Tetapi Paulus berkata kepada perwira dan para prajurit lainnya, “Jika orang-orang tidak tetap di kapal, kalian semua tidak akan selamat.” Kisah Para Rasul 27:31

Bacaan: Kisah Paulus di Tengah Badai (Kisah Para Rasul 27–28)
Kisah Paulus di tengah badai laut bukan sekadar kisah petualangan dramatis, tetapi cermin kehidupan rohani yang mendalam. Ia sedang dalam perjalanan menuju Roma sebagai tahanan, ditemani seorang perwira Romawi bernama Yulius dan 275 penumpang lainnya. Paulus sebenarnya telah memperingatkan agar mereka tidak berlayar pada musim badai, tetapi nasihatnya diabaikan. Tak lama kemudian, angin kencang bernama Euraquilo menghantam kapal mereka dengan dahsyat.
Selama empat belas hari, langit gelap tanpa matahari atau bintang. Para pelaut kehilangan harapan hidup. Mereka membuang muatan dan peralatan kapal untuk meringankan beban, namun badai tidak juga reda. Dalam kekacauan itulah, berdiri satu pribadi yang tenang — Paulus. Ia tidak panik, tidak mengeluh, dan tidak menyalahkan siapa pun. Ia berdiri teguh di atas janji Allah yang ia dengar melalui malaikat. Paulus percaya kepada Tuhan.
“Tetapi sekarang aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap tabah, sebab tidak seorang pun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini.” Kisah Para Rasul 27:22
Kisah ini menyingkap dua sisi iman yang sering kita butuhkan dalam hidup: percaya dan taat (trust and obey), serta percaya dan bertindak (trust and do).
Ketika semua orang kehilangan arah, Paulus memilih untuk berpegang pada janji Tuhan. Malaikat Tuhan berkata bahwa nyawa mereka akan diselamatkan, meskipun kapal akan hancur. Paulus tidak hanya mempercayai kabar itu, ia menaati apa yang Allah firmankan — dengan menyampaikan pengharapan kepada orang lain.
Inilah inti dari “trust and obey”: percaya kepada kedaulatan Allah, dan taat untuk tetap berjalan sesuai firman-Nya, meski kita tidak tahu kapan badai akan berhenti. Paulus tidak bisa mengendalikan arah angin, tetapi ia bisa mengendalikan sikap hatinya. Ia menunjukkan ketaatan dengan menenangkan orang lain, memberi semangat, dan berdoa sebelum mereka makan.
“Sebab aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi seperti yang dikatakan kepadaku.” Kisah Para Rasul 27:25
Percaya dan taat tidak berarti pasrah tanpa arah. Artinya, kita menaruh kendali hidup di tangan Tuhan yang jauh lebih tahu jalan ke pelabuhan keselamatan. Dalam badai kehidupan, ketaatan menjadi jangkar iman kita — menahan kita agar tidak terombang-ambing oleh rasa takut. Namun Paulus tidak berhenti pada doa dan iman saja. Ia juga melakukan apa yang perlu dilakukan. Ia memerintahkan para pelaut untuk makan supaya kuat, dan memastikan agar semua tetap di kapal hingga saat yang tepat. Ketika kapal mulai pecah, ia memberi petunjuk agar semua orang berenang atau berpegang pada serpihan kayu untuk sampai ke darat. Inilah “trust and do” — iman yang bergerak.
Iman sejati tidak menunggu keajaiban datang tanpa usaha, tetapi juga tidak berlari tanpa arah. Iman sejati berjalan seiring dengan hikmat dan ketaatan. Paulus mempercayai janji Tuhan bahwa semua akan selamat, tetapi ia juga melakukan tindakan konkret yang sesuai dengan janji itu.
Kita sering berada di titik serupa: antara menunggu dan bertindak. Tuhan ingin kita mempercayai-Nya sepenuhnya, tetapi juga menggerakkan tangan dan kaki kita sesuai dengan petunjuk-Nya. Kadang itu berarti berdoa lebih lama; kadang itu berarti menelpon seseorang, memaafkan, bekerja kembali, atau menolong sesama. Kita harus ingat bahwa:
- Percaya dan taat mengarahkan hati kepada Tuhan.
- Percaya dan bertindak menggerakkan hidup dalam rencana Tuhan.
Keduanya bukan berlawanan, melainkan dua sisi dari iman yang hidup.
Akhir kisah Paulus itu meneguhkan kebenaran janji Tuhan. Semua 276 orang selamat, persis seperti yang dikatakan Paulus. Mereka terdampar di pulau Malta. Di sana, Paulus digigit ular berbisa, tetapi tidak mengalami apa-apa. Orang-orang setempat tercengang dan menyadari kuasa Allah yang menyertai dia. Melalui kesembuhan dan mukjizat berikutnya, banyak orang di pulau itu mengenal kasih Tuhan.
Dari badai menuju pantai, dari kapal karam menuju kesaksian, kehidupan Paulus memperlihatkan bahwa iman yang percaya, taat, dan bertindak selalu mengarah pada keselamatan dan kemuliaan Allah. Terkadang, kita juga harus mengalami “kapal karam” agar menyadari bahwa keselamatan kita bukan bergantung pada perahu, tetapi pada Allah yang memegang ombak dan angin. Kadang-kadang Tuhan mengizinkan kapal kita hancur, supaya kita sampai di pantai anugerah-Nya dengan iman yang lebih murni.
Dalam menghadapi kesulitan, manusia mudah terjebak di dua ekstrem: terlalu menunggu mukjizat hingga kehilangan kesempatan untuk bertindak, atau terlalu berlari dengan kekuatan sendiri tanpa menunggu kehendak Tuhan. Kisah Paulus memberi keseimbangan: Percaya dan taat menjaga hati tetap tenang dalam badai; Percaya dan bertindak menolong kita berjalan bersama Tuhan menuju daratan yang dijanjikan. Iman tidak membuat kita pasif, dan tindakan tidak membuat kita mandiri dari Tuhan. Iman yang sejati justru melahirkan tindakan yang tepat — dilakukan dalam waktu dan cara Tuhan. Ketika kita menaruh kepercayaan penuh pada-Nya, ketaatan menjadi dasar, dan tindakan menjadi buah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita percaya dan taat, tetapi juga percaya dan bertindak. Ini berarti kita berdoa sebelum bekerja, mendengar sebelum berbicara, menunggu sebelum memutuskan, dan bertindak ketika Tuhan membuka jalan. Seperti Paulus, kita diajak untuk memimpin diri sendiri dan orang lain bukan dengan panik, melainkan dengan tenang dalam iman. Kapal mungkin hancur, tetapi janji Tuhan tidak akan pernah tenggelam.
Doa Penutup:
Tuhan yang berdaulat atas angin dan ombak, ketika badai hidup mengamuk dan arah hilang, ajarlah aku untuk percaya kepada firman-Mu lebih dari keadaan. Ketika Engkau memintaku untuk diam, tolong aku untuk taat. Ketika Engkau memintaku untuk bertindak, beri aku keberanian dan hikmat. Jadikan imanku hidup — yang tidak hanya percaya dalam kata, tetapi juga dalam langkah. Seperti Paulus, kiranya aku tetap kuat di tengah badai, menjadi pembawa harapan bagi orang lain, dan menemukan bahwa setiap “kapal karam” adalah jalan menuju kasih-Mu yang lebih dalam. Dalam nama Yesus aku berdoa, amin.