenung, apa yang dikejar manusia di bumi ini memiliki satu kesamaan: sementara. Harta bisa hilang dalam sekejap. Kesehatan bisa merosot mendadak. Kedudukan bisa digantikan. Nama besar bisa dilupakan. Bahkan hidup kita sendiri pun dapat berakhir sewaktu-waktu. Sejarah dan pengalaman hidup banyak orang membuktikan bahwa apa yang dibangun selama puluhan tahun dapat runtuh dalam hitungan hari. Yesus sendiri berkata, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.” (Matius 6:19). Segala hal duniawi rentan, rapuh, dan tidak kekal.

Orang yang berhasil secara rohani bukanlah mereka yang paling kaya, paling sehat, atau paling terkenal, melainkan mereka yang hidup dalam damai sejahtera Tuhan, mengasihi sesama, dan tetap setia dalam iman — sekalipun dunia tidak melihat dan memuji mereka. Mereka menanam sesuatu yang kekal: kasih, kesetiaan, pengharapan, pengampunan, dan iman kepada Kristus.

Damai surgawi adalah salah satu bentuk kesuksesan rohani. Ini bukan sekadar perasaan tenang ketika semua keadaan baik. Damai surgawi adalah ketenangan yang datang dari Tuhan sendiri, yang melampaui segala akal (Filipi 4:7). Ini adalah damai yang tidak bisa dicuri oleh keadaan, penyakit, tekanan hidup, atau bahkan maut.

Sebagai orang percaya, kita memang hidup di dunia ini, tetapi kita tidak boleh terpaku pada dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara, bukan tujuan akhir. Oleh sebab itu, ukuran kesuksesan kita tidak boleh hanya ditentukan oleh apa yang dunia anggap berhasil.

Mereka yang hidup dengan perspektif kekekalan akan berbeda dalam cara memandang hidup. Mereka tidak akan putus asa ketika kehilangan hal-hal duniawi, sebab mereka tahu bahwa ada harta di surga yang tidak dapat dicuri. Mereka tidak sombong ketika berhasil, sebab mereka tahu semua itu fana. Mereka juga tidak takut menghadapi masa tua atau kematian, sebab mereka tahu kehidupan yang sejati dimulai setelah dunia ini berakhir.

Perspektif kekekalan membuat kita lebih tenang dalam menghadapi tekanan. Lebih rela memberi dan melayani. Lebih fokus pada hal-hal rohani. Lebih siap untuk berkata, “Hidupku adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).

Menghidupi kesuksesan sejati bukan berarti berhenti bekerja keras atau tidak memiliki cita-cita duniawi. Tuhan tidak menentang kemajuan dan keberhasilan. Tetapi kita perlu menempatkan semuanya pada tempatnya: sebagai sarana, bukan tujuan akhir. Kita boleh memiliki harta, tetapi jangan biarkan harta memiliki kita. Kita boleh mencapai prestasi, tetapi jangan biarkan prestasi menjadi identitas kita. Identitas sejati kita adalah sebagai anak-anak Allah yang telah ditebus oleh Kristus. Itulah kesuksesan terbesar dalam hidup ini: dikenal dan dikasihi oleh Tuhan.

Pagi ini, berapapun usia kita, kiita harus mengalihkan pandangan. Tidak lagi mendasarkan nilai hidup pada pujian atau pengakuan manusia. Belajar untuk mengukur keberhasilan berdasarkan ketaatan kepada Tuhan. Melatih hati untuk bersyukur bukan karena apa yang dimiliki, tetapi karena siapa Tuhan dalam hidup kita. Menaruh pengharapan bukan pada harta atau manusia, tetapi pada janji kekal yang diberikan oleh Kristus.

Mungkin saat ini Anda sedang berada dalam masa sulit, atau justru sedang berada di puncak keberhasilan. Apa pun keadaan Anda, mari arahkan pandangan kepada Tuhan. Sebab yang kelihatan adalah sementara, tetapi yang tak kelihatan — kasih Tuhan, damai sejahtera-Nya, janji keselamatan — itulah yang kekal.

Doa Penutup:

Tuhan, ajarilah aku untuk tidak terpaku pada apa yang kelihatan, tetapi untuk menaruh pandangan pada yang kekal. Ketika aku tergoda untuk mengukur kesuksesan seperti dunia, ingatkan aku bahwa hanya kasih-Mu yang abadi. Ketika aku mengalami kesulitan, kuatkan imanku untuk tetap melihat kepada-Mu. Bentuklah aku menjadi pribadi yang hidup dalam damai surgawi, bukan dalam kejaran akan hal-hal fana. Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.

Tinggalkan komentar