Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu. 1 Petrus 4:15-16

Pernahkah anda merasa malu? Tentunya setiap orang pernah mengalami peristiwa yang memalukan dalam hidupnya. Di zaman sekarang orang mudah merasa malu jika mobil sudah nampak tua, atau rumah yang tidak sebesar rumah tetangga. Tetapi, banyak orang tidak merasa malu ketika ketahuan sudah menyalah-gunakan uang perusahaan atau uang negara. Mereka yang bisa memperoleh banyak uang dengan cara menjual diri pun tidak merasa malu mempertunjukkan hasil jerih payahnya.
Ayat di atas menyatakan bahwa rasa malu kita harus pada tempatnya. Janganlah kita sampai harus menderita sebagai orang-orang yang melakukan hal yang tidak baik di mata Tuhan. Karena itu, kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab kita sebagai umat Kristen. Tetapi, jika kita menderita karena kita adalah orang Kristen, maka kita tidak perlu malu melainkan hendaklah kita memuliakan Allah dalam Kristus. Mengapa demikian?
Allah yang berhikmat sempurna, mahaadil, dan mahamurah itu sering membiarkan anak-anak-Nya untuk sementara waktu menghadapi berbagai godaan dan kerusakan hati mereka sendiri, untuk menghukum mereka atas dosa-dosa mereka di masa lalu atau untuk membuka mata mereka bagi kekuatan tersembunyi kerusakan dan tipu daya hatinya. Maksud-Nya agar mereka dibuat rendah hati, dan untuk membuat mereka semakin erat dan terus menerus tergantung pada sokongan dari diri-Nya, dan semakin waspada terhadap segala kesempatan berdosa yang bakal timbul. Di samping itu, ada lagi berbagai tujuan lain yang adil serta kudus. Itulah bunyi pengakuan iman Westminster Bab 5 Poin 5.
Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” 2 Korintus 12:7-9
Bagi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam Tuhan, rasa malu bukanlah karena merasa kalah dengan orang lain dalam hal duniawi. Rasa malu boleh timbul karena kita melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh anak-anak Tuhan. Tuhan bukanlah yang menimbulkan rasa malu, tetapi umat Tuhan bisa merasa malu karena apa yang kurang baik yang diperbuatnya jika Roh Kudus ada dalam hati mereka. Pada waktu Adam dan Hawa melanggar larangan Tuhan di taman Firdaus, mereka tiba-tiba sadar akan ketelanjangan mereka (Kejadian 3:7). Mereka merasa malu bukan karena Tuhan menemukan mereka yang bersembunyi, dan bukan juga karena adanya bentuk tubuh mereka yang berlainan, tetapi karena adanya kesadaran bahwa mereka sudah mengkhianati kasih Tuhan.
Memang ketika Adam dan Hawa masih berada dalam keadaan tidak berdosa, mereka memiliki kebebasan dan kuasa yang membuatnya mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik dan berkenan dan kepada Allah. Akan tetapi, dalam kemampuan itu bisa dipengaruhi oleh iblis, sehingga mereka jatuh dan kehilangan kemampuan itu. Karena jatuh ke dalam keadaan berdosa, manusia sama sekali kehilangan kemampuan menghendaki harta rohani apa pun yang menyertai keselamatan. Maka itu, manusia secara kodrati sama sekali menolak apa yang baik dan secara bebas memilih apa yang jahat, sehingga ia tidak mampu untuk dengan kekuatannya sendiri untuk sadar, merasa malu atas kerusakan rohaninya, atau mempersiapkan diri untuk bertobat. Mnausia samasekali tidak mengerti apa yang baik dalam pandangan Allah.
Bila Allah membuat orang berdosa bertobat dan memindahkan dia ke kedudukan seorang yang telah beroleh rahmat, Dia membebaskannya dari perhambaan kodratnya di bawah dosa dan oleh rahmat-Nya semata-mata menjadikan dia mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik secara rohani. Manusia yang sudah dilahirkan baru akan sadar atas apa yang bisa membuat Tuhan marah jika dalam mengalami kesulitan hidup, mereka mengambil arah yang salah dan melakukan apa yang bisa merendahkan nama Tuhan Sang Pencipta. Mereka bisa merasa malu jika mereka tetap hidup dalam dosa lama atau seringnya membuat dosa baru.
Manusia baru seharusnya mempunyai hati yang bisa merasakan perlunya hidup dalam kekudusan. Ia akan malu jika melakukan apa yang tidak berkenan kepada Allah, tetapi tetap tabah dalam menghadapi tantangan kehidupan. Akan tetapi, sebagai manusia yang tidak sempurna, ia sering tidak menghendaki apa yang baik itu secara sempurna, dan hanya itu saja, tetapi menghendaki juga apa yang jahat. Ia masih bisa lupa akan kewajiban dan tanggung jawab yang ditutuntut dari setiap umat Tuhan. Dalam hal ini, jika Roh Kudus mengingatkannya akan apa yang salah, ia akan sadar dan mengakui kesalahannya. Dengan demikian, orang Kristen sejati selalu berusaha supaya tidak membawa malu kepada dirinya sendiri.
“Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.” Filipi 1: 20
Adanya rasa malu atas hal-hal yang silam bukanlah hal yang ringan dalam hati seorang umat Tuhan. Terkadang, penderitaan yang dialaminya bisa menjadi pergumulan berat. Bagaimana aku bisa menjadi umat-Nya yang setia? Aku tidak sanggup! Itu juga merupakan perasaan Petrus ketika ia menyadari bahwa ia sudah menyangkali Yesus tiga kali sebelum ayam berkokok. Petrus kemudian menangis, dan pada saat itu ia bertobat. Untunglah bahwa dalam pertobatan umat Kristen, penebusan oleh darah Kristus sudah mencuci bersih dosa lama kita (Yesaya 1: 18). Apa yang dulunya gelap, sekarang menjadi terang; apa yang dulunya kotor sekarang menjadi putih bersih. Dengan itu semua rasa bersalah, rasa malu dan rasa pahit dari masa lalu kita seharusnya bisa dihilangkan dari pikiran kita. Karena pengampunan Tuhan, kita juga wajib mengampuni diri kita dan juga orang lain, melupakan hal-hal memalukan dari masa lalu.
Walaupun demikian, ayat diatas menyatakan jika kita tidak memuliakan Kristus sepenuhnya sesudah kita diampuni, patutlah kita merasa malu. Hidup baru orang yang sudah diselamatkan seharusnya bisa terlihat dari apa yang diperbuatnya dan apa yang dihasilkannya. Karena kita sudah diselamatkan bukan karena usaha kita, kita harus selalu memuliakan Kristus Juruselamat kita, baik oleh hidup kita maupun oleh mati kita. Kita sudah diberi Tuhan kemampuan untuk itu. Selama hidup ini kita harus memuliakan Kristus dalam segala apa yang kita kerjakan, sehingga jika tiba waktunya untuk kita meninggalkan dunia ini, Tuhan akan menerima kita dengan ucapan selamat atas segala jerih payah kita (Matius 25: 21).
Hari ini, marilah kita menganalisa hidup pribadi kita. Marilah kita memikirkan apa yang sudah kita lakukan dalam hidup kita sampai sekarang. Apakah kita sudah memakai segala apa yang kita punyai untuk memuliakan Tuhan dalam segala kesempatan yang diberikan-Nya? Apakah kita merasa puas dengan pujian orang lain atas hidup kita yang terlihat indah di depan umum? Ataukah kita secara pribadi mengakui bahwa kita masih sering mementingkan apa yang kita senangi saja dan melupakan rasa malu kepada Tuhan yang sudah mencurahkan kasih-Nya yang sungguh besar kepada kita? Semua itu hanya bisa dijawab oleh setiap orang percaya secara pribadi sesuai dengan panggilan Tuhan dan bukannya dengan mendengarkan pendapat dunia. Semoga pencerahan Roh Kudus bisa kita rasakan dan sadari dalam hidup kita.
“Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” 1 Korintus 15:10