Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan?

“Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!” ” Yesaya 43:6–7

Apakah kita, sebagai makhluk ciptaan Allah, adalah sarana untuk memuliakan diri-Nya sendiri? Pertanyaan ini sering muncul di kalangan orang bukan Kristen karena gereja telah menekankan ajaran alkitabiah bahwa Allah menciptakan dan menebus umat-Nya demi kemuliaan-Nya sendiri, yang berarti agar kemuliaan-Nya bisa dikenal dan dihargai serta ditunjukkan di alam semesta.

Sebagian orang Kristen tidak mengerti bahwa segala berkat jasmani yang mereka terima bukanlah berarti bahwa mereka adalah orang yang baik dan disenangi Tuhan. Berkat Tuhan juga turun kepada orang yang bukan umat-Nya. Dengan demikian, segala berkat yang datang dari Tuhan seharusnya diterima dengan pengerian bahwa semua itu harus digunakan untuk kemuliaan-Nya.

Selain berkat jasmani, orang Kristen menerima berkat rohani. Kita sudah dipilih, ditentukan sejak semula, diadopsi, ditebus melalui darah Kristus untuk memuji kemuliaan kasih karunia Allah (Efesus 1:4-7).

Walaupun demikian, pertanyaan yang muncul di antara banyak orang adalah: apakah manusia diciptakan Allah sekadar sebagai sarana-Nya untuk memuliakan diri sendiri? Bukankah itu berarti Tuhan itu egois, yang menciptakan manusia seperti boneka-Nya? Jawabmya singkat saja. Bintang, batu, dan gunung memang diciptakan hanya sebagai sarana untuk memuliakan diri Tuhan, namun manusia tidaklah demikian. Tidak sesederhana itu.

Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dan manusia adalah satu-satunya ciptaan Tuhan yang bisa berkomunikasi dan membina hubungan dengan-Nya. Dengan demikian, memuliakan Tuhan menuntut tindakan aktif manusia, dan ini berbeda dengan ciptaan-Nya yang lain. Selain itu, hanya manusia yang bisa percaya bahwa apa yang ada adalah pemberian-Nya, sedangkan makhluk lain hanya bisa menikmati apa yang ada tanpa memikirkan dari mana asalnya.

Konsep memuliakan Tuhan adalah menghormati Tuhan melalui hidup seseorang. Ayat 1 Korintus 10:31 mengajarkan orang percaya untuk menghormati Tuhan dalam segala hal yang mereka lakukan: “Jadi, apakah kamu makan atau minum atau apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Konteks ayat ini mencakup diskusi tentang kebebasan yang dimiliki orang percaya di dalam Kristus. Kita bebas menentukan pilihan pribadi dalam hidup, namun kita tidak boleh melakukan apa pun yang menyebabkan orang lain “tersandung” atau berdosa dalam perjalanannya bersama Allah. Kita harus mengupayakan kebaikan orang lain (1 Korintus 10:32–33).

Lebih lanjut, orang percaya mungkin mempunyai “hak” untuk melakukan apa pun, namun tidak semuanya bermanfaat (1 Korintus 10:23). Paulus menggunakan ilustrasi makan daging yang dipersembahkan kepada berhala. Baginya, pengabdian seperti itu tidak berarti apa-apa karena berhala bukanlah tuhan yang nyata. Namun, dia akan menjauhkan diri dari makan daging lagi demi kebaikan orang lain yang mungkin berbuat dosa karena mengikuti teladannya. Orang-orang percaya melayani Tuhan baik melalui kehidupan pribadi mereka maupun dalam tindakan mereka terhadap orang lain.

Untuk memuliakan Tuhan diperlukan komitmen penuh kepada-Nya. Dalam Kolose 3:23 kita membaca, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Konteksnya mencakup arahan Paulus bagi budak-budak Kristen yang bekerja untuk majikan manusia. Bahkan dalam peran ini, pekerjaan mereka harus dilakukan seolah-olah mereka sedang melayani Yesus (Kolose 3:24). Menghormati atau memuliakan Tuhan dalam segala hal termasuk memiliki etos kerja yang kuat, bahkan ketika kita bekerja untuk orang yang tidak kita sukai atau bekerja dalam situasi sulit.

Memuliakan Tuhan dalam segala hal berarti kita menghormati Dia dalam pikiran dan tindakan kita. Pikiran kita harus tertuju pada hal-hal yang berasal dari Allah (Mazmur 1) dan Firman Allah (Mazmur 119:11). Saat kita fokus pada Firman Tuhan, kita tahu apa yang benar dan bisa menindaklanjutinya dengan melakukan apa yang benar.

Yesus selalu memuliakan Bapa-Nya di surga. Tidak pernah ada momen dimana Dia tidak memuliakan Tuhan. Setiap pikiran, perkataan, dan tindakan Tuhan kita sepenuhnya ditujukan untuk kemuliaan Tuhan. Ketika Yesus menghadapi godaan Setan (Matius 4:1-11), Dia mengutip Kitab Suci sebanyak tiga kali. Yesus adalah manusia yang menepati janji, berkomitmen penuh pada kehendak Allah, dan teladan-Nya dalam mengatasi godaan menawarkan harapan bagi kita semua yang berusaha untuk tetap teguh dalam masa-masa pencobaan.

Cara lain kita memuliakan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan adalah dengan merawat tubuh kita dengan benar. Berbicara mengenai percabulan, 1 Korintus 6:19-20 mengajarkan, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”

Hari ini kita belajar bahwa untuk memuliakan Allah dalam segala hal, kita harus memperlihatkan iman (Ibrani 11:6), kasih tanpa kemunafikan (Roma 12:9), menyangkal diri (Lukas 9:23), penuh dengan Roh (Efesus 5:18), dan mempersembahkan diri kita sendiri sebagai “persembahan yang hidup” bagi Allah (Roma 12:1). Setiap bidang kehidupan penting untuk dievaluasi dan dijalani semaksimal mungkin demi kemuliaan dan kehormatan Tuhan. Kita hendaknya berusaha agar setiap pikiran dan perbuatan membawa sukacita bagi Bapa kita di surga.

Tinggalkan komentar