“Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” 2 Korintus 9: 8
Sewaktu saya belajar di sekolah menengah di Surabaya, mata pelajaran yang paling saya sukai adalah fisika. Ilmu fisika bagi saya saat itu sangatlah menarik karena ilmu itu sangat berguna dalam hidup sehari-hari. Segala yang bisa kita lihat selalu berfungsi menurut hukum fisika. Lebih tepatnya, hukum fisika ada karena segala sesuatu yang kita lihat berfungsi secara sistimatik, sesuai dengan kehendak Tuhan.
Salah satu hukum fisika yang saya ingat sampai sekarang adalah hukum konservasi energi yang berbunyi:
“Tenaga atau energi tak dapat diciptakan dan tak pula dapat dimusnahkan, sehingga senantiasa dalam kuantitas tetap atau konstan, tapi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi atau energi-energi lain, yang dalam kuantitas total selalu setara.”
Dalam kenyataan hidup paska SMA, saya merasakan sendiri bahwa hukum konservasi energi ini ternyata juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari saya. Uang yang saya peroleh hanya cukup untuk pengeluaran yang setara; dan jika pengeluaran saya melebihi pemasukan, saya harus mencari uang tambahan atau hutangan! Apa yang saya keluarkan tidak dapat melebihi apa yang saya terima.
Dalam hidup bermasyarakat, hukum konservasi energi ini secara naluriah sudah tertanam dalam pikiran setiap orang. Dengan pikiran sehat, manusia selalu berusaha bertindak secara konservatif, untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Mereka yang hidupnya sederhana, mungkin tidak berharap untuk bisa hidup seperti mereka yang berlebihan.
Mereka yang masih berjuang dalam hidup, mungkin tidak bisa membayangkan untuk bisa menolong orang lain. Dan bagi orang Kristen, mungkin kita berpikir bahwa kita tidak dapat membantu orang lain karena Tuhan tidak memberi kesempatan atau talenta yang cukup kepada kita. Jika kita tidak merasakan adanya berkat Tuhan yang besar, sulit untuk bisa membagikan kebahagiaan kepada sesama. Benarkah?
Pagi ini kita dihadapkan dengan firman Tuhan yang seolah menolak adanya keseimbangan energi dalam hidup manusia. Paulus menulis bahwa Tuhan memberi kecukupan kepada umatNya, agar mereka dapat berkelebihan dalam segala apa yang baik. Bagaimana ini mungkin? Pikiran manusia selalu cenderung berkata: apa yang ada, membatasi apa yang bisa dihasilkan. Jika Tuhan tidak memberi kita berkat yang berkelimpahan, kita tidak dapat memberi dengan kemurahan. Itu jugalah alasan hamba yang diberi oleh tuannya satu talenta dan merasa bahwa itu tidak cukup untuk menghasilkan sesuatu yang berguna (Matius 25: 24-35).
Ayat diatas menyatakan bahwa segala sesuatu dimungkinkan karena adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan kita. Tuhanlah yang bisa memberi kemampuan untuk merasa cukup dalam hidup kita, untuk merasa puas dan bahagia dengan berkatNya; dan dengan itu kita bisa dengan bersemangat menghadapi masa depan kita, untuk bisa berkelimpahan dengan hal-hal yang baik, yang memuliakan Tuhan dan yang membawa kasih dan damai kepada sesama kita.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” 1 Timotius 6: 6