Persatuan dan kesatuan umat Kristen

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.” 1 Korintus 1:10

Tahukah Anda beda antara kata ‘persatuan” dan “kesatuan”? Berdasarkan istilah, persatuan dan kesatuan berasal dari satu kata “satu” yang berati utuh atau tidak terpecah belah. Tapi dua kata ini berbeda maknanya. Menerut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persatuan adalah gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya) dari beberapa bagian yang sudah bersatu. Sementara kesatuan adalah perihal menjadi satu atau keesaan yang bersifat tunggal.

Dalam sebuah persatuan diharapkan adanya kesatuan, dan dengan demikian semua anggota benar-benar mau bersatu. Tetapi, ini tidak selalu bisa terjadi. Dalam persatuan seperti sebuah organisasi gereja, sering kali ada perbedaan pendapat atau perselisihan yang membuat tidak adanya kesatuan arah pelayanan. Sebaliknya, adanya kesatuan keyakinan atau pendapat sering kali membuahkan sebuah persatuan untuk melaksanakan tujuan bersama. Jelas bahwa dalam hidup kita memerlukan adanya persatuan dan kesatuan, sebab keduanya saling mendukung.

Kitab 1 Korintus 1:10–17 membahas tentang kesatuan umat Kristen. Setelah mengucap syukur kepada Allah atas jemaat Korintus dan tempat mereka dalam kekekalan di masa mendatang, Paulus membahas bagaimana mereka telah terpecah belah menjadi beberapa golongan. Paulus mendesak mereka untuk bersatu, karena Kristus tidak terpecah belah. Paulus menekankan bahwa mereka tidak dibaptis dalam nama manusia, tetapi dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Itu menunjukkan kesatuan.

Paulus telah meletakkan dasar yang kokoh untuk suratnya dalam dua hal. Pertama, ia sama sekali tidak ragu bahwa orang Kristen di Korintus sungguh-sungguh telah diselamatkan, orang percaya yang telah lahir baru, dan sepenuhnya aman di dalam Kristus selamanya. Paulus tidak memikirkan dosa dan pemikiran mereka yang salah, lalu mempertanyakan keselamatan mereka. Kedua, Paulus telah yakin adanya keselamatan mereka di dalam Kristus. Ia menyebut nama Kristus di sini untuk kesekian kalinya karena jemaat Korintus diselamatkan karena mereka ada di dalam Kristus, dan tidak ada alasan lain.

Dalam ayat sebelumnya, Paulus menulis bahwa orang-orang percaya ini telah dipanggil, masing-masing dari mereka, ke dalam persekutuan dengan Kristus. Hal itu mengharuskan, sebagai orang-orang di dalam Kristus, untuk bersekutu satu sama lain dalam kesatuan. Sekarang Paulus sampai pada masalah pertama dari banyak masalah di antara jemaat di Korintus. Bukannya bersatu karena mereka semua ada di dalam Kristus, jemaat Korintus justru tidak memunyai kesatuan, alias terpecah belah karena faktor golongan.

Pada abad pertama Masehi, gereja di Korintus memang dilanda perpecahan dan perpecahan. Gereja terpecah belah karena pemimpin atau misionaris masa awal mana yang menjadi favorit mereka dan siapa yang mereka anggap paling pantas untuk diikuti. Beberapa orang lebih menyukai Paulus, sementara yang lain lebih menyukai Apolos atau Petrus, sebagian besar berdasarkan gaya bicara mereka (lihat “hikmat” dan “kefasihan” dalam 1 Korintus 1:17). Alih-alih bersatu di bawah Kristus, mereka justru terpecah belah karena pemimpin yang mereka pilih. Jadi, untuk melawan godaan perpecahan ini, Paulus memerintahkan mereka untuk seia sekata dan tidak membiarkan perpecahan di antara mereka.

Paulus mendesak mereka dalam nama Kristus untuk bersepakat satu sama lain dalam Kristus. Ia menetapkan harapan yang tinggi bagi gereja ini, dan semua gereja Kristen: tidak ada perpecahan. Karena masing-masing dari mereka ada di dalam Kristus, Paulus menegaskan bahwa mereka dapat hidup dalam kesatuan. Kesatuan ini dapat, dan harus, mencapai tingkat pemikiran dan penilaian yang kooperatif dalam hal-hal yang sangat penting (fundamental) di dalam persatuan orang percaya.

Di sini, seperti dalam bagian-bagian lain (Roma 14), Paulus tidak menuntut setiap orang di persatuan gereja untuk hanya mendukung satu pemimpin yang mereka senangi. Ia juga tidak mengajarkan bahwa orang percaya tidak boleh berselisih pendapat tentang sesuatu. Standar di sini bukanlah untuk mencapai keselarasan yang sempurna, tetapi mereka harus mencapai kesatuan dalam iman. Perbedaan pendapat dan selera tidak harus berarti perpecahan karena semua itu wajar dalam masyarakat apa pun.

Ketika orang Kristen menjadikan pendapat manusia dan ego sebagai standar utama mereka, perpecahan selalu menjadi akibatnya. Tetapi, semua perbedaan pendapat akan menjadi hal sekunder jika dibandingkan dengan kesepakatan iman yang fundamental dan persaudaraan dalam kasih melalui Kristus.

Paulus menetapkan Kristus sebagai standar utama untuk setiap pemikiran dan penilaian. Ketika setiap orang menjadi serupa dengan Kristus, mereka akan selaras satu sama lain dalam iman, pengharapan dan kasih. .

“Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (1 Korintus‬ ‭13‬:‭13‬‬)

Dalam 1 Korintus 1:10, rasul Paulus mendesak orang percaya untuk “seia sekata dalam perkataanmu, dan jangan ada perpecahan di antara kamu.” Dengan mengatakan “jangan ada perpecahan di antara kamu,” Paulus mendorong orang percaya untuk bersatu sebagai “gereja yang am” pada saat mereka membagikan Injil yang satu dan yang mereka yakini, ke seluruh dunia.

“Gereja yang am” artinya gereja yang bersifat umum, universal, atau sedunia. Kata “am” berasal dari bahasa Latin “catholic” yang berarti umum atau universal, merujuk pada seluruh umat yang percaya kepada Yesus Kristus, tidak terbatas pada satu denominasi, tempat, atau waktu tertentu.

Salah satu alasan penting mengapa orang percaya tidak boleh membiarkan perpecahan di antara mereka adalah karena hal itu menghambat kemampuan mereka untuk bertumbuh dan dewasa secara rohani. Jika mereka tidak dapat mencapai kedewasaan rohani, mereka akan selalu bertindak seperti anak-anak.

“Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.” 1 Korintus 13:11

Dalam Efesus 4:3, Paulus memerintahkan orang percaya untuk “berusaha keras memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.” Ia kemudian melanjutkan dengan mengatakan dalam Efesus 4:15 bahwa orang percaya, sebagai Tubuh Kristus yang bersatu, akan “bertumbuh dalam segala hal menjadi tubuh yang dewasa dari Dia, yaitu Kristus, yang adalah Kepala.” Dengan kata lain, jika ada perpecahan di antara kita sebagai orang percaya, kita tidak akan menjadi dewasa seperti yang Allah inginkan. Pertumbuhan rohani terjadi ketika orang percaya selalu bersatu saat mereka berkumpul dan menyembah Allah.

Alasan lain mengapa orang percaya tidak boleh membiarkan adanya perpecahan di antara mereka adalah karena hal itu mengalihkan mereka dari misi mereka untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya (Matius 28:19-20). Setelah Paulus mendesak orang percaya di Korintus untuk sepakat satu sama lain, ia mengatakan bahwa satu-satunya misinya sebagai rasul Kristus adalah untuk memberitakan Injil (lihat 1 Korintus 1:17).

Paulus tidak ingin dikenang karena pengaruhnya, cara bicaranya, atau bahkan orang-orang yang dibaptisnya. Ia hanya ingin dikenang sebagai seseorang yang setia memberitakan Injil. Demikian pula, jika kita sebagai orang percaya berfokus pada perpecahan yang terjadi karena kecenderungan pribadi dan selera pribadi, kita akan kehilangan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita setiap hari untuk membagikan Injil kepada orang-orang di sekitar kita yang melihat cara hidup kita.

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

Akhirnya, mungkin alasan terbesar mengapa orang percaya tidak boleh membiarkan perpecahan di antara mereka adalah karena hal itu merusak kesaksian mereka kepada dunia dalam mengungkapkan siapa Allah itu. Dalam Yohanes 17, tepat sebelum Yesus ditangkap dan disalibkan, Ia berdoa kepada Allah Bapa untuk semua orang percaya sepanjang sejarah: “Semoga mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, dan semoga mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yohanes 17:21). Dengan kata lain, Yesus berdoa agar semua orang yang mengikuti-Nya bersatu agar dunia dapat percaya siapa Dia, Anak Allah. Jadi, ketika ada perpecahan di antara kita sebagai orang percaya, hal itu menghalangi kemampuan kita untuk menunjukkan kepada dunia siapa Allah itu dan seperti apa Dia—Allah Tritunggal yang bersatu sempurna.

Pagi ini, sebagai umat ​​beriman kepada Kristus hendaknya kita tidak membiarkan preferensi pribadi dan hal-hal sekunder memecah belah kita, sampai-sampai persekutuan kita lebih dikenal karena adanya banyak hal yang tidak kita setujui daripada hal-hal yang kita setujui. Jangan sampai gereja kita dikenal karena adanya banyak pertengkaran. Kita harus ingat bahwa umat Kristen pertama-tama harus dikenal sebagai satu kelompok yang bersatu yang menyembah dan memuji Yesus sebagai Anak Allah yang datang untuk mati menebus dosa dunia.

Tinggalkan komentar