Manusia memang ingin bebas

“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.” Lukas 15: 18 – 19

Suasana di balapan kuda Melbourne dengan segala keramaian duniawi.

Melbourne Cup adalah balapan kuda yang menghentikan seluruh kegiatan rakyat di Australia, the race that stops the nation. Untuk tahun 2021, acara ini berlangsung pada hari Selasa 2 November di kota Melbourne. Mereka yang tinggal di luar kota Melbourne juga ikut mengikuti acara ini melalui televisi, dan biasanya disertai dengan acara taruhan dan makan-minum bersama.

Pada hari itu, mereka yang ikut merayakan hari itu biasanya sudah mempersiapkan pakaian yang indah dan unik. Kaum wanita memang biasanya berusaha tampak lebih cantik dengan memakai pakaian mahal dan make-up yang istimewa. Dan seharian, mereka yang hadir di tempat balapan kuda itu bisa makan minum sepuasnya, bahkan sampai mabuk dan melakukan hal-hal yang tidak pantas. Hal ini mengingatkan saya kepada sebuah perumpamaan terkenal di Alkitab.

Semua orang Kristen tentunya pernah membaca atau mendengar perumpamaan anak yang hilang atau the prodigal son. Perumpamaan ini diceritakan oleh Yesus untuk melambangkan hubungan antara Allah Bapa dan manusia ciptaan-Nya. Manusia yang memberontak dari kasih Allah digambarkan sebagai anak bungsu yang meninggalkan bapanya untuk berfoya-foya dengan menggunakan warisannya. Selang berapa tahun, sesudah uang warisannya habis, anak itu bermaksud untuk pulang kembali ke rumah bapanya. Anak itu menyesali apa yang sudah diperbuatnya dan hanya ingin untuk bisa menjadi hamba bapanya.

Ayat di atas adalah apa yang dipikirkan oleh anak yang hilang dalam perumpamaan itu. Kita bisa membaca kelanjutan kisah itu yang menyatakan besarnya kasih bapa yang kemudian menerima kembalinya si anak yang hilang dengan tangan terbuka. Si bapa yang sudah berharap sejak lama agar anaknya bertobat dan kembali ke jalan yang benar, bisa terlihat dengan jelas sebagai bapa yang penuh kasih, tidak hanya kepada anaknya yang hilang, tetapi juga kepada anaknya yang lain, yang tidak pernah meninggalkan dia. Kasih bapa itu adil dan abadi, dan itu tidak terpengaruh oleh apa yang dilakukan anak-anaknya; ia hanya ingin agar semua anaknya berbahagia.

Satu bahan pemikiran yang juga bisa diperoleh dari ayat di atas adalah bagaimana anak yang hilang itu menempatkan dirinya di hadapan bapanya. Ia menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh dan meminta kemurahan sang bapa untuk menerimanya kembali, bukan sebagai anak, tapi sebagai hamba.

Dalam konteks iman Kristen, ayat ini menunjuk kepada kenyataan bahwa kita orang yang berdosa, adalah orang-orang yang tidak layak di hadapan Allah dan sudah kehilangan kemuliaan kita sebagai ciptaan-Nya. Kita sudah kehilangan hak untuk dipanggil umat Allah.

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah…” Roma 3: 23

Apa pun yang akan dan sudah kita lakukan, tidaklah dapat membuat kita kembali menjadi orang yang layak untuk menemui Bapa kita. Karena dosa kita, kita tidak bisa menuntut hak apa pun di hadapan Tuhan. Hanya karena kasih karunia Allah (grace), kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Pengakuan sola gratia ini tidak memberi kesempatan bagi kita untuk menyombongkan apa yang bisa kita perbuat dalam hidup kita.

“…dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Roma 3: 24

Hari ini, jika orang pergi ke suatu tempat untuk berpesta pora, itu memang adalah keputusan mereka. Itu bukan karena Tuhan yang sudah membuat mereka berbuat demikian. Memang manusia yang selalu ingin menggunakan kehendak bebasnya, sering terperosok dalam berbagai dosa.

Dalam kita hidup dan bekerja, banyak dosa-dosa yang kita perbuat, secara sengaja atau tidak sengaja. Jika dibandingkan dengan standar kesucian Tuhan, hidup kita bisa dipadankan dengan hidup anak yang hilang, yang sudah menyia-nyiakan hidupnya dan mempermalukan bapanya.

Sebagai manusia mungkin kita berusaha untuk melupakan hal-hal yang jahat yang telah kita perbuat. Mungkin kita ingin menebusnya dengan banyak berbuat amal. Mungkin kita berusaha menutupinya dengan usaha untuk mencari hal-hal yang berbau kerohanian. Mungkin kita sudah berusaha untuk mengubah cara hidup kita, supaya bisa dikagumi oleh orang lain. Atau mungkin saja Tuhan sudah memberi kita berbagai karunia rohani yang hebat. Tetapi, semua itu tidak bisa mengubah status kita: kita adalah anak yang hilang, yang sudah tersesat dan kehilangan hak untuk menjadi anak-Nya. Hanya dengan kerendahan hati kita bisa menghampiri Tuhan dan meminta pengampunan-Nya hari demi hari, dan berjanji untuk menjalani hidup kita sesuai dengan firman-Nya sebagai pernyataan rasa syukur kita atas kasih-Nya.

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Efesus 2: 8 – 9

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s