Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” Lukas 19: 9-10

Kisah tentang Zakheus si pemungut cukai adalah sebuah catatan perjumpaan Yesus dengan seorang yang ingin untuk bertobat. Kisah ini sangat terkenal, terutama di kalangan anak sekolah minggu yang mempunyai lagu khusus tentang Zakheus yang pendek tubuhnya.
Tuhan Yesus menggunakan “pemungut cukai” sebagai model bagi orang yang bertobat. Melalui perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai, kita melihat bahwa Dia menegur orang Farisi yang sombong atas kebenaran dirinya sendiri dan menerima kerendahan hati dan pertobatan pemungut cukai. Ia juga tidak segan-segan memilih pemungut cukai untuk masuk golongan kedua belas Rasul, yaitu Matius.
Kristus menganggap pintu pertobatan terbuka bagi semua orang. Ia datang untuk menawarkan keselamatan bagi siapa pun yang percaya kepada-Nya. Ketika pertanyaan diajukan kepada para murid mengapa guru mereka makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa, Yesus menjawab bahwa bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang yang sakit. Dia datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat (Lukas 5: 31-32).
Zakheus tampaknya telah mendengar tentang Yesus, ajaran dan mujizat-Nya, dan bahwa Yesus menerima pemungut cukai dan “makan dan minum bersama orang berdosa” (Lukas 5:30). Mungkin dari sinilah tumbuh kerinduannya untuk melihat Yesus, untuk mengetahui siapa Dia. Namun ada dua rintangan yang menghalangi pertemuan awalnya dengan Yesus.
Yang pertama adalah bahwa banyak orang tidak menyambut keberadaan orang yang “berdosa” di antara mereka, dan yang kedua adalah bahwa Zakheus bertubuh pendek, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara rohani. Namun, kendala tersebut tidak menghalanginya untuk melakukan tindakan yang dianggap kekanak-kanakan dan memalukan yang tidak sesuai dengan perilaku yang sesuai dengan statusnya sebagai “kepala pemungut cukai”.
Zakheus tidak peduli tentang apa yang akan dikatakan orang tentang dia, tentang kritik dan ejekan mereka. Dia hanya ingin melihat Yesus, yang memaksanya untuk memanjat pohon ara. Tetapi kita membaca bahwa sebelum dia melihat Yesus, Kristus telah melihat dia. Dengan cara yang sama, Tuhan selalu mau bertemu dengan kita, jika saja Dia melihat bahwa kita mau dan ingin bertemu dengan-Nya.
Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat Zakheus duduk di atas pohon ara dan berkata: ”Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu”. Kita mungkin heran: mengapa Yesus mau berkunjung ke rumah orang yang tidak dikenal-Nya? Tetapi tentu saja Yesus tahu siapakah Zakheus itu dan apa yang ada dalam hidupnya. Yesus bisa melihat bahwa Zakheus sungguh-sungguh ingin untuk menjalani kehidupan yang baik, tetapi tidak pernah berhasil dengan usahanya sendiri.
Pada titik ini, setelah diundang oleh Kristus untuk turun dari pohon, Zakheus bergegas turun dan sangat ingin menyambut Yesus ke rumahnya. Mengenai hal ini, bapa gereja Agustinus pernah berkata: “Tuhan, yang telah menyambut Zakheus di dalam hati-Nya, sekarang siap untuk disambut oleh Zakheus di rumahnya.” Yesus telah bertindak sebelum Zakheus dapat menyatakan isi hati dan keinginannya. Dan Zakheus menyambut tindakan Yesus dengan tangan terbuka.
Tidak ada tindakan dan usaha Zakheus yang sia-sia, karena Yesus memilih dia dari kerumunan besar yang mengelilingi-Nya, untuk memasuki rumahnya dan menerima berkat dan keselamatan. Zakheus menjadi orang pilihan. Kita harus memperhatikan bahwa Yesus menyatakan keinginan-Nya, tetapi tidak memaksa Zakheus. Ini menunjukkan kepada kita bagaimana Tuhan menghargai setiap usaha manusia, tidak peduli seberapa kecil atau tampaknya tidak signifikan, dan Dia melengkapinya dengan inisiatif Ilahi, yang dalam teologi Kristen disebut sebagai sinergi atau kerja sama antara upaya manusia dan Ilahi.
Di seluruh Alkitab, kita melihat bahwa setiap contoh Tuhan Yesus menerima salah satu orang berdosa disambut dengan kritik dari orang banyak. Kejadian ini tidak terkecuali. Penginjil Lukas mencatat bahwa semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut dan mengatakan bahwa Yesus telah datang ke rumah orang berdosa. Tetapi sikap orang banyak yang bermusuhan ini tidak menghentikan Zakheus untuk menempuh jalannya menuju pertobatan penuh. Tidak seorang pun yang sudah benar-benar merasakan Yesus dengan hatinya dapat hidup dalam kejahatannya lebih lama lagi. Zakheus berdiri dan berkata kepada Kristus, “”Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Sebelum Yesus menyatakan kesalahannya, Zakheus mau merendahkan dirinya dan mengaku akan dosanya.
Zakheus menunjukkan pertobatan yang tulus melalui tindakannya, bukan hanya melalui kata-katanya tetapi melalui perbuatannya. Tidak hanya dia mengaku, tetapi dia juga menunjukkan kesediaan untuk mengembalikan apa yang telah dia lakukan dengan cara yang salah, dan dia tidak hanya menjanjikan ini, tetapi juga melakukannya. Kesungguhan hatinya dinyatakan dengan kemauannya untuk mengembalikan empat kali lipat dari apa yang diperolehnya dengan cara yang salah. Memang iman yang hidup adalah iman yang disertai perbuatan (Yakobus 2: 13-26).
Pengakuan dan sikap pertobatan ini sudah cukup untuk diterima Yesus, yang mengatakan: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham”. Zakheus bukan salah satu keturunan Abraham menurut tubuh, tetapi sebagai anak Abraham menurut iman. Tuhan Yesus datang kembali dan mengingatkan orang banyak dan murid-murid-Nya tentang inti dari pelayanan dalam pesan-Nya: “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan orang yang hilang”. Itu adalah panggilan untuk pertobatan, yang menjadi titik awal dalam pelayanan Kristus di dunia.
Bagi Yesus, Zakheus bukan hanya pemungut cukai yang berdosa, tetapi juga proyek pertobatan. Kristus melihat Zakheus secara berbeda dari yang dilihat orang banyak. Dia melihatnya dengan tatapan belas kasih, cinta dan penerimaan, dan tatapan inilah yang mendorong Zakheus untuk membuka hatinya untuk pertobatan dan kemudian membuka rumahnya untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat.
Bagaimana jika pagi ini kita menjadi Zakheus? Sanggupkah kita untuk menyatakan pertobatan kita seperti dia? Kita orang Kristen harus menyerupai Zakheus untuk mengatasi kerumunan dan kesibukan duniawi yang menghalangi kita untuk bisa melihat Kristus. Kita harus mau dengan rendah hati mengatasi iman kita yang kecil dan menggunakan kesempatan yang ada untuk menemui Juruselamat kita secara pribadi. Tuhan mau dan bisa mengubah hidup kita jika kita membuka pintu hati kita.