“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Matius 5: 20
Menjadi orang Kristen tidak perlu fanatik. Begitu komentar yang sering kita dengar dari orang yang mengaku beragama Kristen kepada orang Kristen yang lain. Mereka yang ingin mengikuti dan menjalankan firman Tuhan dengan sepenuhnya sering ditertawakan karena dianggap ektrimis, fundamentalis dan “sok”. Bagi mereka yang “terlalu Kristen” itu, julukan yang biasanya diberikan adalah “orang Farisi”.
Bagi banyak orang Kristen, istilah orang Farisi dipakai untuk menunjuk kepada satu golongan orang Jahudi yang tahu dan hafal seluruh bagian kitab Taurat, tetapi tidak menjalankannya dengan benar. Orang munafik. Tetapi ini bukanlah pengertian sepenuhnya.
Di dalam Talmud (catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah) tertulis adanya beberapa tipe orang Farisi. Ada jenis orang Farisi yang menyombongkan kebaikan-kebaikannya. Ada juga orang Farisi yang memalingkan wajahnya untuk menghindari melihat perempuan. Ada orang Farisi yang sering mengangguk-anggukan kepalanya seolah-olah bijaksana. Ada orang Farisi yang selalu menghitung kebaikannya, Tetapi ada juga orang Farisi yang mematuhi Allah karena takut. Dan ada orang Farisi yang mematuhi Allah karena mengasihi Allah.
Rasul Paulus adalah salah satu contoh orang Farisi yang patuh kepada hukum Taurat tetapi melakukan penganiayaan terhadap orang Kristen pada waktu ia belum mengenal Kristus. Walaupun demikian, Paulus pada waktu itu merasa bahwa ia adalah penegak kebenaran hukum Taurat (Filipi 3: 4-6). Pandangannya berubah ketika ia berjumpa dengan Yesus sendiri dalam perjalanannya ke Damsyik (Kisah Para Rasul 9: 4-5).
Berdasarkan pengalaman orang Farisi yang bernama Paulus itu, apakah hukum Taurat itu sesuatu yang sebaiknya dilupakan? Tentu tidak! Yesus dalam mengajarkan hukum kasih pernah berkata Ia tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi, sebaliknya Ia datang untuk menggenapinya (Matius 5: 17-18).
Kita memang tidak lagi hidup dibawah hukum Taurat, tetapi dalam hukum kasih. Kewajiban kita adalah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi kita, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 22: 37-40). Pelaksanaan hukum ini adalah sebagai pencerminan hidup baru kita dalam Kristus.
Pagi ini, pertanyaan untuk kita adalah satu pertanyaan yang sulit dijawab. Apakah kita benar-benar orang Kristen? Jika kita mengaku bahwa kita adalah pengikut Yesus, kita harus melaksanakan perintah Tuhan lebih baik dari apa yang sudah dilakukan oleh kebanyakan orang Farisi. Ada banyak hal yang salah yang dilakukan mereka, dan seperti rasul Paulus kita harus mau memperbaikinya. Perjumpaan kita dengan Yesus tidak akan mengubah hidup kita jika kita tidak bisa mengikuti jejak Paulus dan menjadi seperti orang Farisi dalam mengenal adanya hukum-hukum Tuhan dalam hidup kita sehari-hari, dan bahkan lebih dari orang Farisi dalam melaksanakan hukum-hukum itu secara benar dan konsisten setiap hari.