Uang tidak haram, tapi …

 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Lukas 16: 9


Duit, fulus, uang. Siapakah yang tidak butuh? Dari lahir sampai mati, manusia membutuhkan uang. Apalagi kalau tanggal tua, adanya sedikit uang di dompet mungkin seperti setitik air di padang pasir. Hakikat uang yang dibutuhkan manusia ini diungkapkan dalam  agama tertentu sebagai bekal ibadah dan perjuangan. Menurut ajaran tersebut, dengan berbekal uang yang dimiliki, seorang juga dapat melakukan sesuatu yang baik  untuk mendapat sesuatu yang paling berharga, yaitu surga. Dengan uang atau harta, seorang  dapat membeli surga dengan perniagaan dengan Allah yang empunya surga. Orang bisa dengan hartanya berbuat kebajikan untuk dapat ditukarkan dengan tempat di surga.

Sudah barang tentu, sebagai umat Kristen, kita tahu bahwa perniagaan dengan Allah semacam itu tidak mungkin bisa. Tidak mungkin kita membeli tempat di surga melalui “barter” dengan Allah. Kemahasucian Allah tidak mungkin dicapai atau dibeli oleh manusia dengan alat apapun. Hanya darah Yesus yang memungkinkan manusia untuk dapat mendekati Sang Pencipta. 

Lalu bagaimana dengan ayat diatas? Mengapa Yesus berkata bahwa kita harus  menggunakan uang untuk bisa diterima di dalam kemah abadi (surga)? Benarkah Yesus menganjurkan kita untuk bersahabat dengan uang atau harta? Kalau benar, bukankah apa yang diajarkan Kristus itu serupa dengan apa yang diajarkan oleh agama lain?  Bukankah rasul Paulus dalam 1 Timotius 6: 10 menulis bahwa cinta akan uang adalah akar segala kejahatan?

Apa yang dikatakan oleh Yesus waktu itu adalah ucapan ekstrim atau bernada hiperbola, yang dimaksudkan agar dapat lebih tajam dan mengena pada sasarannya. Ada beberapa ucapan bernada hiperbola yang dipakai Yesus dan tertulis dalam Alkitab. Misalnya:

“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Lukas 14: 26

Ungkapan bernada hiperbol tidak dapat langsung diartikan secara literal, tetapi harus dipelajari konteksnya. Kalau tidak, kita bisa mendapat kesimpulan yang keliru.

Uang sebenarnya adalah alat dan sumber daya manusia seperti juga pendidikan dan kepandaian dll. Manusia harus bekerja untuk mendapatkan uang, mengumpulkannya untuk disimpan dan dikembangkan, dan memakainya untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiganya harus dijalankan dengan cara yang benar (ini mungkin mengingatkan kita akan amnesti pajak).

Dalam kenyataan hidup ini, banyak orang mencari uang dengan cara yang tidak benar, mengumpulkannya dengan maksud yang salah dan memakainya untuk tujuan yang keliru. Dalam masyarakat yang cenderung makin kapitalis sekarang ini, tidak hanya dalam dunia bisnis orang berebut mencari uang dengan segala cara, tetapi juga dalam lingkungan gereja banyak orang Kristen dan bahkan pemimpin gereja yang keliru dalam usaha mencari, mengumpulkan dan menggunakan uang. Lebih payah lagi, banyak yang mengajarkan bahwa banyaknya uang adalah tanda besarnya iman.

Banyak contoh di Alkitab yang menggambarkan betapa manusia bisa mengalami masalah karena cinta akan uang. Contoh yang mungkin sangat menyedihkan ialah ketika Ananias dan Safira  menemui kematian karena melakukan tiga hal diatas secara keliru: mendapat uang, mengumpulkan uang dan memakai uang dengan tujuan yang salah (Kisah Para Rasul 5). Seandainya mereka tidak membuat kekeliruan itu, mereka tentu tidak akan mati secara mengenaskan.

Dalam ayat Lukas 16: 9 diatas, jelaslah bahwa Yesus mengajarkan agar kita bisa menguasai uang dan bukan dikuasai uang. Kita harus bisa “bersahabat” dengan uang dalam arti bisa mencari uang dengan cara yang benar, mengelola uang dengan benar dan memakai uang dengan maksud yang baik – untuk kebesaran nama Tuhan. Keberhasilan yang pernah kita alami dalam mencari uang tidak dapat menjamin bahwa kita akan selalu berhasil dalam hal itu. Sebagai manusia yang hidup di dunia, ada juga saat dimana kita tidak dapat meneruskan usaha kita dalam mengelola uang karena berbagai faktor. Tetapi, jika untuk orang dunia terhentinya aktivitas keuangan akan membawa frustrasi dan kekecewaan, bagi orang Kristen yang sudah menggunakan uangnya dan hidupnya dengan baik ada kebahagiaan tersendiri, karena mereka sudah menggunakan sumber daya yang datangnya dari Tuhan itu untuk kemuliaanNya.

Sejauh mana orang Kristen harus mau untuk berjuang mencari uang, mengumpulkan uang dan menggunakan uang untuk kemuliaan Tuhan? Selama hidup di dunia kita bisa memakai berkat Tuhan itu untuk melebarkan kerajaan Tuhan dengan berbagai cara. Juga kita dapat menolong sesama kita yang menderita secara finansial. Ini bukan soal yang mudah untuk manusia yang cenderung untuk mementingkan dirinya sendiri. Tetapi Yesus berkata bahwa siapa yang tidak dapat mencintai sesamanya yang kelihatan,  tidak akan bisa mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan (1 Yohanes 4: 20). Senada dengan itu, siapa yang tidak dapat mengelola harta duniawi dengan baik, tidak dapat mengelola harta surgawi.

 “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Lukas 16: 11

Pagi ini, biarlah kita bisa menyadari realita hidup di dunia ini. Bahwa selaku orang percaya kita dikaruniai kemampuan untuk menguasai bumi, untuk mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sebagai orang beriman, kita mendapat panggilan untuk bisa bekerja dengan rajin dan jujur agar kita dapat memperoleh hasil yang baik, yang berasal dari Tuhan, dan yang bisa digunakan untuk membangun kerajaan Allah di didunia dan di surga.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s