“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12:2

Banyak orang Kristen—sering dengan niat baik—mengatakan, “Semua yang terjadi adalah kehendak Tuhan.” Kalimat ini terdengar saleh, tetapi jika tidak dipahami dengan benar, justru dapat menyesatkan. Ia bisa membuat kita menerima kejahatan, ketidakadilan, dan dosa seolah-olah itu adalah “takdir” yang berasal dari Allah yang mahasuci.
Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa Allah tidak pernah menghendaki kejahatan. Ia tidak merancang dosa, tidak bersukacita atas penderitaan, dan tidak memerintahkan manusia untuk berbuat jahat. Tuhan memang berdaulat atas segala sesuatu, tetapi kedaulatan-Nya tidak sama dengan keterlibatan langsung-Nya dalam dosa manusia.
Di sinilah pentingnya membedakan istilah-istilah teologis tentang kedaulatan Allah.
Ada hal-hal yang Allah kehendaki, ada yang Ia izinkan, ada yang Ia biarkan, dan ada pula yang Ia arahkan untuk maksud yang lebih besar, meskipun peristiwanya sendiri berasal dari pilihan manusia yang berdosa. Tuhan adalah penyebab utama dalam arti Ia memegang kendali atas sejarah, tetapi Ia bukan pelaku utama dari kejahatan yang dilakukan manusia.
Natal menolong kita memahami perbedaan ini dengan sangat jelas.
Jika segala sesuatu—baik dan buruk—benar-benar adalah kehendak Allah dalam arti yang sama, maka kelahiran Yesus tidak akan diperlukan. Tetapi justru karena dunia ini rusak oleh dosa manusia, Allah memilih masuk ke dalam sejarah melalui Anak-Nya. Natal adalah bukti bahwa Allah tidak merestui dunia apa adanya, melainkan datang untuk menebus dan memperbaruinya.
Yesus tidak lahir di istana, tetapi di dunia yang penuh ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan. Ia datang bukan untuk berkata, “Semua ini kehendak-Ku,” melainkan untuk menyatakan, “Inilah kehendak Bapa-Ku: keselamatan, pemulihan, dan kehidupan.”
Karena itu Rasul Paulus menasihati kita dalam ayat di atas yang sangat relevan dengan Natal.
Dunia ini sering menyebut yang jahat sebagai wajar, yang tidak adil sebagai biasa, dan yang berdosa sebagai tak terelakkan. Tetapi orang yang telah disentuh oleh Kristus dipanggil untuk membedakan: mana yang berasal dari kehendak Allah, dan mana yang hanya terjadi karena manusia menyalahgunakan kebebasannya.
Natal mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak memanggil kita menjadi pasrah secara rohani, tetapi peka secara moral. Kita tidak boleh berkata, “Ini kehendak Tuhan,” untuk membenarkan ketidakpedulian kita terhadap penderitaan sesama. Sebaliknya, kita dipanggil untuk bertanya: “Apa yang dikehendaki Tuhan untuk aku lakukan di tengah situasi ini?”
Secara praktis, renungan Natal ini mengajak kita melakukan tiga hal.
Pertama, berhenti menyalahkan Tuhan atas dosa manusia. Ketika melihat kejahatan, korupsi, kekerasan, atau kerusakan relasi, jangan cepat berkata bahwa semua itu berasal dari Tuhan. Natal menyatakan bahwa Allah justru datang untuk melawan kuasa dosa, bukan menciptakannya.
Kedua, belajar membedakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Kehendak Allah selalu sejalan dengan karakter-Nya: kudus, penuh kasih, adil, dan benar. Apa pun yang bertentangan dengan karakter ini—sekalipun “terjadi”—bukanlah sesuatu yang patut kita terima atau tiru.
Ketiga, menjadi bagian dari karya pemulihan Allah. Natal bukan hanya tentang Allah yang datang ke dunia, tetapi juga tentang Allah yang kini bekerja melalui umat-Nya. Ketika kita memilih mengasihi, mengampuni, berkata jujur, dan membela yang lemah, kita sedang hidup selaras dengan kehendak Allah yang baik dan sempurna.
Di tengah dunia yang sering membingungkan kehendak Allah dengan kenyataan dunia yang rusak, Natal adalah terang yang menuntun kita kembali pada kebenaran: Allah itu baik, dan kehendak-Nya selalu baik.
Kiranya Natal ini bukan hanya kita rayakan dengan lagu dan tradisi, tetapi dengan hati dan pikiran yang diperbarui—mampu membedakan kehendak Allah, dan berani hidup sesuai dengan kehendak itu.
Doa Penutup:
Tuhan Allah yang mahasuci, kami bersyukur karena Engkau tidak tinggal diam melihat dunia yang rusak oleh dosa. Di dalam Natal, Engkau menyatakan kasih-Mu dengan mengutus Anak-Mu ke dunia ini. Perbaruilah budi kami, ya Tuhan, agar kami tidak menyamakan kehendak-Mu dengan kejahatan yang terjadi di sekitar kami. Ajarlah kami membedakan yang baik, yang berkenan kepada-Mu, dan yang sempurna. Pakailah hidup kami menjadi alat pemulihan di dunia ini, sampai terang Kristus nyata melalui kami. Dalam nama Yesus, Sang Juruselamat yang lahir bagi kami, kami berdoa. Amin.