“Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.” Roma 14:12

Pernahkah Anda membaca cerita Sam Pek Eng Tay? Ini adalah cerita rakyat Tiongkok yang mengisahkan percintaan Sam Pek dan Eng Tay. Legenda ini sering dianggap sebagai Romeo dan Juliet versi Tionghoa.
Eng Tay adalah seorang gadis muda dari Shangyu, Zhejiang, putri tunggal dari sebuah keluarga kaya yang pergi ke Hangzhou untuk belajar. Dalam perjalanannya, ia berkenalan dengan Sam Pek, yang berasal dari Kuaiji. Di sekolah Eng Tay jatuh cinta dengan Sam Pek. Namun orang tua Eng Tay memaksanya untuk menikahi orang lain. Sam Pek sakit hati dan akhirnya meninggal dunia.
Pada hari pernikahan Eng Tay dengan orang pilihan orang tuanya, rombongan pengantin wanita tidak dapat pergi ke rumah mempelai laki-laki karena terhadang badai di dekat kuburan Sam Pek. Engtay pergi ke kuburan tersebut dan meminta agar kuburan tersebut terbuka. Tiba-tiba Eng Tay meloncat ke dalam kuburan Sam Pek. Jiwa mereka dilahirkan kembali sebagai sepasang kupu-kupu yang terbang bersama. Kisah sehidup semati yang berkesan indah, tetapi sebenarnya tidak cocok untuk orang Kristen. Mengapa demikian?
Terlepas dari cara Eng Tay untuk menyatakan cintanya kepada Sam Pek yang sudah mendahuluinya, orang Kristen mengerti bahwa tidak semua orang akan bisa ke surga. Sekalipun ada dua orang Kristen yang saling mengasihi, hanya orang Kristen sejati yang akan masuk surga. Keselamatan adalah hal pribadi yang tidak bisa dibagi dengan orang lain. Begitu juga kematian, karena hanya kematian orang yang sudah ditebus akan berakhir dengan kehidupan kekal di surga.
Martin Luher perbah menyatakan: “Every man must do two things alone; he must do his own believing and his own dying“. Artinya: setiap orang harus melakukan dua hal sendirian; ia harus menjalankan imannya sendirian dan ia harus mati sendirian. Tidak ada orang yang bisa sehidup semati dengan orang lain. Karena jika kita mau bertekad untuk hidup sebagai orang Kristen sejati, itu harus merupakanh perjuangan pribadi kita; dan jika kita meninggalkan dunia ini kita harus menhadapi Tuhan sendirian.
Dalam kutipan Martin Luther di atas, ia merangkum esensi dari perjalanan pribadi dan tanggung jawab utama yang kita pikul sebagai individu. Pada intinya, kutipan tersebut menunjukkan bahwa ada dua aspek mendasar dalam hidup yang tidak dapat dialami oleh siapa pun: percaya dan mati. Percaya, dalam konteks ini, mencakup tindakan mengembangkan keyakinan, nilai, dan perspektif diri sendiri. Hal ini memerlukan eksplorasi ide secara independen, hubungan pribadi dengan Tuhan. Kepercayaan memaksa kita untuk mempertanyakan, merenungkan, dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam hidup. Ini adalah proses yang sangat pribadi dan intim yang membentuk opini kita, memengaruhi keputusan kita, dan memberi makna pada keberadaan kita.
Demikian pula, bagian kedua dari ucapan Luther itu membahas realitas kematian manusia yang tak terelakkan. Kematian adalah aspek kehidupan yang tidak dapat dihindari dan kita masing-masing akan menghadapinya secara individu. Terlepas dari sistem pendukung eksternal apa pun, di akhir perjalanan kita, kita dihadapkan pada kesendirian dan finalitas dari kematian kita sendiri. Kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk melakukan pengalaman ini atas nama kita; itu milik kita pribadi.
Makna kutipan ini terletak pada penekanannya pada akuntabilitas dan otonomi pribadi. Hal ini mendorong kita untuk mengendalikan keyakinan kita, memastikan bahwa keyakinan tersebut lahir dari introspeksi dan keyakinan mendalam, bukan kepatuhan membabi buta terhadap ajaran pendeta atau keyakinan orang lain. Terlebih lagi, hal ini mengingatkan kita bahwa kitalah yang memiliki kepemilikan tunggal atas hidup kita dan pilihan-pilihan yang kita buat hingga akhir.
Tiap orang harus memikul salibnya sendiri. Memikul salib berarti menaruh kepercayaan penuh kepada Tuhan di tengah badai dan pertempuran dalam hidup Anda. Artinya, meskipun Anda berada dalam situasi yang sangat sulit atau menyakitkan, adalah keputusan Anda untuk selalu percaya bahwa Tuhan menyertai Anda di tengah penderitaan Anda. Lebih dari itu, sebagai orang Kristen, kita sendiri harus berusaha menjalani hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan.
Meskipun kutipan Luther menyoroti tanggung jawab individu, keyakinan dan keputusan kita bergema dalam lingkup yang lebih luas dari keberadaan manusia. Perjalanan hidup orang beriman dan akhir hidup dari setiap orang Kristen adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Meskipun pada akhirnya kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri dan harus menghadapi proses kematian, hubungan dan interaksi yang kita dengan Tuhan sumber kehidupan kita memberi kita keyakinan bahwa semua itu akan kita jalani bersama Tuhan sendiri. Dalam kenyataannya, kita tidak dapat bergantung pada kasih orang lain, tetapi kepada kasih Tuhan.
“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: ”Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Roma 8:35-39