“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” Mazmur 23:1

Natal sering datang dengan dua wajah. Yang satu penuh cahaya: lagu, lilin, hadiah, dan senyum. Yang lain lebih sunyi: kursi kosong di meja makan, doa yang belum terjawab, tubuh yang melemah, atau rencana hidup yang tak berjalan seperti harapan. Di tengah suasana seperti itu, ayat Mazmur 23:1 terdengar indah—namun juga menantang. Bagaimana mungkin kita berkata, “Aku takkan kekurangan,” ketika kenyataan berkata sebaliknya?
Pemazmur tidak menulis ayat ini dari ruang istana yang nyaman. Daud mengenal rasa takut, pengkhianatan, pelarian, dan kesendirian. Namun ia berani berkata bahwa ia tidak berkekurangan, bukan karena hidupnya tanpa masalah, tetapi karena Tuhan adalah gembalanya. Inilah kunci dari ayat ini: bukan pada apa yang dimiliki, melainkan pada siapa yang menyertai.
Natal memberi kita kunci itu dengan cara yang paling nyata. Allah tidak hanya mengirim pertolongan dari jauh; Ia datang sendiri. Yesus lahir bukan di istana, bukan di tengah kemewahan, melainkan dalam kesederhanaan—di palungan. Sejak awal, Allah ingin menunjukkan bahwa kecukupan sejati tidak identik dengan kelimpahan materi, melainkan dengan kehadiran-Nya.
Ketika Yesus lahir, janji Mazmur 23 mulai mengambil rupa. Gembala yang baik tidak lagi hanya gambaran puitis; Ia hadir sebagai manusia. Yesus berjalan bersama orang lapar, orang sakit, orang berdosa, dan orang yang tersisih. Ia tidak menjanjikan hidup tanpa lembah gelap, tetapi Ia menjanjikan bahwa kita tidak akan berjalan sendirian.
Banyak orang menafsirkan “takkan kekurangan” sebagai janji bahwa orang percaya akan selalu berhasil, sehat, dan makmur. Namun Natal justru membalik logika itu. Allah yang Mahakuasa memilih menjadi bayi yang bergantung pada Maria dan Yusuf. Sang Pemilik segalanya memilih jalan kerentanan. Di situlah kita belajar bahwa kecukupan tidak berarti memiliki segalanya, tetapi menerima anugerah Allah yang lengkap di dalam Kristus.
Dalam Yesus, anugerah Allah menjadi utuh. Kita mungkin masih kekurangan uang, tenaga, atau jawaban atas pertanyaan hidup. Tetapi kita tidak kekurangan kasih, pengampunan, harapan, dan tujuan. Kita tidak kekurangan arah, karena Sang Gembala menuntun langkah kita. Kita tidak kekurangan pengharapan, karena Natal berujung pada salib dan kebangkitan.
Natal mengajak kita berhenti sejenak dan bertanya: Apa sebenarnya yang kita anggap sebagai kekurangan? Jika Allah sudah memberikan Anak-Nya sendiri, mungkinkah kita masih berkata bahwa hidup ini kosong? Paulus menuliskannya dengan jelas: “Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri… bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).
Maka, menjelang Natal saat ini, kita belajar berkata bersama Daud—dengan pengertian yang lebih dalam:
Tuhan adalah Gembalaku. Karena itu, di dalam Kristus, aku cukup. Bukan karena semua keinginanku terpenuhi, melainkan karena anugerah Allah telah dinyatakan sepenuhnya.
Doa Penutup:
Tuhan, Gembala kami yang baik, pada saat menjelang Natal ini kami bersyukur karena Engkau tidak tinggal jauh,melainkan datang menghampiri kami dalam Yesus Kristus.
Ajarlah kami memahami arti kecukupan yang sejati:bukan hidup tanpa masalah, melainkan hidup yang Engkau sertai. Bukan kelimpahan harta, melainkan kelimpahan anugerah.
Di tengah kekurangan, ajar kami percaya. Di tengah lembah gelap, ajar kami berharap. Dan di tengah dunia yang gelisah, buatlah hati kami tenang karena Engkau beserta kami.
Terima kasih untuk Yesus, anugerah-Mu yang lengkap dan nyata.
Di dalam Nama-Nya kami berdoa. Amin.