Bukan hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat rohani

“Kita dikelilingi orang-orang besar yang beriman ini sebagai contoh kita. Jadi, kita juga harus berlari dalam perlombaan yang ada di depan kita, tanpa menyerah. Marilah kita membuang dari hidup kita semua yang akan memperlambat kita dan semua dosa yang membuat kita sering terjatuh.” Ibrani 12:1 (AMD)

Semakin bertambah usia, topik pembicaraan saya dengan teman-teman sering berubah mengikuti perjalanan hidup. Kalau dulu, dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, percakapan saya banyak berkisar pada pekerjaan, keluarga muda, atau cita-cita karier, kini topiknya lebih sering tentang anak-anak yang sudah dewasa, cucu yang lucu, atau kesehatan yang mulai menuntut perhatian. Jika dahulu pertanyaan yang lazim adalah, “Kamu kerja di mana?” kini yang terdengar lebih sering adalah, “Sudah berapa cucu sekarang?” Begitulah kehidupan manusia, selalu bergeser dan berkembang seiring waktu.

Bersamaan dengan itu, dengan usia lanjut percakapan tentang kesehatan menjadi semakin umum. Banyak teman saya saling berbagi pengalaman tentang tekanan darah, kolesterol, gula darah, atau sendi yang mulai kaku. Ada yang bertukar informasi tentang obat dan suplemen, ada pula yang membicarakan pola makan atau olahraga. Semua itu wajar, bahkan baik, karena semakin tua seseorang, semakin ia menyadari bahwa kesehatan jasmani bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Tubuh ini adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga, sebab tanpa tubuh yang sehat, aktivitas dan pelayanan pun menjadi terbatas.

Namun di tengah kesadaran besar untuk menjaga kesehatan jasmani, sering kali kita lupa bahwa ada jenis kesehatan lain yang jauh lebih penting — yaitu kesehatan rohani. Banyak orang sanggup menempuh diet ketat, bangun pagi untuk berjalan kaki, dan minum vitamin dengan disiplin, tetapi jarang memberi waktu untuk menyehatkan jiwanya. Padahal, tubuh yang kuat tidak menjamin hati yang tenang; otot yang berisi tidak menjamin iman yang teguh. Dan pada akhirnya, ketika usia semakin lanjut dan tenaga semakin berkurang, justru kesehatan rohanilah yang paling menentukan bagaimana seseorang menapaki sisa hidupnya dengan damai dan bersyukur.

Penulis surat Ibrani mengajak kita memandang hidup sebagai perlombaan iman. Kita semua sedang berlari di lintasan kehidupan menuju garis akhir, di mana Tuhan menanti. Dalam perjalanan itu, ada banyak hal yang bisa memperlambat langkah: dosa yang belum ditinggalkan, dendam dan kepahitan yang disimpan, rasa takut, kekhawatiran, dan keinginan yang tak terkendali. Semua itu seperti beban berat yang kita bawa saat berlari. Firman Tuhan berkata, “Marilah kita membuang dari hidup kita semua yang memperlambat kita.” Artinya, kita diajak untuk menanggalkan segala hal yang membuat langkah iman kita terseret, agar bisa berlari dengan ringan dan penuh ketekunan.

Kesehatan rohani, sama seperti kesehatan jasmani, memerlukan perawatan yang terus-menerus. Roh yang sehat tidak muncul begitu saja, tetapi tumbuh dari kebiasaan hidup yang benar: pergi ke gereja secara teratur, membaca firman Tuhan, berdoa dengan tulus, bersyukur dalam segala hal, dan hidup dalam pengampunan. Orang yang sehat rohaninya tidak berarti tidak pernah sedih atau marah, tetapi ia tahu ke mana harus membawa kesedihan dan kemarahannya — kepada Tuhan. Ia mungkin menghadapi banyak masalah, tetapi hatinya tidak dikuasai kecemasan. Ia mungkin menua secara fisik, tetapi rohnya tetap muda karena setiap hari diperbarui oleh kasih karunia Tuhan.

Dalam surat Ibrani pasal 11, penulis menyebut banyak tokoh iman: Nuh, Abraham, Musa, dan yang lain. Mereka bukanlah orang-orang yang sempurna, tetapi adalah contoh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh iman, bukan oleh rasa takut. Mereka menanggung penderitaan, bahkan kematian, namun tetap setia. Itulah sebabnya mereka disebut “awan saksi iman” — seolah-olah mereka kini menjadi penonton yang menyemangati kita dari tribun kehidupan. Kesadaran itu memberi kekuatan: kita tidak sendirian. Ada banyak orang percaya yang telah berlari lebih dulu dan berhasil menyelesaikan perlombaan mereka dengan iman yang tetap utuh. Allah yang memampukan mereka adalah Allah yang sama yang menolong kita hari ini.

Dan di atas semua itu, Yesus sendiri menjadi teladan utama dari hidup yang sehat secara rohani. Ia tidak hanya mengajarkan bagaimana kita harus hidup, tetapi Ia sendiri meneladankannya. Ia menghadapi pencobaan dan penderitaan, tetapi tidak pernah goyah dalam ketaatan kepada Bapa. Ia menanggung salib bukan karena lemah, tetapi karena tahu bahwa penderitaan itu adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna. Kesehatan rohani Yesus terletak pada ketaatan-Nya yang penuh kasih — ketaatan yang tidak tergoyahkan oleh rasa sakit, hinaan, atau kesepian.

Ketika kita menatap kepada Yesus, kita belajar bahwa hidup rohani yang sehat berarti hidup yang mau taat, sekalipun jalan yang ditempuh tidak mudah. Sehat rohani bukan berarti bebas dari masalah, tetapi kuat menghadapi masalah dengan iman. Sehat rohani berarti terus berharap walau belum melihat hasilnya, terus berdoa walau belum menerima jawaban, dan terus mengasihi walau mungkin tidak dibalas dengan kasih.

Pada umumnya, kebugaran jasmani mulai menurun di usia 40-an karena metabolisme yang melambat, massa otot yang berkurang sekitar 1% per tahun, dan daya tahan tubuh yang menurun. Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan penurunan kekuatan, namun perubahan ini normal dan dapat dikelola dengan gaya hidup sehat. Bagi banyak orang berumur, masa hidup sekarang adalah waktu di mana tubuh mulai memberi tanda-tanda keterbatasan. Tetapi justru di sinilah iman diuji. Tubuh boleh melemah, tetapi roh harus tetap kuat. Orang yang sehat rohaninya akan memandang hari tua bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan baru untuk bersyukur dan menjadi berkat. Ia tidak pahit terhadap masa lalu, tidak cemas terhadap masa depan, tetapi hidup dengan damai karena tahu bahwa hidupnya ada di tangan Tuhan.

Kesehatan rohani membuat seseorang tetap memancarkan cahaya Kristus meski tubuhnya tidak lagi sekuat dulu. Ia tetap sabar, penuh kasih, dan mudah mengampuni. Ia tidak lagi sibuk mengejar pengakuan manusia, karena hatinya sudah dipenuhi oleh kasih Allah. Ia tahu bahwa sukacita sejati tidak datang dari keadaan, melainkan dari hubungan yang hidup dengan Sang Pencipta. Orang yang rohnya sehat akan menjadi sumber penghiburan bagi sekitarnya. Kehadirannya membawa ketenangan, bukan kegelisahan; membawa semangat, bukan keluhan.

Menjaga kesehatan rohani tidak perlu menunggu masa pensiun atau masa tua. Sama seperti tubuh yang perlu dirawat sejak muda, jiwa pun harus dipelihara sejak awal. Jika tubuh perlu makanan bergizi, roh kita pun perlu makanan rohani: firman Tuhan setiap hari. Jika tubuh perlu bergerak untuk tetap bugar, roh kita pun perlu dipraktikkan melalui pelayanan, kasih, dan pengampunan. Jika tubuh perlu istirahat, roh kita pun perlu hening — waktu tenang untuk bersekutu dengan Tuhan, memeriksa hati, dan menerima pembaruan dari-Nya.

Pada akhirnya, hidup ini bukan tentang siapa yang paling cepat sampai garis akhir, tetapi siapa yang tetap setia sampai garis akhir. Paulus berkata dengan yakin, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” Itulah tujuan yang sejati. Sehat jasmani memang penting agar kita bisa terus melayani dan bekerja, tetapi sehat rohani jauh lebih penting karena menentukan arah hidup dan masa depan kekal kita.

Ketika tubuh tak lagi kuat dan langkah mulai melambat, roh yang sehat akan menjadi kekuatan yang menopang. Dan ketika akhirnya kita mencapai garis akhir, biarlah kita dapat berkata dengan damai, “Aku telah berlari dan tidak menyerah.” Sebab pada saat itu, yang menanti kita bukan sekadar akhir dari perjuangan, melainkan awal dari kemuliaan kekal bersama Tuhan yang telah menuntun kita sepanjang jalan.

Doa Penutup:

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah memberi kami hidup dan tubuh untuk dijaga, tetapi lebih dari itu, Engkau memberi kami roh yang harus dipelihara. Tolong kami agar tidak hanya sibuk merawat jasmani kami, tetapi juga menjaga kesehatan rohani kami setiap hari. Beri kami kekuatan untuk tetap beriman, tetap berharap, dan tetap mengasihi sampai kami mencapai garis akhir dengan mata tertuju kepada-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.

Tinggalkan komentar