“Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” Efesus 4: 1
Hari ini saya sempat mengunjungi Port Arthur, yaitu sebuah desa kecil berpenduduk sekitar 250 orang yang terkenal karena adanya penjara dari tahun 1830 yang pernah dipakai untuk menyekap orang-orang yang sudah diberi hukuman penjara di Inggris. Karena mereka tidak bisa ditempatkan di penjara yang ada di Inggris, para narapidana itu di “ekspor” ke benua Australia dan ditempatkan di Port Arthur. Sekarang penjara ini tinggal reruntuhan saja dan menjadi obyek turisme terkenal di Tasmania.
Menyusuri jalan setapak di Port Arthur dan melihat bekas ruang penjara yang ada, mau tidak mau saya merasa ngeri membayangkan bagaimana narapidana diperlakukan didalam penjara pada saat itu.
Jika narapidana Port Arthur adalah penjahat yang terjerat hukum, Paulus pernah dipenjara karena ia terjerat kasih Kristus. Ia diperlakukan seperti seorang penjahat walaupun ia tidak melakukan kejahatan. Tetapi apa yang dialaminya diterimanya dengan kerelaan sebab Yesus sudah mengalami hal yang jauh lebih buruk dari itu karena dosa manusia. Paulus sadar bahwa Yesus, Anak Allah, sudah mati untuk ganti dosa yang diperbuatnya.
Pengalaman Paulus yang secara pribadi menemui Yesus dalam perjalanan ke Damaskus tentu tidak bisa dilupakannya (Kisah Para Rasul 9: 1-20). Pada waktu itu Yesus mengingatkan Paulus bahwa ia sudah menganiaya Yesus melalui kejahatan yang diperbuatnya kepada pengikut Yesus. Paulus menjadi buta selama tiga hari, dan hanya menjadi celik ketika Ananias mendapat perintah Tuhan untuk menumpangkan tangan atas Paulus.
Tetapi firman Tuhan kepadanya: “Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.” Kisah Para Rasul 9: 15-16
Seperti Paulus, setiap orang percaya dulunya adalah orang yang sudah sesat dan selalu membuat Yesus sedih karena kehidupan dalam dosa. Sebelum kita berjumpa dengan Yesus dan bertobat, kita tidak mengenalNya dan hanya hidup menurut apa yang kita sukai saja. Tetapi, seperti Paulus, kita dipanggil untuk meninggalkan hidup lama kita dan ikut memberitakan kabar keselamatan. Bahkan, setiap orang percaya harus siap dan mau berkurban dan menderita untuk Yesus. Hidup sebagai orang Kristen tidaklah mudah, karena selain harus berjalan dalam terang, kita juga harus menjadi terang dunia.
Pagi ini kita diingatkan Tuhan melalui pengalaman Paulus bahwa hidup kita setelah menerima Yesus tidak mungkin untuk tidak berubah, karena tiap orang secara pribadi sudah dipanggil Tuhan untuk hidup guna kemuliaan namaNya. Kita tidak bisa hanya hidup untuk diri kita sendiri. Marilah kita mau belajar dari contoh perjuangan Paulus untuk mau bekerja dan membaktikan diri untuk Tuhan!