Antara alergi, iritasi, iri hati dan benci

“Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.” Galatia 5: 25-26

Di zaman ini orang kelihatannya lebih suka “pamer”. Memamerkan makanan, pakaian, aktivitas, keluarga, dll. dianggap lumrah di sosial media. Memang, kalau hanya untuk sekedar untuk mengirim berita, hal itu tidak menjadi soal. Tetapi, sering juga kita melihat bahwa budaya pamer ini dilanjutkan dalam hidup sehari-hari dengan “show” pakaian, mobil, rumah, dan bahkan pasangan kepada orang lain. Inilah yang terkadang membuat iritasi pada orang lain, yang sebagian mungkin punya “alergi”, dan kemudian rasa iri hati, yang berlanjut dengan timbulnya kebencian.

Kisah Kain dan Habel dalam kitab Kejadian 4: 3-5 memberi contoh bahwa manusia bisa iri dalam soal apapun, termasuk dalam soal rohani:

“Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.”

Memang kisah Kain dan Habel ini sering dibahas dalam konteks dosa iri hati yang bisa berlanjut dengan dosa-dosa lain yang lebih mengerikan. Iri hati atau rasa cemburu tidak seharusnya ada pada orang yang mempunyai kasih.

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.” 1 Korintus 13: 4

Tetapi kasih juga tidak memperbolehkan kita untuk memegahkan diri dan sombong, sebab segala apa yang baik adalah berkat Tuhan.

Mungkin kita tidak bermaksud memegahkan diri atau menyombongkan berkat Tuhan dalam hidup kita. Tetapi ada kalanya orang di sekitar kita mempunyai kepekaan atas apa yang kita lakukan. Mereka yang melihat apa yang kita pamerkan dalam bentuk kejasmanian ataupun kerohanian bisa merasa teriritasi. Salah mereka sendiri, begitu mungkin pikiran kita. Betulkah begitu?

Pagi ini ayat pembukaan kita mengatakan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, kita bertanggung jawab atas perbuatan kita, dan juga bertanggung jawab untuk menghindari munculnya iri hati dan kebencian sebagai reaksi atas perbuatan kita. Jika kita tahu bahwa setiap manusia mempunyai kelemahan, tidaklah baik untuk kita saling menantang karena itu hanya menyebabkan timbulnya kedengkian.

Sebagai orang yang dipimpin oleh Roh, kita harus punya rasa mawas diri, bisa menguasai diri. Kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga mau menolong orang lain untuk bisa merasakan kasih Kristus dalam hidup mereka. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan karena itu janganlah kita ingin selalu dikagumi, dan janganlah kita saling pamer seperti pengikut Kristus di Galatia, untuk menghindari munculnya hal-hal yang tidak baik.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s