“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” – yang berarti: Allah menyertai kita. Matius 1:23

Natal kembali mendatangi kita. Bagi sebagian orang, ini adalah musim belanja dan perayaan. Bagi yang lain, ini adalah masa pelayanan yang padat di gereja. Lampu-lampu menyala, lagu-lagu Natal terdengar di mana-mana, dan kalender penuh dengan acara. Dari luar, dunia tampak meriah dan sibuk.
Namun Natal tahun ini juga datang di tengah luka yang mendalam.
Peristiwa teror kemarin siang di pantai Bondi, Sydney, mengguncang rasa aman dan menorehkan duka yang nyata. Lebih dari 10 orang tewas akibat ulah ayah dan anak yang menembaki pengunjung perayaan hari raya kaum Yahudi. Di ruang publik yang selama ini kita anggap biasa—tempat berbelanja, berjalan, dan menjalani hidup sehari-hari—kekerasan bisa datang tanpa peringatan. Banyak hati diliputi ketakutan, kesedihan, dan kebingungan.
Di saat seperti ini, wajar bila pertanyaan-pertanyaan berat muncul:
Di mana Tuhan?
Mengapa Ia membiarkan malapetaka terjadi?
Bagaimana mungkin kita berbicara tentang damai Natal di tengah tragedi?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan tanda iman yang rapuh. Justru inilah suara hati manusia yang jujur ketika berhadapan dengan penderitaan. Alkitab tidak pernah melarang pertanyaan semacam ini. Mazmur penuh dengan ratapan. Ayub bergumul dengan ketidakmengertian. Bahkan Yesus sendiri berseru di kayu salib. Iman Kristen tidak dibangun di atas penyangkalan rasa sakit, tetapi di atas keberanian untuk membawa rasa sakit itu kepada Allah.
Ayat di atas sering kita dengar setiap Natal. Namun di tengah duka dan ketakutan, maknanya terasa jauh lebih dalam. Kata Imanuel tidak berarti Allah menjauhkan kita dari semua penderitaan. Itu berarti Allah hadir di dalam penderitaan itu.
Natal tidak menjanjikan dunia tanpa kejahatan. Natal menyatakan bahwa Allah tidak meninggalkan dunia ketika kejahatan terjadi. Ia tidak menonton dari kejauhan. Ia masuk ke dalam sejarah manusia, ke dalam dunia yang rapuh, ke dalam realitas yang penuh kekerasan dan air mata.
Yesus lahir bukan di dunia yang aman. Sejak awal hidup-Nya, ancaman sudah ada. Tak lama setelah kelahiran-Nya, anak-anak di Betlehem dibunuh oleh kekuasaan yang kejam. Kisah Natal sejak awal telah bersinggungan dengan darah dan penderitaan. Namun justru di dunia seperti itulah Allah memilih untuk hadir.
Imanuel berarti Allah berjalan bersama manusia yang terluka. Ia hadir bersama mereka yang berduka karena kehilangan. Ia hadir bersama mereka yang hidup dalam ketakutan. Ia hadir bersama mereka yang tidak menemukan jawaban atas pertanyaan “mengapa”.
Kita mungkin tidak pernah sepenuhnya mengerti mengapa Tuhan mengizinkan tragedi seperti teror di Bondi terjadi. Alkitab pun tidak memberi penjelasan yang sederhana. Tetapi iman Kristen memberi sesuatu yang lebih dari sekadar penjelasan: kehadiran Allah yang setia.
Di tengah dunia yang sibuk dan sering kali bising, Natal mengajak kita untuk berhenti sejenak. Bukan untuk melarikan diri dari kenyataan, tetapi untuk mengingat bahwa kita tidak sendirian menghadapinya. Damai Natal bukanlah damai karena semua masalah selesai, melainkan damai karena Allah menyertai kita di tengah masalah itu.
Natal juga memanggil kita untuk hidup sebagai pembawa terang. Jika Allah memilih untuk hadir di dunia yang terluka, maka umat-Nya pun dipanggil untuk hadir—menghibur yang berduka, menguatkan yang lemah, dan menolak kebencian dengan kasih. Kita mungkin tidak dapat menjelaskan penderitaan, tetapi kita dapat menghadirkan kasih di tengahnya.
Natal tahun ini mungkin terasa lebih sunyi dan berat. Namun justru di sanalah makna Natal menjadi nyata. Imanuel bukan sekadar kata indah dalam lagu dan kartu ucapan. Ia adalah pengakuan iman yang dalam: Allah menyertai kita—bahkan ketika dunia terasa gelap dan tidak masuk akal.
Dan mungkin iman yang paling murni pada Natal ini bukan iman yang memiliki semua jawaban, melainkan iman yang berani berkata:
Tuhan, kami tidak mengerti, tetapi kami percaya Engkau tetap menyertai kami.
Doa Penutup:
Tuhan Allah yang penuh kasih, di hadapan-Mu kami datang dengan hati yang berat. Kami membawa duka, ketakutan, dan pertanyaan yang tidak selalu memiliki jawaban.
Kami berdoa bagi mereka yang menjadi korban teror di Bondi, bagi keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih, dan bagi semua yang masih hidup dalam trauma dan ketakutan. Kiranya Engkau sendiri menjadi penghibur dan sumber kekuatan mereka.
Tuhan, kami tidak selalu mengerti jalan-Mu. Kami tidak memahami mengapa kejahatan diizinkan terjadi. Namun kami berpegang pada janji-Mu bahwa Engkau adalah Imanuel—Allah yang menyertai kami.
Hadirlah di tengah dunia yang terluka ini. Hadirlah di tengah hati kami yang gelisah. Jadikanlah kami alat damai-Mu, pembawa kasih di tengah kebencian, dan terang di tengah kegelapan, dalam keluarga, gereja, dan masyarakat umum.
Di Natal ini, ajarlah kami untuk tidak hanya merayakan kelahiran Kristus, tetapi juga hidup dalam kehadiran-Nya setiap hari.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Imanuel kami, kami berdoa. Amin.